Opini

Opini: APBD Perubahan, Instrumen Korektif dalam Tata Kelola Keuangan Daerah

Jika ditelusuri lima tahun ke belakang, pola ini merupakan penurunan paling tajam dalam sejarah fiskal Kabupaten Ende. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI WILHELMUS M ADAM
Wilhelmus Mustari Adam 

Prinsip kehati-hatian fiskal memang penting, tetapi kehati-hatian tidak identik dengan stagnasi.

Transisi Pemerintahan Bukan Alasan untuk Mandek

Alasan bahwa APBD 2025 adalah produk pemerintahan sebelumnya tidak dapat menjadi dasar untuk menolak perubahan. 

Dalam sistem pemerintahan daerah, APBD bersifat administratif, bukan politis. 

Kepala daerah yang baru memiliki tanggung jawab penuh atas pelaksanaan dan penyesuaian anggaran tahun berjalan.

Justru dalam masa transisi, perubahan APBD dapat berfungsi sebagai jembatan antara arah kebijakan lama dan visi baru pemerintahan. 

Perubahan terbatas memungkinkan integrasi visi kepala daerah baru tanpa menabrak aturan dan tanpa mengganggu keseimbangan fiskal. 

Dengan demikian, transisi pemerintahan dapat berlangsung berkelanjutan dan tidak menimbulkan kekosongan arah pembangunan.

Mendorong Sinergi Pemerintah dan DPRD

Dalam konteks tata kelola yang baik, tanggung jawab menjaga efektivitas APBD tidak hanya berada di tangan eksekutif, tetapi juga legislatif. 

DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan juga sangat krusial untuk memastikan uang rakyat digunakan secara ekonomis, efisien, efektif, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

DPRD Kabupaten Ende seharusnya tidak diam dalam menghadapi situasi fiskal seperti ini. 

Lembaga legislatif sebagai represnetasi rakyat daerah dapat mendorong evaluasi kinerja keuangan sampai triwulan III dan mengusulkan langkah korektif bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badang Anggaran DPRD. 

Langkah ini dapat menjadi bagian dari pembenahan struktural, meskipun pembahasan formal Perubahan APBD telah melewati batas 30 September. 

Dengan demikian, legislatif memiliki tanggung jawab moral sebagai wujud implementasi fungsi pengawasan dan akuntabilitas publik.

Penutup: Koreksi Adalah Wujud Kepemimpinan Fiskal

APBD adalah dokumen dinamis yang harus selalu disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan kondisi keuangan daerah. 

Ketika pendapatan baru mencapai separuh dari target dan belanja masih di bawah 50 persen hingga akhir September, maka menolak perubahan bukanlah bentuk kehati-hatian, tetapi tanda ketidakmampuan untuk beradaptasi.

Regulasi sudah memberikan ruang yang jelas. UU 23 Tahun 2014, PP 12 Tahun 2019, dan Permendagri 77 Tahun 2020 semuanya mengatur bahwa perubahan APBD adalah bagian sah dari siklus keuangan daerah. 

Tujuannya sederhana: menjaga akuntabilitas, efektivitas, dan keberlanjutan fiskal.

Karena itu, dalam situasi fiskal yang menurun, yang dibutuhkan bukanlah alasan untuk menunda, tetapi keberanian untuk memperbaiki. 

APBD Perubahan adalah instrumen korektif dalam tata kelola keuangan daerah, bukan untuk menambah beban, tetapi untuk memastikan setiap rupiah uang rakyat bekerja bagi kepentingan publik. 

Oleh karena itu, pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Ende perlu segera mengambil langkah korektif. 

Tidak harus besar, tetapi cukup untuk memastikan uang publik bergerak dan pelayanan masyarakat tetap berjalan.

Dan di situlah ukuran sesungguhnya dari kepemimpinan fiskal: bukan  sekadar menahan defisit, tetapi mau berubah ketika data dan akal sehat menuntut perubahan. 

APBD sejatinya merupakan dokumen kontrak antara rakyat sebagai principal dan aktor pemerintahan (eksekutif dan legislatif) sebagai agen. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved