Opini
Opini: APBD Perubahan, Instrumen Korektif dalam Tata Kelola Keuangan Daerah
Jika ditelusuri lima tahun ke belakang, pola ini merupakan penurunan paling tajam dalam sejarah fiskal Kabupaten Ende.
Pada 2024, PAD mampu mencapai 91 persen dari target, tetapi tahun ini baru terealisasi 37 persen hingga triwulan III.
Kondisi ini menggambarkan penurunan daya kelola pendapatan lokal dan meningkatnya ketergantungan pada transfer pusat (TKDD).
Belanja daerah pun mengalami pergeseran yang mengkhawatirkan. Pada 2022, belanja modal mencapai Rp351 miliar; pada 2023 turun menjadi Rp146 miliar; pada 2024 sedikit naik menjadi Rp171 miliar; dan pada 2025 turun kembali menjadi Rp107 miliar.
Artinya, kapasitas fiskal daerah untuk mendorong investasi publik terus menurun.
Dari sisi ini, sulit membantah bahwa APBD 2025 sedang menghadapi tekanan fiskal serius.
Justru dalam situasi seperti inilah, Perubahan APBD diperlukan sebagai mekanisme korektif, bukan ditinggalkan.
Koreksi Fiskal Adalah Kewajiban, Bukan Opsi Politik
Dalam sistem keuangan daerah, Perubahan APBD merupakan mekanisme korektif yang sah, legal, dan wajib dilakukan jika asumsi anggaran tidak sesuai dengan realisasi. Hal ini diatur secara tegas dalam beberapa regulasi utama.
Pertama, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 316 s.d 319, menegaskan bahwa kepala daerah dan DPRD secara bersama menetapkan APBD sebagai wujud pengelolaan keuangan daerah yang transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
Dengan demikian, perubahan APBD bukan sekadar inisiatif eksekutif, melainkan tanggung jawab konstitusional bersama legislatif dan eksekutif dalam menjaga akuntabilitas fiskal.
Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 161 ayat (2), menyebutkan bahwa Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA, pergeseran antar kegiatan, keadaan yang menyebabkan SILPA tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan, dan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biaa.
Dengan capaian pendapatan dan belanja Kabupaten Ende yang jauh dari target, situasi tahun 2025 jelas memenuhi kriteria ini.
Mengacu pada data di atas, pada tahun anggaran 2025, aspek pembiayaan untuk item penerimaan (SILPA) pada APBD Kabupaten Ende belum dianggarkan.
Oleh karena itu, APBD perubahan merupakan kesempatan strategis untuk melakukan penyesuaian dengan realisasi SILPA, sebagaimana terlihat dalam realisasi tahun 2024 sebesar Rp26,20 miliar.
SILPA ini dapat dipakai untuk menutup defisit dan pembiayaan-pembiayaan lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.