Opini
Opini: Menghadapi Kekeringan dan Musim Hujan Atas Normal di NTT
Untuk wilayah kepulauan ini, strategi penanggulangan bencana tidak lagi bisa fokus pada satu jenis ancaman, melainkan harus bersifat adaptif...
Oleh: Hamdan Nurdin
Analis Iklim di BMKG - Stasiun Klimatologi NTT
POS-KUPANG.COM - Nusa Tenggara Timur ( NTT) dikenal sebagai wilayah yang sangat rentan terhadap kekeringan.
Pada September 2025, Kabupaten Lembata akan segera menetapkan moda Siaga Darurat terhadap kekeringan hidrologis dan agronomis.
Kondisi Hari Tanpa Hujan (HTH) di Lembata telah mencapai kategori Kekeringan meteorologis ekstrem (>60 HTH), yang memicu risiko Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan) masif, berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan - UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Kabupaten Lembata sudah lebih dari 2.367 Ha wilayah terdeteksi hot spot.
Hal ini senada dengan data ketersediaan air pun kritis, ditandai dengan penurunan suplai PDAM dan berkurangnya jam operasi sumur bor (Cipta Karya Dinas PUPR - Kabupaten Lembata).
Baca juga: Opini: Belajar dari Anomali Cuaca dan Iklim di Nusa Tenggara Timur
Bahkan, Kota Kupang masih berjuang menghadapi kekurangan debit air, dengan kebutuhan yang belum terpenuhi dan tantangan perbaikan infrastruktur.
Namun, di tengah krisis air yang akut ini, NTT dihadapkan pada "tarian" iklim yang berkebalikan.
Berdasarkan hasil rilis informasi prediksi Awal Musim Hujan Tahun 2025/2026 di wilayah Zona Musim (ZOM) di NTT, BMKG - Stasiun Klimatologi NTT memberikan sinyal adanya potensi peringatan ganda terhadap ancaman bencana hidrometeorologi, sekaligus berdampak akan adanya peluang emas bagi sektor pertanian.
Untuk wilayah kepulauan ini, strategi penanggulangan bencana tidak lagi bisa fokus pada satu jenis ancaman, melainkan harus bersifat adaptif terhadap dua sisi ekstrem cuaca.
Musim Hujan Lebih Basah dan Terjadi Lebih Awal
Prediksi dari BMKG - Stasiun Klimatologi Kelas II Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa Musim Hujan 2025/2026 akan berpeluang didominasi oleh kondisi yang lebih basah dari normalnya yang didorong oleh adanya beberapa faktor regional dan global.
Berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya, faktor utama yang memengaruhi musim hujan di NTT tahun 2025/2026 bukanlah fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan.
Fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO) diprediksi berada pada kondisi netral hingga akhir tahun 2025, sehingga tidak memberikan dampak yang signifikan.
Sedangkan Indian Ocean Dipole (IOD) yang berada dalam fase negatif dengan indeks (-1,2) dan berpeluang bertahan setidaknya hingga November 2025.
Kondisi ini akan berpeluang memberikan dampak terhadap peningkatan suplai uap air dari Samudera Hindia ke wilayah Indonesia pada umumnya, khususnya wilayah NTT.
Suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia tercatat lebih hangat dengan anomali suhu muka laut berkisar +0,42 0C dari rata-rata klimatologis, yang secara intensif memicu pembentukan awan hujan.
Hal ini kemudian akan memberikan dampak terhadap sifat musim hujan 2025/2026 di NTT yang diprediksi akan berada pada kondisi Atas Normal (lebih basah) dari klimatologisnya sebesar 57 persen ZOM di NTT, sementara 43 persen sisanya diprediksi berada pada sifat musim normal.
Pergeseran waktu Awal Musim Hujan (AMH) juga menjadi perhatian khusus, dimana beberapa wilayah ZOM di NTT akan berpeluang masuk AMH maju atau lebih cepat terjadi pada bulan Oktober dan November 2025 sebesar 43 persen dari 28 ZOM di NTT.
Kemudian untuk wilayah yang AMH diprediksi terjadi pada bulan November dan Desember 2025 atau Sama dengan klimatologinya sebesar 43 persen dari 28 ZOM, sedangkan untuk ZOM yang akan berpeluang masuknya awal musim hujan mundur atau lebih lambat dari klimatologisnya diprediksi sebesar 14 persen.
Sehingga AMH 2025/2026 di 28 ZOM di NTT secara umum diprediksi akan datang lebih awal hingga sama dengan normalnya.
Di sisi lain puncak musim hujan diprediksi akan berpeluang terjadi pada Januari 2026 sebesar 46 persen ZOM dan Februari 2026 sebesar 54 persen ZOM.
Strategi Lintas Sektor: Mengubah Ancaman Menjadi Investasi
Prediksi musim hujan yang lebih basah ini membawa konsekuensi serius berupa potensi bahaya hidrometeorologi (banjir, banjir bandang, genangan air, tanah longsor, dan angin kencang).
Namun, ini juga merupakan peluang yang sangat baik untuk mengatasi masalah kekeringan agronomis (kekurangan air untuk pertanian) dan mendukung ketahanan pangan.
Berikut adalah langkah-langkah strategis yang mungkin bisa menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan yang juga perlu diprioritaskan di wilayah NTT, di antaranya;
Sektor Pertanian, seperti memanfaatkan "Bonus" air awal musim hujan yang datang lebih cepat dengan sifat musim Atas Normal adalah kesempatan bagi petani untuk menyesuaikan musim tanam lebih awal dan meningkatkan produktivitas pangan.
Di sisi lain Penggunaan Kalender Tanam Adaptif, Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pertanian Kabupaten/Kota di NTT dan masyarakat petani harus segera memanfaatkan informasi iklim yang disediakan oleh BMKG - Stasiun Klimatologi Kelas II Nusa Tenggara Timur, sebagai panduan awal untuk menentukan waktu dan pola tanam serta memilih varietas tanaman yang optimal berdasarkan skenario tahun basah.
Sektor Sumber Daya Air, dalam mengatasi krisis kekurangan air saat kemarau tidak dapat diatasi hanya dengan menunggu hujan, langkah mendasar yang diperlukan adalah perbaikan sistem dalam manajemen air.
Peningkatan Pengelolaan Waduk dan Drainase: perlu adanyan perbaikan drainase secara menyeluruh di wilayah yang diprediksi curah hujannya Atas Normal.
Selain itu, manajemen volume air di waduk harus dilakukan secara hati-hati, dikurangi sedikit demi sedikit saat curah hujan tinggi untuk mencegah luapan.
Sanitasi Komunal, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran terhadap kebersihan sumber mata air dan keran umum yang sering rusak atau tercemar, yang menjadi isu utama dalam pengelolaan air bersih di NTT.
Sektor Mitigasi Bencana dan Masyarakat, dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor dan angin kencang, disamping itu perlu adanya peningkatan kesiapsiagaan dini di semua tingkatan.
Kesiapsiagaan dini yang perlu dioptimalkan salah satunya adalah informasi terkait potensi cuaca dan iklim ekstrem yang dikeluarkan oleh BMKG untuk menghimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap ancaman hidrometeorologi, terutama di wilayah yang diprediksi curah hujannya tinggi.
Kesiapan Keluarga, menjadi penting dan mendasar khususnya yang berada di daerah rawan bencana diharapkan harus secara proaktif membersihkan saluran air/drainase, menyiapkan tas siaga bencana dan memantau informasi cuaca terkini dari BMKG.
Kondisi cuaca dan iklim di NTT saat sedang menari di antara dua kondisi ekstrem.
Kekeringan ekstrem di satu sisi dan risiko banjir dan tanah longsor di sisi lain. Tantangan ini menuntut kecerdasan adaptasi yang tinggi.
Dengan memanfaatkan prediksi cuaca dan iklim yang presisi dari BMKG (Stasiun Klimatologi NTT dan Stasiun Meteorologi El Tari) serta menerjemahkannya ke dalam aksi nyata, mulai dari teknologi irigasi, perbaikan infrastruktur, hingga penyesuaian jadwal tanam oleh masyarakat petani di wilayah NTT sehingga diharapkan dapat mengubah ancaman ganda ini menjadi fondasi yang lebih kokoh bagi ketahanan pangan dan sosial di tahun 2026. Ayo Bangun NTT.
Catatan: Untuk informasi tentang cuaca dan iklim terkini dan prediksi dapat diakses melalui kanal media sosial dengan kata kunci @Info BMKG atau melalui Telegram Bot: @Info Iklim NTT. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.