Opini
Opini: Dari Kronos Menuju Kairos
Waktu Kairos adalah waktu yang dihayati: saat Tuhan menyapa, saat manusia dipanggil untuk berubah, untuk bertumbuh, untuk memberi diri.
Sebuah Refleksi Pesta Intan Seminari Lalian, 8 September 2025
Oleh: RD. Jhoni Lae
Alumnus Seminari Lalian Angkatan 61
POS-KUPANG.COM - Setiap tanggal 8 September Gereja merayakan Pesta Santa Maria Immaculata.
Pada tanggal yang sama, lembaga pendidikan calon imam Seminari Menengah Sta. Maria Immaculata Lalian di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur selalu merayakan ulang tahun berdirinya.
Maka terhitung sejak 8 September 1950 sampai 8 September 2025, Seminari Lalian telah berdiri 75 tahun ( Pesta Intan).
Tujuh puluh lima tahun adalah sebuah usia atau perjalanan hidup yang tidak singkat. Melainkan sebuah perjalanan sejarah yang mencerminkan panjangnya rentang waktu dengan kedalaman perjalanannya.
Baca juga: Dusun Flobamora Menyelenggarakan Diskusi Buku di Seminari Lalian Atambua
Menurut catatan sejarah Seminari Lalian berdiri pada tahun 1950 dan sudah 75 tahun berkiprah, sebagai tempat persemaian yang subur bagi mereka yang merasa terpanggil untuk menjadi imam.
Perayaan Pesta Intan Seminari Lalian tahun ini mengusung tema: “Dengan Semangat Sinodalitas dan Rahmat Tahun Yubileum Kita Meningkatkan Kualitas Pelayanan Untuk Calon Pemimpin Gereja dan Masyarakat".
Perayaan ini bukan sekadar peringatan historis belaka melainkan sebuah perayaan seruan profetis untuk membaca kembali waktu, bukan sebagai sekadar lintasan kronologis, melainkan sebagai ruang iman akan sebuah kesadaran mendasar bahwa Tuhanlah yang menjadi dasar pijakan keberlangsungan hidup selama 75 tahun itu.
Mengutip Filsafat waktu dalam tradisi Yunani, 75 tahun merupakan kronos yang merujuk pada waktu kronologis serta urutan linear tahun demi tahun, dari tahun 1950 sampai 2025. Namun tidak sebatas itu.
Perayaan Intan Seminari Lalian tidak hanya perayaan Kronos tetapi juga merupakan sebuah perayaan Kairos.
Waktu Kairos adalah waktu yang dihayati: saat Tuhan menyapa, saat manusia dipanggil untuk berubah, untuk bertumbuh, untuk memberi diri.
Seperti tertulis dalam Surat Paulus kepada umat di Efesus, “Perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat” (Ef 5:15-16).
Ayat ini menjadi pengingat bahwa waktu bukan untuk dilalui begitu saja, melainkan untuk dimaknai secara rohani, dengan tanggung jawab dan pengharapan.
Seminari Lalian telah menjadi ruang formasi selama tujuh setengah dekade, membentuk para calon gembala bukan hanya sebagai pemilik ilmu dan ketrampilan, tetapi terutama sebagai pribadi-pribadi yang terus-menerus dibentuk oleh Sabda dan Sakramen.
Pesta Intan ini adalah momentum untuk bersyukur atas buah-buah panggilan yang telah lahir dari rahim seminari ini, namun sekaligus menjadi momen untuk bertanya, ke mana arah formasi ini dibawa dalam waktu Kairos selanjutnya?
Dalam dunia yang berubah begitu cepat, Seminari tidak bisa hanya menjadi museum tradisi.
Ia harus menjadi laboratorium Roh Kudus, tempat para seminaris belajar mendengar bisikan-Nya di tengah kebisingan dunia.
Paus Fransiskus pernah mengingatkan bahwa “kita dipanggil bukan untuk mempertahankan status quo, tetapi untuk menjadi Gereja yang pergi ke pinggiran”.
Dalam konteks seminari, ini berarti membentuk calon imam yang tidak hanya siap berkhotbah, tetapi juga siap berjalan bersama umat, terutama mereka yang terluka, terpinggirkan, dan kehilangan harapan.
Lebih dari sekadar pesta, perayaan Intan ini adalah undangan untuk memasuki Kairos baru.
Dalam dokumen Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus menulis, “Waktu lebih besar daripada ruang”, sebuah prinsip yang mengajak Gereja untuk sabar dalam proses, dan tidak terpaku pada penguasaan wilayah atau kekuasaan struktural.
Seminari Lalian, dalam semangat ini, dipanggil untuk terus menjadi tempat di mana para calon imam dilatih bukan hanya untuk ‘mengisi’ paroki, tetapi untuk menumbuhkan kehidupan Kristiani dalam realitas yang dinamis dan penuh tantangan.
Perjalanan dari Kronos menuju Kairos adalah perjalanan spiritual. Ia menuntut refleksi, pembaruan, dan kesetiaan yang kreatif.
Kita tidak cukup hanya bertanya apa yang telah dicapai, tetapi juga merenungkan apa yang Tuhan kehendaki sekarang.
Dalam perayaan ini, kita tidak hanya bersyukur atas masa lalu, tetapi juga membuka diri terhadap kejutan-kejutan Roh Kudus yang akan menuntun arah seminari ke depan.
Maka, Pesta Intan bukanlah titik akhir. Ia adalah perutusan baru. Sebab Tuhan yang setia dalam Kronos, adalah Tuhan yang hadir dan bekerja dalam Kairos.
Dan panggilan kita hari ini adalah untuk menyambut waktu Tuhan itu, dengan hati yang terbuka, langkah yang rendah hati, dan semangat yang tak pernah padam untuk menjadi tanda harapan bagi Gereja dan dunia. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.