Ketika aksi intoleransi yang menyasar Umat Kristen di berbagai daerah diviralkan, para elit tampil ke publik dengan seruan moral.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar mengajak jajaran Kementerian Agama untuk mengedepankan Kurikulum Cinta sebagai strategi utama dalam menyelesaikan kasus intoleransi.
Para tokoh lintas agama dan lintas iman berkumpul di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), meminta pemerintah dan aparatnya untuk benar-benar tegas menindak para pelaku intoleran.
Nasaruddin Umar menegaskan, kasus-kasus intoleransi, tidak bisa diselesaikan di sektor hilirnya saja tapi di sektor hulunya harus lebih disentuh dengan pendekatan Kurikulum Cinta (Media Indonesia, 30/7/2025 07:33).
Kurikulum berbasis cinta bertujuan untuk menanamkan spiritualitas cinta sebagai fondasi pendidikan karakter dan toleransi.
Kurikulum tersebut akan menjadi rahim yang melahirkan generasi muda yang mencintai Tuhan (hablum minallah), mencintai sesama manusia (hablum minannas), dan mencintai alam (hablum minal alam).
Kurikulum ini bukan hanya solusi teknis, tetapi juga jawaban moral dan spiritual atas krisis kebangsaan yang kehilangan keberanian, empati, dan keadilan.
Ia mengajak kita untuk melihat pendidikan bukan sebagai alat kontrol, tetapi sebagai ruang pembentukan jiwa yang merdeka dan manusiawi.
Para tokoh agama, sebagaimana diberitakan kitakatolik.com, Rabu (06/08/2025) merespons kasus-kasus intoleransi dengan kelima poin seruan moral:
(1) Kebebasan beragama dan beribadah adalah hak konstitusional yang dijamin pasal 28E dan pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
(2) Negara wajib hadir dan bertindak tegas mencegah kejadian serupa di masa depan.
(3) Aparat hukum dan keamanan diminta menindak pelaku kekerasan dan perusakan tempat ibadah.
(4) Pemerintah Pusat dan Daerah diminta bekerja sama dengan FKUB dan masyarakat dalam menjaga toleransi dan menjamin rumah ibadah sebagai tempat damai.
(5) Tokoh agama diminta untuk mengajak umat agar menjaga kerukunan dan tidak mudah terprovokasi oleh hasutan yang memecah belah.
Saat Dunia Memberi Teladan