Melalui pendidikan, orang dibebaskan dari ikatan-ikatan primordial yang menjamin kepastian semu menuju kedewasaan pergaulan lintas batas.
Membuka Lapangan Kerja dan Balai Pengobatan
Pater Wolters bersama dua rekan misionaris lainnya menyewa tanah yang cukup luas milik pemerintah saat itu untuk digarap oleh alumni sekolah misi.
Hal tersebut merupakan upaya untuk memberikan lebih banyak peluang kerja kepada mereka.
Lebih dari setengah luas lahan tersebut digunakan untuk budidaya tanaman kapuk yang sangat menjanjikan kala itu. Kemudian, sisa lahan yang masih kosong difungsikan untuk budidaya tanaman hortikultura, padi, dan jagung.
Periode awal perkebunan misi yang terletak di Weelonda itu sangat berhasil dan membantu perkembangan ekonomi masyarakat (baca: umat Katolik).
Sementara itu, masing-masing alumni yang bekerja di perkebunan misi tersebut mendapatkan upah sebesar 25 gulden (baca: mata uang Belanda masa itu).
Tiga misionaris Societas Verbi Divini, termasuk Pater Wolters juga mendirikan semacam balai pengobatan. Banyak masyarakat yang datang berobat, termasuk orang-orang yang non-Katolik.
Pater Wolters bersama rekan-rekannya sungguh memikirkan kesehatan rakyat, bukan hanya berfokus pada pendidikan dan peningkatan kehidupan ekonomi.
Pater Wolters dalam Kesan Rekan-Rekan
Pengabdian Pater Wolters yang amat singkat di ladang misi Sumba meninggalkan jejak-jejak yang amat mengesankan bagi rekan-rekannya.
Ada sebanyak tiga orang misionaris Societas Verbi Divini yang memiliki pengalaman perjumpaan dengan Pater Wolters selama enam tahun berkarya di Sumba. Mereka adalah Pater Limbrock, Pater de Zwart, dan Bruder Arnold.
Pertama, Pater Limbrock yang memimpin para misionaris Societas Verbi Divini di Weetebula.
Denyut kebahagiaan karena kehadiran dan gebrakan-gebrakan dalam dunia pendidikan yang dilakukan oleh Pater Wolters mendorong Pater Limbrock untuk menulis surat kepada pimpinan Societas Verbi Divini di Roma pada akhir Juni 1935.
“Pada bulan Pebruari 1934 akhirnya kami dapat pembantu dalam diri Pater J. Wolters, seorang tenaga yang muda dan boleh diandalkan. Kedatangannya memang sangat dibutuhkan. Sekarang semua berjalan jauh lebih lancar. Pada bulan Agustus dan September dua sekolah telah dapat dibuka, berkat kiriman bantuan dari Pater Jenderal. Sekali lagi kami mengucapkan banyak terimakasih”, ungkap Pater Limbrock dalam surat tersebut.
Kedua, Pater de Zwart. Menurutnya, Pater Wolters memiliki peranan besar dalam kemajuan misi di Sumba saat itu. Ia menyemangati para murid Vervolgschool di Weetebula. Mereka juga diberikan petunjuk untuk menerapkan pengetahuan yang mereka dapatkan itu di kampung masing-masing.
Ketiga, Bruder Arnold memberikan kesaksian setelah Pater Wolters wafat. Ia menulis demikian, “Apa yang telah dikerjakan oleh Pater Wolters di Sumba begitu hebat sehingga orang hampir tidak dapat percaya. Almarhum itu seorang misionaris sejati. Jarang saya melihat seorang misionaris seperti dia”.
Beberapa saat sebelum Pater Wolters menghembuskan napas terakhir, ia meminta semua orang yang hadir pada saat itu agar mendaraskan “Te Deum” setelah ia wafat. Menurut dia, doa tersebut adalah ungkapan syukur kepada Tuhan atas karunia ayah dan ibunya.
Berkat kedua orang tua yang telah mendidik dan memupuk iman Katolik yang kokoh dalam dirinya sehingga ia bisa menjadi seorang misionaris sejati di Tanah Sumba. Terima kasih, Pater Wolters. Maringina. (*)
Buku Referensi
1. Ceritera Sejarah Gereja Katolik Sumba dan Sumbawa;
2. Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942. Jld. II;
3. Sejarah Gereja Katolik di Sumba dan Sumbawa.
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News