Opini

Opini: Sudahkah Kita ke Perpustakaan Hari Ini?

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Edwin Yulisar

Hatta adalah gambaran orang yang bersahabat dengan buku. Perpustakaan dan toko buku bagaikan rumah kedua baginya. 

Beliau bukan hanya memiliki kecerdasan akademik yang unggul tetapi juga memiliki daya nalar kritis di atas rata-rata. 

Capaian keberhasilan Bung Hatta terlihat mulai dari memperjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga mampu melahirkan ide-ide untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang tak lekang oleh zaman seperti Koperasi Indonesia.

Koperasi bukan hanya menjadi penemuan jenius namun juga menjadi mahakarya artistik hasil pikiran Hatta yang berhasil diimplementasikan secara masif untuk kepentingan bangsa dengan berlandaskan Pancasila. 

Mohammad Hatta bukan hanya mampu melahirkan konsep namun juga sukses mengaktualisasikan intisari bacaannya menjadi sebuah tindakan untuk kesejahteraan komunal rakyat hingga ke akarnya. 

Jadi, peran guru harus segera dan terus melakukan improvisasi kemampuan Bung Hatta dengan menempa siswa menemukan ide dari bacaan dan mengaktualisasikannya dengan perbuatan, bukan hanya mengajarkan sebuah kata-kata hafalan tanpa makna.

Meminjam perkataan Sri Haldoko di artikel Kompas.id (20/7/25) yang berjudul, “Anak-Anak yang Tak Lagi Bisa Membaca Dunia”, mengungkapkan bahwa kalau tak ada lagi yang percaya pada keajaiban kata, siapa lagi yang akan mengajarkannya? 

Kita tak bisa membaca dunia jika kita tak mencintai kata. Orang tua dan guru harus terus konsisten dalam mengajarkan bahwa membaca bukanlah jalan sunyi namun jalan mencari arti, membuka gerbang dunia yang lebih luas, lebih kaya dan lebih manusiawi. 

Oleh karena itu, perpustakaan akan terus menjadi wadah pertarungan akal dan aktualisasi konsep serta ide lintas generasi. 

Orang tua dan guru harus terus konsisten menjadi garda terdepan memupuk rasa persahabatan siswa terhadap buku bacaan di perpustakaan daripada hanya menatap layar ponsel pintar dan membicarakan tren-tren viral tak jelas agar tidak ketinggalan zaman. 

Bangsa ini harus kembali melahirkan Mohammad Hatta-Mohammad Hatta versi masa depan sebagai role model terbaik dalam mengaktualisasikan ide briliannya demi kepentingan rakyat banyak melalui bacaan-bacaan di perpustakaan. 

Namun, sebelum itu, guru maupun orang tua harus sudah menjadi suri tauladan terbaik sebagai agen penggiat literasi dan siap menahbiskan diri berkomitmen untuk mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045 dengan baris tera Cinta Perpustakaan. 

Dari segala harapan tersebut muncul pertanyaan reflektif sebagai langkah awal tindak-tanduk kita sebagai guru. 

Sudahkah kita meluangkan waktu untuk membaca buku di perpustakaan hari ini kemudian mengaktualisasikan ide bacaan tersebut menjadi tindakan untuk memperbaiki daya pikir siswa? 

Atau hanya menyuruh anak-siswa kita membaca di sana tanpa tahu isi dan intisari buku yang ditugaskan? (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkini