Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Budiman
POS-KUPANG.COM, WAINGAPU- Angka Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT mencapai ribuan anak.
Kondisi ini berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik) jenjang SD dan SMP.
Mengatasi kondisi tersebut pemerintah Kabupaten Sumba Timur melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumba Timur membuka sekolah paralel.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Dikbud Sumba Timur, Erwin Pasande saat ditemui POS-KUPANG.COM di ruang kerjanya pada Selasa (15/7/2025).
“Berdasarkan data Dapodik SD-SMP, seribuan anak yang tidak sekolah,” kata Erwin.
Baca juga: Sumba Timur Terima Bantuan Alsintan dari Kementerian Pertanian
Ia mengungkapkan ada berbagai alasan anak di Sumba Timur tidak sekolah.
Di antaranya faktor ekonomi dan jarak tempuh rumah dan sekolah yang jauh.
Bahkan ada jarak rumah dan sekolah sejauh 3-4 kilometer. Jika pergi pulang menjadi 8 kilometer.
Kondisi itu ada di Kecamatan Pinu Pahar, Kecamatan Kahaungu Eti, Kecamatan Mahu, dan Kecamatan Matawai La Pawu.
“SMP sebagian besar di kecamatan. Jarak ada yang 3-4 kilometer. Belum PP (pergi-pulang),” ujar Erwin.
Baca juga: Polres Sumba Timur Mulai Gelar Operasi Patuh Turangga 2025
Saat ini, Kabupaten Sumba Timur memiliki sebanyak 54 unit Taman Kanak-kanak (TK), 263 unit Sekolah Dasar (SD), dan 77 unit Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Namun, jumlah tersebut belum bisa mengatasi angka tidak sekolah.
Pemerintah kabupaten lanjut Erwin, terus berupaya menekan angka ATS tersebut.
Salah satunya dengan menyelenggarakan program kesetaraan seperti Paket C untuk tingkat SMP.
“Yang putus sekolah dengan program kesetaraan mengikuti Paket C. Tahun ini sudah enam PKBM buka kelas di kecamatan. Sehingga yang putus sekolah bisa ikut pendidikan di jenjang masing-masing,” jelasnya.
Sementara untuk yang belum sekolah, Dinas Pendidikan terus membangun satuan pendidikan yang dekat dengan pemukiman terutama di wilayah dengan topografi bukit, lembah dan jauh.
Baca juga: Bupati Sumba Timur Imbau Tanam Pangan Lokal di Pekarangan Rumah dan Lahan Kosong
“Salah satu cara ya membuka satuan pendidikan seperti kelas paralel atau sekolah jarak jauh yang terus di evaluasi,” ungkapnya.
Sekolah paralel adalah unit pendidikan yang dibuat dengan swadaya masyarakat yang menjadi bagian dari perpanjangan sekolah. Lokasinya jauh dari sekolah utama.
“Kalau sudah layak untuk unit sekolah baru, kita berikan izin operasionalnya,” tuturnya.
Sekolah paralel ini berlaku untuk siswa SD kelas 1,2 dan 3 yang jarak pemukiman dengan sekolah minimal 3 kilometer.
“Nanti gurunya dari sekolah induk daerah itu. Ketika naik kelas 4, ia kembali ke sekolah utama,” lanjutnya.
“Kalau ada potensi dan perkembangan kita jadikan sekolah reguler dengan mendirikan bangunan sekolah, sediakan fasilitas, memberikan izin operasional, NPSN dan bantuan perlengkapan lainnya,” kata Erwin.(DIM)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS