Sesaat setelahnya Lukas dengan hati-hati mengeluarkan uang dari saku dan
menyerahkannya dengan dua tangan. Wajahnya menunduk.
Opa Markus, maaf, saya terlambat. Opa Markus menerimanya tanpa banyak
komentar. Ia tersenyum tipis, lalu menepuk bahu Lukas.
Saya tahu kamu orang baik, Lukas. Kamu datang bukan karena ditekan, tapi karena punya hati. Itu yang saya hormati.
Mereka duduk berdua di bawah pohon mangga yang mulai berbunga. Angin pagi
menghembuskan daun-daun kering jatuh perlahan.
Tak banyak yang mereka bicarakan setelah itu. Tapi sesuatu dalam diri Lukas terasa lebih tenang. Seperti beban yang perlahan-lahan dilepas.
Sejak hari itu, Lukas tak pernah menunda urusan seperti itu lagi. Ia tahu, utang bukan sekadar angka. Tapi soal janji, soal kepercayaan, dan soal harga diri. (*)
* Penulis asal Riominsi, tinggal di Merville, Manila
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News