Namun kesimpulan ini terlalu prematur, karena ia menilai banyak faktor yang mempengaruhi fenomena ini, dan itu butuh kajian akademik lebih lanjut.
Berdasarkan data, tingkat partisipasi pada pilpres dan pileg Bulan Februari 2024 lalu di Kabupaten TTU mencapai 75 persen.
Sedangkan, pada Pilkada Bulan November 2024 lalu turun menjadi 68,21 persen. Dari data tersebut tercatat ada penurunan mencapai 6,70 persen.
Data tersebut belum menunjukkan karakteristik para pemilih yang tidak menggunakan hak politiknya, misalnya; dari aspek usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, asal daerah dan lain sebagainya.
Ketika data tersebut diperoleh maka bisa diberikan solusi sesuai dengan karakteristik pemilih. Idealnya partai politik mengusung kandidat yang berkualitas dan dikenal masyarakat. Secara garis besar hal ini dirasa penting untuk meminimalisir pemilih yang golput.
Ia berpendapat bahwa pemilih di TTU berada dalam spektrum antara sosiologis dan rasional. Sebagian yang telah masuk ke spektrum rasional biasanya sangat cair, sehingga ketika tidak ada kandidat yang layak dia tidak ragu-ragu untuk menggunakan hak politiknya untuk tidak memilih. Biasanya pemilih seperti ini adalah orang-orang yang tingkat pendidikannya relatif tinggi dan tinggal di kota.
Pendidikan politik juga penting dilakukan sejak dini untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menggunakan hak pilih dalam pemilu sebagai warga negara.
Aspek ini menjadi tantangan bagi KPUD untuk terus meningkatkan kerja sama dengan sekolah-sekolah dan menggunakan berbagai media yang mudah dijangkau oleh masyarakat sampai ke pedesaan dan dengan cara penyampaian materi-materi yang mudah dipahami oleh masyarakat.
Upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat ini penting karena sangat berpengaruh terhadap legitimasi seorang kandidat terpilih.
Dian mengakui bahwa belum ada kajian akademik tentang alasan mendasar fenomena menurunnya partisipasi pemilih.
Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan terhadap fenomena politik di Kabupaten TTU bahwasanya ada beberapa variabel yang mempengaruhi fenomena tersebut, yaitu; masalah administrasi, misalnya mengalami kendala dalam mengurus perpindahan TPS karena alasan studi, tugas dan karena pekerjaan, partai politik dan masyarakat mungkin sedang mengalami kejenuhan, karena pendeknya rentang waktu pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif di Bulan Februari dengan pelaksanan pilkada serentak di bulan November.
Pemilih menilai tidak ada kandidat yang cocok atau layak memimpin daerahnya dan kurang merepresentasi kebutuhan dan kepentingan pemilih.
Di sisi lain Partai politik dinilai gagal mengusung kandidat yang merepresentasikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, karena sistem seleksi yang cenderung elitis akibat kekuasaan partai tersentral di ketua umum partai politik.
Mesin partai politik juga dinilai bekerja kurang maksimal, sehingga kandidat terkesan bekerja sendiri dan hanya mengandalkan relawannya, akibatnya masyarakat kurang mengenal kandidat tersebut. Partai politik juga disebut gagal melakukan kaderisasi. Hal ini melahirkan kesan partai politik kurang memperhatikan aspek kualitas kandidat.
Baginya, enam point di atas memiliki efek yang sangat signifikan terhadap sikap masyarakat dalam memaknai pemilu. Faktor ini akan menciptakan krisis kepercayaan masyarakat terhadap para stakeholder yang terkait dengan pelaksanaan pemilu terutama pihak penyelenggara dan peserta pemilu.
"Ini tantangan bagi KPUD untuk terus melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemilu untuk perbaikan kinerja ke depan,"ungkapnya.