Berita Sabu Raijua
Kompleksitas Persoalan Air di Sabu Raijua dalam Diskusi
Sumur untuk sumber air bersih ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Sabu Raijua sejak nenek moyang mereka.
Penulis: Agustina Yulian Tasino Dhema | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Asti Dhema
POS-KUPANG.COM, SEBA - Setiap sore di salah satu sumur di Desa Menia, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua ibu-ibu dan anak-anak menunggu giliran untuk timba air. Mereka mengantre dari pagi hingga sore sampai kebutuhan air bersih mereka terpenuhi. Hal ini dilakoni setiap hari.
Sekitar pukul 17.00 wita, seorang ibu bersama anak gadisnya duduk di samping sumur menatap ember dan jeriken yang melingkari mulut sumur. Hari itu suasana sumur cukup ramai meski debit air sumur berkurang, sementara kebutuhan air tiap keluarga cukup tinggi.
Nape, wanita asal Manggarai Timur yang menikah dengan pria Sabu dan sudah puluhan tahun tinggal di pulau tersebut. Ia pindah ke Menia (ibukota kabupaten Sabu Raijua) dari Seba sejak 2011.
Sejak itulah ia menimba air di sumur tetangganya ini. Sumur sedalam 20 meter dikhususkan bagi 20 kepala keluarga. Setiap hari mereka bergantian menimba air.
Saat musim kemarau tiba, volume air sumur juga akan berkurang. Mereka akan antre di sumur lebih lama dari biasanya untuk mendapatkan jatah air. Ia rela meninggalkan pekerjaannya sebagai penjual sayur.
Dalam sehari, ia bersama anak-anaknya menampung air sumur sebanyak dua drum bekas aspal yang digunakan untuk mandi, cuci dan masak.
Mengambil air di sumur menjadi kewajibannya setiap sore selepas anak-anaknya sekolah karena baginya cukup merepotkan anak-anaknya jika harus timba air sama pagi hari.
"Kalau musim kemarau air berkurang. Kalau tidak, isi sendiri tangki berarti tidak minum air," ungkapnya.
Sebelum beralih ke sumur, untuk mendapatkan air bersih, Nape membeli air tangki dengan harga Rp 100.000 per tangki 6.000 liter selama satu bulan. Dalam sebulan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekeluarganya, ia membutuhkan dua tangki air. Kalau dikalkulasi, dalam setahun Nape membayar biaya air bersih Rp 2,4 juta.
"Di Sabu kalau tidak ada uang, berarti tidak ada air," ujar Nape saat ditemui di kediamannya pada Jumat, 29 November 2024 lalu.
Kondisi ini akan berbeda, jika air PDAM di desa Menia masih beroperasi. Air PDAM sempat beroperasi di Sabu Raijua yang dialirkan dari kolam mata air Ei Mada Bubu, salah satu mata air di Desa Menia, Sabu Barat namun hingga saat ini belum beroperasi di wilayah tempat tinggalnya.
Nape mengungkapkan, sejak air PDAM tidak beroperasi, mereka sempat menggunakan sumur bor yang kemudian juga rusak. Kondisi ini membuat mereka kembali memanfaatkan sumur gali.
Sumur untuk sumber air bersih ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Sabu Raijua sejak nenek moyang mereka.
Perempuan yang setiap hari menjual sayur ini mengungkapkan niatnya ingin memiliki sumur namun biaya yang dibutuhkan sangat besar baginya. Katanya, untuk menggali satu sumur, ia harus menyiapkan uang sekitar Rp 20 juta tergantung kondisi tanah galiannya.
Akses Jalan Depe-Raemude Hampir Putus, DPRD Sabu Raijua Respon Cepat |
![]() |
---|
Pulau Dana Spot Wisata Baru di Sabu Raijua dengan Hamparan Pasir Putih dan Dua Danau Nan Indah |
![]() |
---|
Dinas PU Sabu Raijua Targetkan Realisasi Anggaran Capai 95 Persen Hingga Akhir Tahun 2024 |
![]() |
---|
Parade NTT Bertenun Gambaran Semangat Kebersamaan di Sabu Raijua NTT |
![]() |
---|
Pemkab Sabu Raijua Prioritas Pembangunan Jalan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.