POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menemukan berbagai bentuk kecurangan baru terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di 10 provinsi. Kecurangan itu mulai dari pemalsuan kartu keluarga (KK) hingga adanya diskriminasi.
Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais mengatakan terdapat persoalan-persoalan yang cukup menonjol yang pihaknya temukan dalam pelaksanaan PPDB di sejumlah wilayah tanah air.
"Ini adalah hal-hal yang cukup menonjol di mana kalau ditanya apakah tidak ada di semua provinsi? Ada. Tapi ini yang cukup menonjol, karena yang lain adalah masalah klasik," ucap Indraza dalam jumpa pers di kantornya Ombudsman, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).
Ia kemudian memaparkan sejumlah temuan didapati perihal PPDB tersebut, salah satunya soal jalur prestasi. Pada jalur itu kata Indraza, terdapat beberapa peserta PPDB yang melakukan penyimpangan prosedur daripada jalur prestasi tersebut. Persoalan itu ditemukan di wilayah Palembang, Sumatera Selatan.
"Dikarenakan apa? Karena banyak yang menggunakan dokumen aspal. Asli tapi palsu. Di mana sertifikat-sertifikat itu dikeluarkan baik dari dinas maupun induk olahraga. Yang memang sengaja dibuat, padahal tidak pernah ada prestasinya, tidak pernah ada perlombaannya," ucapnya.
Imbas temuan tersebut dijelaskan Indraza bahwa setidaknya terdapat 911 siswa yang harus dianulir buntut persoalan jalur prestasi pada PPDB di tingkat SMA.
Persoalan lain yang ditemukan Ombudsman adalah adanya unsur diskriminasi yang dilakukan pihak sekolah terhadap peserta PPDB. Dalam kasus tersebut terdapat praktik yang memasukan nilai tahfidz sebagai syarat masuk pada Sekolah Menengah Atas (SMA) umum. "Itu menjadi diskriminasi karena belum tentu semua siswa itu adalah muslim," kata Indraza.
Baca juga: Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek Soroti Perihal Penerapan Sistem PPDB
Kemudian ucap Indraza terdapat juga persoalan mengenai manipulasi dokumen dalam penggunaan jalur zonasi di PPDB. Menurutnya, masalah yang terjadi sama seperti tahun lalu. Dia mengatakan masih banyak yang menitip anak di kartu keluarga (KK) dengan status famili lain. Ada pula yang memalsukan KK.
Temuan itu didapati Ombudsman di wilayah Yogyakarta, di mana terdapat beberapa peserta didik menggunakan kartu keluarga (KK) palsu demi bisa masuk ke sekolah pilihan.
"Ini masih sama seperti tahun lalu ternyata masih banyak yang menitipkan KK dengan status family lain lalu juga adalah pemalsuan dugaannya adalah pemalsuan KK," ujarnya.
Masalah PPDB juga ditemukan di Bali. Ombudsman menemukan adanya penyalahgunaan jalur afirmasi di provinsi tersebut, yakni dengan menambah jumlah SMA 'fiktif'.
Dia mengatakan Dinas Pendidikan Bali sebenarnya punya tujuan bagus, yakni menambah daya tampung SMA. Namun, bangunan SMA-nya belum ada sehingga memicu permasalahan.
"Jadi, mereka menumpangkan dengan SMA-SMA lain. Itu menjadi protes bagi asosiasi SMA swasta. 'Kenapa nggak kami yang dirangkul? Kenapa harus buat sekolah tambahan seperti itu?' Yang akhirnya diselesaikan oleh dinas, antara dinas dan asosiasi sekolah swasta," ujarnya.
Di Maluku Utara, Ombudsman menemukan penambahan rombongan belajar dengan mengalihfungsikan ruang laboratorium. Dia menyebut hal itu mengakibatkan sekolah memakai laboratorium sebagai ruang kelas.
"Padahal, sebenarnya sudah dijelaskan dalam Keputusan Sekjen Kemendikbud Ristek bahwa penambahan rombel (rombongan belajar) itu hanya boleh dalam kondisi khusus. Misalnya, sudah tidak ada lagi sekolah di daerah tersebut, tetapi banyak beberapa daerah melakukan penambahan rombel di luar aturan yang sudah ditetapkan," ucap Indraza.
Baca juga: PPDB Jadi Sorotan Ombudsman RI, Perlu Perbaikan Sistem