Uskup Agung Kupang

Beredar Nama Calon Uskup Agung Kupang Pengganti Mgr Petrus Turang, Vatikan Umumkan pada 9 Maret

Editor: Alfons Nedabang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Romo Roni Pakaenoni, Pr. disebut-sebut sebagai calon Uskup Agung Kupang pengganti Mgr Petrus Turang, Pr.

Seleksi Level Tahta Suci

Ketiga nama calon Uskup yang dikirim oleh Duta Vatikan dipelajari lebih lanjut oleh Paus, casu quo, Kongregasi Para Uskup yang secara khusus membantu Paus dalam berbagai urusan berkaitan dengan para Uskup (bdk. Pastor Bonus, art. 77) atau Kongregasi Untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa (bdk. Pastor Bonus, art. 89) untuk urusan yang berpautan dengan keuskupan di tanah misi.

Tugas Kongregasi adalah mempelajari usulan ketiga nama tersebut dan kualifikasi yang mereka miliki masing-masing. Kongregasi dapat meminta tambahan informasi atau dokumen tertentu kepada Duta Vatikan jika dipandang perlu.

Jika Kongregasi menolak ketiga nama tersebut, maka proses dimulai lagi dari awal. Jika tidak, maka Kongregasi tersebut akan memilih satu di antara ketiga nama yang diusulkan dan merekomendasikannya kepada Paus.

Ada dua kemungkinan: Paus menerima rekomendasi yang diberikan oleh Kongregasi, dan melalui Duta Vatikan menghubungi kandidat yang bersangkutan terkait pengangkatannya sebagai Uskup, atau kemungkinan lain, Paus dapat meminta nama lain untuk direkomendasikan. Paus dapat dengan bebas memilih sendiri Uskup di luar ternus yang ada.

Baca juga: Uskup Turang Minta Penerima Sakramen Krisma Mewartakan Kebaikan Allah Bagi Sesama

Kerahasiaan Proses Seleksi

Proses seleksi ini berlangsung secara rahasia, sub secreto pontificio. Semua yang terlibat dalam proses seleksi calon Uskup terikat pada kewajiban moral-yuridis untuk menjaga kerahasiaan (bdk. The Norms Episcopis facultas no. 14; bdk. Rescript of the Secretariat of State Secreta continere, dalam “AAS” 66 (1974) hlm. 89-92).

Mengapa ada kerahasiaan seperti ini? Ada dua alasan mendasar terkait kerahasiaan seleksi calon Uskup. Pertama, calon secara resmi tidak diumumkan bahwa namanya sedang dipertimbangkan untuk menjadi Uskup demi menghindari tekanan secara psikologis pada calon yang bersangkutan.

Jabatan Uskup adalah jabatan demi pelayanan (servitium) dan hal ini menuntut keberanian untuk memikul salib setiap hari.

Kedua, dengan merahasiakan proses seleksi calon Uskup, proses seleksi dilindungi dari intervensi pihak luar atau para suporter kandidat tertentu yang berusaha untuk melakukan ‘lobby’ tertentu.

Seorang imam yang ambisius dan memiliki unholy desire untuk menjadi Uskup tidak dapat melakukan “kampanye” terselubung demi merebut jabatan sebagai Uskup.

Tuntutan untuk menjaga kerahasiaan juga harus diperhatikan oleh mereka yang secara pribadi dimintai pendapatnya oleh Duta Vatikan untuk mengusulkan nama imam tertentu.

Mereka yang secara khusus diminta untuk memberikan penilaian diharapkan menjalankan hal ini dengan baik sesuai dengan hati nurani yang jujur.

Adalah merupakan perbuatan yang tidak etis secara moral dan merugikan secara prosedural jika membocorkan proses seleksi ini karena itu berarti bahwa proses seleksi harus dibuat dari awal.

Kita dapat melihat bahwa keseluruhan proses seleksi, mulai dari para Uskup se-provinsi gerejawi, Duta Vatikan, dan Paus dijalankan secara bebas tanpa campur tangan pihak lain atau muatan politis tertentu.

Paus memiliki hak untuk melihat terna yang diusulkan Duta Vatikan dan memutuskan secara pribadi siapa yang dipilihnya menjadi Uskup.

Proses yang ditempuh mulai dari level provinsi gerejani hingga penentuan terna membantu Paus dalam mengambil keputusan.

Namun, penting untuk diingat bahwa Paus tidak terikat secara hukum untuk memilih satu di antara ketiga nama yang diusulkan.

Baca juga: Resmikan Kapela St. Yoseph Hadatuwu Alor, Uskup Petrus Turang Harap Umat Menjaga Persaudaraan 

Dengan kata lain, Paus bebas untuk memilih nama lain di luar ketiga nama tersebut. Kan. 378, §2 secara tegas mengatakan, “Iudicium definitivum de promovendi idoneitate ad Apostolicam Sedem pertinent”, artinya penilaian definitif tentang kecakapan calon Uskup ada pada Tahta Suci.

Konsekuensi Yuridis Pastoral

Sekurang-kurangnya ada beberapa konsekuensi pengangkatan seseorang menjadi uskup oleh Paus.

Pertama, keputusan Paus bersifat definitif. Atas dasar itu maka seluruh umat beriman Katolik harus menerima keputusan tersebut dengan ketaatan kristiani dan terikat kewajiban untuk selalu memelihara persekutuan dengan Gereja dengan cara bertindak masing-masing (bdk. kan. 209, §1; kan. 212, §1).

Kedua, secara khusus bagi para klerus. Norma kanon 273 secara eksplisit menyatakan bahwa para klerus terikat kewajiban khusus (speciali obligatione tenentur) untuk menyatakan hormat dan ketaatan kepada Paus dan Ordinaris masing-masing.

Dalam konteks pengangkatan seorang Uskup untuk dioses tertentu, para klerus wajib taat terhadap keputusan Paus tersebut. Penolakan terhadap keputusan Paus merupakan sebuah bentuk ketidaktaatan berat dan dikenai sanksi kanonik tertentu jika, sesudah diperingati, tetap membandel dalam ketidakpatuhannya.

Kasus beberapa imam di Keuskupan Ahiara, Negeria, yang diancam suspensi oleh Paus Fransiskus karena menolak uskup terpilih hanya karena berasal dari daerah yang lain menjadi catatan kelabu dalam Gereja.

Ketiga, oleh karena Paus adalah otoritas tertinggi Gereja yang memiliki hak prerogatif untuk mengangkat Uskup, maka Paus juga yang memiliki wewenang untuk memberhentikan atau menerima pengunduran diri seorang Uskup.

Dengan kata lain, secara hukum kanon, tidak ada seorang atau lembaga atau negara mana pun yang berhak membatalkan keputusan Paus atau melakukan intervensi politis mendesak Paus menggantikan seorang Uskup yang telah diangkat secara sah. Demonstrasi menentang Uskup yang terpilih secara sah tidak dikenal dalam hukum Gereja. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkini