Kan, 377, §1 secara tegas menyatakan para Uskup diangkat dengan bebas oleh Paus, atau mereka yang terpilih secara legitim dikukuhkan olehnya. Hal ini memperlihatkan the bond of communion yang dimiliki di antara gereja-gereja partikular di seluruh dunia dan Gereja universal, di mana Paus adalah tanda kesatuan yang kelihatan.
Jika pengangkatan seorang Uskup merupakan hak Paus, pernyataan sederhana yang seringkali muncul adalah bagaimana Paus mengenal kelayakan seorang imam sebagai calon Uskup yang secara geografis berjarak ribuan mil jauhnya dari “radar” pantau Vatikan? Bagaimana Paus mengetahui dan yakin bahwa kandidat yang diusulkan might be a good choice untuk menjadi Uskup di tempat tertentu?
Baca juga: Uskup Agung Kupang Pimpin Misa Requiem Mgr Anton Pain Ratu SVD
Norma kan. 377, §2 menggarisbawahi mekanisme internal yang didesain untuk proses awal seleksi calon Uskup. Norma kanon ini menegaskan bahwa para Uskup provinsi gerejawi atau di mana keadaan menganjurkannya, Konferensi Para Uskup, melalui perundingan bersama dan rahasia menyusun daftar para presbiter, juga anggota-anggota tarekat hidup bakti, yang dinilai paling tepat untuk menjadi Uskup dan menyampaikannya kepada Tahta Apostolik.
Norma kanon yang sama, di sisi lain, menggarisbawahi hak setiap Uskup untuk secara pribadi menyampaikan kepada Tahta Apostolik daftar nama-nama para presbiter yang dianggapnya pantas dan cakap.
Daftar nama-nama ini harus dibuat secara berkala, sekurang-kurangnya setiap tiga tahun sekali agar tetap up to date sekalipun secara aktual tidak ada “sede vacante”di keuskupan tertentu.
Jadi, para Uskup yang tergabung dalam wilayah provinsi gerejawi, yang dipimpin oleh Uskup Agung/Uskup Metropolit (cf. kan. 431), harus mengisi daftar nama calon Uskup yang dianggap layak. Hal ini sangat membantu proses seleksi calon Uskup karena sudah tersedia daftar nama, jika sewaktu-waktu dibutuhkan sekaligus membantu setiap Uskup untuk memiliki informasi yang cukup memadai terkait imam yang direkomendasikan untuk menjadi Uskup.
Usulan nama-nama untuk dicalonkan sebagai Uskup tidak terbatas hanya dari kalangan imam diosesan, melainkan dapat juga dari tarekat religius tertentu yang dipandang layak.
Daftar nama-nama menjadi bahan referensi yang sangat membantu Tahta Suci jika dibutuhkan sewaktu-waktu di kemudian hari. Ketika waktunya tiba untuk memilih Uskup baru untuk keuskupan tertentu, para Uskup yang tergabung dalam wilayah provinsi gerejawi tersebut sekali lagi, secara lebih spesifik, menentukan beberapa nama.
Selanjutnya, para Uskup dari provinsi di mana keuskupan yang membutuhkan Uskup itu berada mengajukan beberapa nama calon kepada Tahta Apostolik melalui Duta Vatikan untuk selanjutnya diteruskan kepada Paus.
Peran Duta Vatikan
Proses seleksi calon Uskup tidak terlepas dari peran penting yang dimainkan oleh Duta Vatikan.
Beliau yang bertugas untuk menyampaikan atau mengajukan nama-nama calon kepada Paus dan juga menyelenggarakan proses informatif mengenai calon yang akan diangkat (bdk. kan. 364, 4°).
Baca juga: Mgr. Petrus Turang Minta Gereja Katedral Jadi Contoh Bagi Gereja Lain
Norma kanon 377, §3 lebih jauh menggarisbawahi beberapa hal penting yang perlu dilakukan oleh Duta Vatikan sebelum menindaklanjuti terna dari para Uskup provinsi dan juga pendapat dari Konferensi para Uskup, yakni: pertama, menyelidiki dengan saksama nama-nama calon dan latar belakangnya satu per satu sambil memperhatikan catatan dan pertimbangan dari Uskup Metropolit dan para uskup di wilayah provinsi gerejawi yang mengusulkan calon Uskup tersebut.
Kedua, mendengar pendapat beberapa orang dari Dewan Konsultores (bdk. kan. 502, §1) dan Kapitel Katedral (bdk. kan. 503) dan jika dinilainya berguna juga mendengar pendapat dari orang-orang lain dari kalangan klerus diosesan dan religius satu demi satu dan rahasia, termasuk pendapat awam yang unggul dalam kebijaksanaan.
Ketiga, atas dasar input dan pendapat yang masuk, membuat penilaian (votum) pribadi terkait nama-nama calon yang diusulkan untuk menjadi Uskup dan menyeleksi tiga nama (terna) untuk dikirim ke Vatikan.