Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang sudah 10 tahun melanggar aturan mengelola Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Alak.
Buntutnya kebakaran sering terjadi yang menyebabkan warga sekitar terganggu.
Di TPA Alak, Pemkot Kupang menggunakan metode open dumping atau pembuangan terbuka. Sistem ini sudah dilarang sejak tahun 2013 lalu.
Berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, harusnya TPA Alak menggunakan pola 3R atau reduce, reuse, recycle.
Dari undang-undang itu di pasal 44 menerangkan, Pemerintah Daerah (Pemda) harus membuat perencanaan penutupan TPA dengan sistem pembuangan terbuka paling lama satu tahun sejak UU itu berlaku.
Baca juga: Begini Kondisi TPA alak Kota Kupang
Sejak pemberlakuan undang-undang itu, Pemda termasuk Pemkot Kupang wajib menutup TPA dengan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 tahun.
Di sisi lain, dalam Pasal 45, menegaskan mengenai ketersediaan sarana pemilahan sampah di kawasan permukiman, komersial, industri, kawasan khusus, fasilitas umum, sosial dan lainnya yang belum memilikinya. Waktu penyediaan sarana ini paling lama satu tahun saat UU itu berlaku.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menuntut Pemkot Kupang agar taat dengan regulasi itu.
Kepala Divisi Pengelolaan SDA dan Kampanye WALHI NTT Yuvensius Stefanus Nonga menegaskan, WALHI NTT mendesak Pemkot Kupang untuk berhenti menggunakan pola open dumping.
"Untuk mengurangi juga potensi kebakaran di masa mendatang," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Jumat 10 November 2023.
Pemkot Kupang dituntut untuk menyusun langkah-langkah strategis mencegah kebakaran TPA terjadi di masa mendatang.
Baca juga: Walhi NTT Desak Pemkot Kupang Hentikan Pengelolaan TPA Alak Dengan Sistem Open Dumping
"WALHI NTT menuntut juga pemberian bantuan layanan kesehatan gratis dan bantuan lain yang dibutuhkan oleh masyarakat terdampak, termasuk pemulung yang kehilangan sumber penghidupannya," sambungnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Orson Nawa menyebut kebakaran yang terjadi pada area TPA sudah mulai terurai. Saat ini masih ada 9-10 persen kebakaran yang tersisa di TPA Alak, dengan setidaknya masih ada 4-5 titik api di lahan seluas hampir 7 hektar ini.
Pemadaman sendiri melibatkan sejumlah pihak yang tergabung dalam tim tanggap darurat penanganan TPA Alak. Adanya gas metan dan cuaca panas esktrim, ia menyebut ikut menjadi potensi terjadi kebakaran di TPA Alak.
Dalam kurun waktu tiga tahun belakangan, sudah dua kali kebakaran. Kali ini kebakaran lebih besar ketimbang sebelumnya.
"Memang metode kita di TPA ini open dumping, metodenya harus dirubah dan lebih masif lagi. Sehingga sampah tidak bertumpuk saja, ada pengelolaannya. Dalam waktu dekat kita tawarkan ke pihak ketiga yang berkeinginan mengolah sampah, paling tidak bisa terurai dan berkurang. Kalau tidak akan terjadi lagi kebakaran" kata dia terpisah.
Baca juga: Status Tanggap Darurat, TPA Alak Disarankan Jadi PLTS
Dalam perhitungan, tiap hari sampah yang masuk ke TPA Alak 86 ton sampah, menggunakan 36 truk dan 9 amrol. Sampah ini memang belum dipilah atau masih tercampur. Tiap truk akan bolak-balik lebih kurang tiga kali sehari membawa sampah dari tempat pembuangan sampah.
Tahun 2024 mendatang rencananya akan membangun TPA menggunakan dana direktif Menteri PUPR pada luas lahan 4 hektar lebih. TPA baru itu akan dilengkapi mesin pengolahan sampah atau menggunakan metode sanitarian.
Status kebakaran di TPA Alak sendiri sudah naik dari 'Siaga' menjadi 'Tanggap Darurat' setelah hampir sebulan mengalami kebakaran.
Kebakaran itu dimulai 13 Oktober 2023 sekitar pukul 14.20 WITA di lahan seluas 4,3 hektare ini. Area Pelabuhan Tenau dan Bolok, juga warga Kabupaten Kupang ikut terdampak.
Pada 23 sampai 28 Oktober 2023, warga yang geram melakukan blokade di jalan menuju ke TPA Alak. Mobil-mobil pengangkut sampah tak diizinkan masuk bila kebakaran itu tak diselesaikan Pemkot Kupang.
Baca juga: Soroti Kasus TBC Anak, Dinkes Kota Kupang Gandeng Unicef Gelar Workshop Peningkatan Kapasitas Nakes
Laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kupang menyebut 891 warga terdampak dan ada yang mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kupang menyebutkan dampak asap yang terjadi di TPA Alak, tidak hanya ISPA namun bila terus terjadi akan berdampak ke penyakit kanker.
Kepala Dinkes Kota Kupang drg. Retnowati menyebut kebakaran pada kawasan TPA Alak itu perlu ditangani. Penyakit lain berpotensi terjadi jika tidak cepat diurus persoalan itu.
"Dapat dilihat bila ISPA, ini tidak semuanya disebabkan oleh asap.
Apalagi area yang terdampak itu dari Kodim itu sudah menyampaikan kalau asap itu sudah sangat besar dan tidak hanya ISPA saja bisa berakibat penyakit lainnya seperti kanker, namun itu jangka panjang bila terus dihirup masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Ketua Komisi IV DPRD Kota Kupang Ajak Warga Manfaatkan BPJS Kesehatan
Sampah yang menumpuk di TPA Alak memang sudah melebihi kapasitas. Jika tidak ditangani, akan berimbas terutama kebakaran itu terus terjadi dan asap yang timbul pun pasti semakin banyak.
Sekalipun ada peningkatan kasus ISPA, sejauh ini belum ada masalah serius yang membutuhkan penanganan lebih lanjut di fasilitas kesehatan. Dinkes sendiri telah mengantisipasi kejadian itu sebelumnya.
Menurut dia, puskesmas yang ada di sekitar wilayah Alak melakukan patroli setiap pekan, selain adanya posko di kantor Kelurahan. Selain ISPA, penyakit lain seperti di mata, juga hingga kini belum ada laporan.
"Jadi untuk saat ini dampak ISPA sudah diantisipasi dari gejala-gejala awal, sehingga tidak menjadi rawan bagi masyarakat," kata Retnowati.
Baca juga: Pemkot Kupang Tetapkan Kebakaran TPA Alak Berstatus Tanggap Darurat, Warganet Sinis
Ketua Komisi IV DPRD Kota Kupang Theodora Ewalde Taek menyebut kejadian ini berulang. Dia yakin pemadaman tidak menyeluruh.
Cuaca ekstrim menjadi pemicu lainnya kebakaran di TPA Alak. Dia berharap Pemkot Kupang tidak kendor mengurai persoalan ini.
"Pemerintah tidak boleh putus asa menangani persoalan itu, dan tidak pernah berhenti langkah karena dampak ini akan terus dialami masyarakat sekitar," ujarnya.
Politisi PKB itu mendorong pemerintah untuk membuka layanan kesehatan bagi warga di samping masyarakat juga bisa menggunakan masker untuk melindungi diri.
"Tidak bisa pasrah dengan keadaan tapi upaya harus terus dilakukan oleh pemerintah," kata dia.
Warga sekitar TPA Alak, Norlina Neolaka (36) menyebut kondisi ini bukan kali pertama terjadi. Tahun lalu juga terjadi hal serupa. Ada aksi pemadaman tapi tidak tuntas. Api masih ada yang menyala.
"Kalau sudah kebakaran ini begini susah sekali untuk api mati, ini kita tunggu hujan saja yang siram kasih mati api," sebut dia.
Sebagai seorang pemulung di tempat itu, Norlina mengaku tetap beraktivitas. Sekalipun terganggu, ia tetap melakoni pekerjaan itu demi bertahan hidup, apalagi saat ini anaknya sedang bersekolah.
"Asap tebal juga kami tabrak masuk saja, kalau tidak kerja begini dan kalau mau duduk saja siapa yang mau kasih kami uang," ungkap ibu empat anak ini ditemui beberapa waktu lalu. (fan)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS