Ia berharap, Bupati TTU, Inspektorat Daerah dan Kejari TTU segera menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut.
Saat dikonfirmasi Mantan Kepala Desa Banuan, Hubertus Haki membantah adanya tuduhan tersebut.
Menurut Hubertus, pihaknya melalui pihak penyedia melakukan pemasangan meteran dan instalasi listrik di rumah warga yang dialokasikan dari anggaran dana desa.
Baca juga: Lakmas CW NTT Desak Inspektorat TTU Audit Pengelolaan Keuangan PD Cendana Bhakti
Ia menegaskan bahwa, setelah berjalannya waktu bendahara membayar anggaran pembayaran meteran dan instalasi listrik kepada pihak penyedia tanpa instruksi dari dirinya.
"Saya tidak pernah perintah kepada bendahara untuk membayar ke pihak penyedia tetapi dia melakukan itu. Instruksi saya harus bayar ke PLN. Karena PLN itu yang mempunyai kewenangan untuk memproses meteran dari perusahaan," ujar Hubertus.
Dikatakan Hubertus, dirinya dan BPD telah meminta bendahara untuk meminta penyedia menyelesaikan pemasangan meteran dan instalasi listrik yang tersisa.
Selain itu, perihal pengadaan sumur bor pada tahun 2018 lalu, lanjutnya, dikerjakan oleh pihak penyedia jasa namun terdapat hambatan dalam pengeboran.
Baca juga: Korupsi Dana Desa Fatutasu, Kejari TTU Limpahkan Berkas Perkara ke Pengadilan
Oleh karena itu, pengeboran sumur itu tidak dilanjutkan oleh pihak penyedia jasa. Meskipun demikian, anggaran yang sudah dialokasikan untuk pengeboran sumur ini tidak dicairkan namun dijadikan Silpa.
Ia mengakui bahwa, pada tahun 2019 muncul aturan baru dari Pemerintah Pusat bahwa dana Silpa sejak tahun 2015 mesti disetorkan kembali ke rekening.
"Jadi mau tidak mau, sisa dana itu kita harus setor kembali ke rekening negara. Dan hal itu kami sudah lakukan pada tahun 2019 lalu," jelasnya.
Hubertus juga menuturkan bahwa, dalam pemeriksaan yang dilakukan setiap tahun oleh pihak Inspektorat, dirinya memastikan bahwa, tidak ada kejanggalan (pengelolaan Dana Desa) yang dibuat.
"Kalau meteran listrik itu kesalahan bendahara," katanya. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS