Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengaku akan mengikuti arahan Pemerintah pusat terkait dengan klaim Pulau Pasir.
"Bila Pemerintah pusat bilang itu sah milik Australia ya kita ikut. Kita prinsipnya ikut Pemerintah pusat," kata Viktor di Gereja Paulus Kota Kupang, Kamis 3 November 2022.
Ia menjelaskan, batas negara merupakan sebuah kedaulatan. Sehingga Pemerintah provinsi tidak mungkin mengklaim itu, apalagi perjanjian bilateral itu ditandatangani Pemerintah pusat melalui kepala negara ataupun pihak berwenang lainnya.
Mengenai sejarah, Viktor Laiskodat menyampaikan hal itu bisa saja. Meski begitu, bagian itu harus diproses pada tingkat antar negara.
"Menteri luar negeri sudah mengkalim itu adalah milik Australia, karena kita akan terhambat disitu," tambah dia.
Dia juga memberi ruang bagi kelompok masyarakat yang akan melakukan gugatan ke pengadilan Canberra Australia. Baginya itu merupakan sebuah momentum jika bisa dikabulkan sehingga dilaksanakan renegosiasi.
Baca juga: Klaim Masyarakat Adat Laut Timor Keliru, Pulau Pasir Tak Pernah Masuk Administrasi Hindia Belanda
Kesepakatan ulang itu, berkaitan dengan peninjauan kembali terkait dengan Ratifikasi.
Sebelumnya, tokoh masyarakat adat NTT, Ferdi Tanoni mempertanyakan klaim sepihak yang dilakukan oleh Australia terhadap Pulau Pasir.
Dia menyebut, pulau itu pertama kali didatangi oleh seorang pelaut sejak tahuh 1642. Sejak itu nelayan disekitar ikut datang ke gugusan pulau Pasir.
"Sampai tahun 1974, saat itu Indonesia dan Australia menandatangani MoU. Ini bukan perjanjian bukan apa-apa, terus datang lagi MoU tahun 1981 hingga puncaknya 1997," jelasnya, dihubungi, Kamis 3 November 2022.
Di tahun 1997 juga, Ferdi menuturkan, Pemerintah pusat melakukan penandatanganan bersama Australia terkait dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan batas tertentu di pulau Pasir.
Perjanjian, kata dia, tidak ditindaklanjuti. Artinya, Pemerintah kedua negara tidak melanjutkan perjanjian itu dalam kesepakatan lanjutan.
Baca juga: Soal Pulau Pasir, DPRD NTT Minta Perlu Ada Review dan Perundingan
Ferdi justru menyebut Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) RI yang tidak paham soal latarbelakang pulau Pasir.
Pihaknya berencana membawa masalah ini ke pengadilan Canberra Australia. Karena, di Pemerintah setempat telah menganggap masyarakat adat sebagai sebuah hukum positif.
Sejumlah perjanjian itu, menurutnya diketahui oleh pemerintahan yang saat itu dijabat Presiden Soeharto.
Dalam MoU itu juga telah disampaikan agar pemanfaatan pulau Pasir tidak dilakukan secara sepihak seperti yang dilakukan oleh Australia.
"Dalam perjanjian UNCLOS, itu kita punya. Kalau batas antar negara laut kurang 400 mil laut, maka dipakailah garis tengah," sebutnya.
Ferdi menuding pernyataan dari Kemenlu secara sporadis.
Baca juga: Tokoh Masyarakat Adat NTT Pertanyakan Klaim Sepihak Pulau Pasir Oleh Australia
"Tidak ada dasarnya. Dia omong sembarang itu. Harusnya tanya dulu, jangan sembarang ngomong. Indonesia ini negara besar dan banyak pulau. MoU waktu itu bukan kau yang teken, itu pak Harto," jelas Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) ini.
Ferdi mengaku akan mendatangi Kemenlu untuk membahas hal ini. Dia juga menyebut, telah melakukan pernyataan terbuka kepada presiden Jokowi.
Diketahui, Ferdi Tanoni adalah pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia juga yang melakukan gugatan terhadap tumpahan minyak oleh Australia di laut Timor dalam kasus Montera.
Dikutip dari Kompas.com, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menegaskan bahwa Pulau Pasir milik Australia.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Abdul Kadir Jaelani untuk merespons perdebatan mengenai kepemilikan Pulau Pasir.
“Pulau Pasir merupakan pulau yang dimiliki Australia berdasarkan warisan dari Inggris,” ujar Jaelani, dikutip dari akun Twitter miliknya, @akjailani, Senin (24/10/2022). (Fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS