Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Mahasiswa Cipayung di Kota Kupang menggelar aksi demonstrasi di DPRD NTT.
Aksi itu dilakukan untuk kedua kalinya setelah sebelumnya tidak berhasil bertemu pimpinan dan anggota DPRD NTT. Aksi itu buntut dari kenaikan harga BBM bersubsidi.
Demonstrasi digelar, Kamis 15 September 2022 sekira pukul 11.00 Wita. Massa aksi long march dari depan Mapolda NTT menuju kantor DPRD. Tiba di DPRD, masa aksi berorasi tidak lebih dari satu jam.
Baca juga: DPRD NTT Minta Kepolisian Jangan Tebang Pilih Berantas Perjudian
Perwakilan Sekwan meminta utusan masa aksi beraudiensi dengan Wakil Ketua DPRD, Alo Malo Ladi, ketua Komisi III DPRD NTT, Jonas Salean, anggota DPRD Viktor Mado Watun dan beberapa dewan lainnya.
Saat beraudiensi Ketua HMI, Ibnu Tokan, menyampaikan ia bersama pimpinan Cipayung lainnya datang ke DPRD meminta tegas DPRD agar bersama-sama dengan mahasiswa Cipayung menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.
Ibnu mendorong agar DPRD dan Cipayung Kota Kupang bisa bersepakat untuk sama-sama menolak kenaikan harga BBM. Ia menilai kenaikan harga BBM bersubsidi memang menyengsarakan rakyat.
"Harapannya adalah ada komitmen bersama dengan DPRD NTT dan menjadi rekomendasi ke DPR RI untuk dibahas," sebutnya.
Ia menerangkan, Cipayung di Kupang juga telah berkoordinasi dengan pengurus Cipayung di daerah lain. Hasilnya adalah beberapa daerah di Indonesia telah sepakat untuk sama-sama menolak dengan kenaikan BBM bersubsidi dengan anggota dewan.
Baca juga: Bayar DP Mobil Selingkuhan & Berjudi Togel, Dana Covid-19 Senilai Ratusan Juta Ditilep Oknum Kades
Dia beralasan, kondisi NTT dengan berbagai macam persoalan harusnya menjadi pertimbangan agar DPRD NTT sejalan dengan masyarakat yang diwakili Cipayung.
Ibnu kembali menegaskan agar Cipayung dan DPRD kompak untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Menurutnya harga BBM bersubsidi yang melambung bisa menambah beban masyarakat miskin yang masih terasa pasca pandemi dan berbagai macam persoalan yang ada.
Ketua GMNI Cabang Kupang, Cristin Banase, menyoroti persoalan BBM di Sabu Raijua dan Lembata. Menurutnya, dua Kabupaten itu justru sudah merasakan gejolak BBM sebelum kenaikan harga. Kondisi ini akan diperparah ketika adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.
Disampaing itu, Cristin menilai, momentum kenaikan harga BBM bersubsidi tidak tepat. Ia beralasan kondisi pandemi covid-19 yang baru saja usai, masyarakat kembali diperhadapkan dengan beban baru yakni harga BBM.
Melihat situasi ditengah masyarakat yang belum juga utuh perekonomiannya, Cristin berharap agar DPRD NTT juga bersuara agar pemerintah pusat bisa kembali mempertimbangkan kebijakan yang mencekik itu.
Baca juga: Suami Wakil Ketua DPRD NTT Meninggal Dunia
Ketua PMII, PMKRI, dan GMKI, juga menegaskan hal yang sama. Ketiga pimpinan itu mendorong DPRD NTT dan mahasiswa Cipayung Kota Kupang untuk bersepakat agar sama-sama menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.
Perihal BBM yang menjadi salah satu kebutuhan masyarakat agar tidak dipandang sebagai keputusan politik yang berimbas pada ketidakberpihakan pada masyarakat kecil di NTT.
"Di NTT belum bisa menerima kenaikan harga BBM bersubsidi. Mari kita sama-sama berpikir melihat masalah yang ada di NTT. Secara ekonomi regional NTT belum bisa menerima kenaikan harga BBM bersubsidi," kata ketua PMKRI Cabang Kupang, Marianus Mau.
Sementara Wakil Ketua DPRD NTT, Alo Malo Ladi, mengatakan, aspirasi yang disampaikan ini pada intinya adalah ingin agar masalah BBM bersubsidi bagi masyarakat kecil untuk bisa terselesaikan.
Dia menyebut, pihaknya menerima aspirasi itu secara kelembagaan. Namun, mengenai kesepakatan bersama itu, menurutnya ia dan pimpinan serta anggota komisi III DPRD NTT tidak mengambil keputusan.
"Hari ini bapa itu di komisi IV dan lainnya sedang membahas berbagai aduan dari masyarakat yang diberikan oleh lembaga ini. Sepakat bahwa yang disampaikan adalah bagian dari pengawalan dan aspirasi masyarakat," katanya.
Dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua, Alo mengaku ia tidak bisa memberikan keputusan. Sebab aspirasi ini harus dibahas bersama dengan anggota dan pimpinan DPRD lainnya.
Bersitegang
Ketua Komisi III DPRD Jonas Salean, menyebut, persoalan ini perlu dilihat lebih jauh. Sebab, selama ini BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite memang tidak sebagian besar dinikmati oleh masyarakat kecil. Ia mengatakan, 70 persen warga menengah keatas justru menikmati BBM bersubsidi.
Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena melihat fakta ini. Jonas menegaskan agar mahasiswa bisa memahami kondisi ini. Ia beralasan juga bahwa kondisi APBN yang terbebani akibat subsidi.
Dia menolak untuk menandatangani kesepakatan bersama dengan Cipayung Kota Kupang untuk berkomitmen menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.
DPRD sendiri juga memiliki aspirasi yang disampaikan melalui Asosiasi DPRD Provinsi se-Indonesia. Untuk itu meminta agar pernyataan sikap dari mahasiswa Cipayung Kota Kupang bisa diberikan untuk disampaikan ke DPRD NTT.
Jonas Salean sempat bersitegang dengan mahasiswa Cipayung. Pernyataan Jonas menuding mahasiswa tidak turun ke tengah masyarakat, dibantah oleh mahasiswa Cipayung. Sontak suasana menjadi panas.
"Ade-ade ini juga tidak turun ke masyarakat," sebut Jonas.
Umpatan Jonas itu memicu reaksi dari mahasiswa Cipayung. Kelompok Cipayung menilai pernyataan itu tidak mendasar. Sebab, aspirasi yang disampaikan sudah diserap dan dikaji bersama oleh mahasiswa sebelum bertemu DPRD.
Beruntung, suasana ini cepat diredam dan diambil alih oleh Wakil Ketua Alo Malo Ladi. Situasi kembali kondusif dan dialog berjalan alot hingga penyerahan point tuntutan.
Anggota Komisi III DPRD, Viktor Mado Watun, menegaskan bahwa aspirasi juga diharapkan agar bisa disampaikan juga pimpinan pengurus Cipayung yang ada di Jakarta. Tuntutan itu dimaksudkan agar disuarakan ke pihak terkait di pusat.
Viktor juga menerangkan, persoalan di Sabu Raijua dan Lembata memiliki persoalan tersendiri. Ia menyebut, di Lembata, masalahnya ada pada kuota BBM yang terbatas dan berimbas pada kelangkaan BBM.
Harusnya, kuota BBM di Lembata sebesar 2 juta kiloliter, namun fakta di lapangan terjadi berbeda atau kebutuhan BBM sebanyak 6 juta kiloliter. Soal lain juga adalah kapal pengangkut BBM yang masih minim. Selama ini pengangkutan menggunakan kapal kayu.
Sama halnya dengan kasus di Kabupaten Sabu Raijua. Ia menyebut, persoalan di Sabu Raijua terjadi karena belum adanya operasional Pertamina skala besar sehingga ketersediaan BBM yang terbatas.
Viktor juga menegaskan bahwa aspirasi yang ada diterima dan disampaikan ke pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti bersama dalan mengambil keputusan. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS