Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Sabtu 5 Februari 2022: Jeda, Istirahat

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RD. Fransiskus Aliandu

Renungan Harian Katolik Sabtu 5 Februari 2022: Jeda ... Istirahat (Markus 6:30-34)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Jeda adalah waktu berhenti (mengaso) sebentar; waktu beristirahat di antara dua kegiatan atau dua babak (seperti dalam olahraga dan sebagainya).

Jeda adalah pembatas di antara dua hal. Batas ini digunakan untuk membedakan masa lalu, sekarang, dan masa depan.

Pembatas untuk membedakan mana atasan mana bawahan, mana tangan mana badan, mana kepala mana dada, mana kiri mana kanan, mana utara mana selatan. Mana wilayah kuasa mana wilayah cela, mana benar mana salah, mana baik mana buruk, mana suka mana benci, mana gembira mana sedih, mana bangga mana kecewa, mana siang mana malam.

Semuanya memiliki batas, yang kadang tidak pernah kita sadari keberadaannya. Itulah jeda.

Jeda sering kali tidak menarik untuk dibincangkan, tidak penting untuk diperdebatkan apalagi untuk dijadikan sebuah kontroversi.

Jeda adalah sesuatu yang dalam anggapan umum tidak penting, karena keberadaannya menempel pada sesuatu lain yang pokok.

Namun tidakkah pernah dibayangkan jika tidak ada pagi atau sore untuk membedakan siang dan malam? Atau tidak ada angka nol untuk membedakan bilangan negatif dan positif?

Jeda adalah kondisi di mana manusia berada pada posisi yang menentukan. Posisi nol. Posisi yang bisa saja ditarik atau menuju semua titik penjuru yang mungkin. Titik nol untuk menuju arah yang dikehendaki kemudian. Itulah jeda.

Dalam kesibukan kerja, jeda menjadi satu kesempatan yang selalu dinantikan, satu waktu terbebas dari segala beban tanggungan.

Dan dalam waktu jeda itulah seseorang bebas untuk melakukan apa yang dia inginkan, bukan apa yang harus dia lakukan. Jeda adalah satu masa kebebasan. Itulah jeda.

Dalam sebuah persoalan untuk menentukan baik atau buruk, benar atau salah, indah atau jelek, moral atau amoral, hina atau mulia, jeda menjadi satu titik yang berjarak pada keduanya.

Ia bukan baik atau buruk; ia bukan benar atau salah, hina atau mulia. Jeda bukan keduanya. Tapi di titik jeda inilah seseorang atau siapa pun bisa menilai dengan objektif sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, dan seterusnya. Satu wilayah yang berjarak untuk bisa menilai secara objektif dua tatanan yang berbeda. Itulah jeda.

Jeda berbeda dengan iklan layanan masyarakat dalam penggalan-penggalan cerita sinetron atau film di televisi. Karena jeda tak memberi pemaksaan dan tawaran yang mesti dilihat.

Halaman
1234

Berita Terkini