Tapi ketajaman melihat sisi positif pada diri orang lain dan apresiasi yang diberikan oleh Yesus, kiranya menjadi catatan reflektif yang menarik dan penting.
Hal itu justru berbanding terbalik dengan yang diperlihatkan oleh beberapa ahli Taurat. Mereka justru tak memancarkan hal yang positif karena hati mereka tertutup oleh awan negatif. Pikiran mereka penuh kecurigaan.
Penginjil mencatat, "Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah." Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?" (Mat 9:3-4).
Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 28 Juni 2021: Ziarah Jiwa
Pengalaman sehari-hari memandang curiga secara peyoratif. Curiga adalah kosa kata yang dihindari dan dicegah. Curiga mendera sikap percaya, kata segelintir orang. Curiga memungkinkan relasi manusia pada pinggiran ketulusan. Tidak ada kedalaman hubungan personal bila curiga datang dan menghantui.
Hans Georg Gadamer, filosof yang menaruh perhatian pada penggalian makna curiga, "Curiga mendapat makna sebagai penghalang keleluasaan".
Halnya demikian bila curiga dimasukkan ke dalam kolom ilmu psikologi. Curiga menghalangi relasi manusia, menghancurkan ketulusan, tak berfaedah membangkitkan semangat orang lain.
Curiga tidak bisa membuat orang melanjutkan ke peziarahan yang lebih dalam, tidak berjalan menjadi-mencintai dalam keterlibatan dan kebersamaan dengan sesamanya.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Senin 28 Juni 2021: Ikut Yesus Selamanya
Curiga mengindikasikan pengetahuan akan diri orang lain pada tahap yang primordial, sempit, terbatas.
Kata Gadamer, orang tak mungkin tinggal dalam curiga lantas merasa cukup. Orang mesti melanjutkan "perjalanan" menuju kebenaran. Di situlah perlunya keterlibatan, masuk ke dalam diri orang dan menemukan sisi lain yang belum atau tidak terlihat.
Dalam hidup ini, kita mungkin menjumpai dan berhadapan dengan banyak orang yang "lumpuh". Kita pun menyaksikan banyak orang yang telah membantu orang lain yang lumpuh, tapi belum berhasil dalam usahanya.
Yesus menunjukkan kepada kita bagaimana kita masuk ke kedalaman diri mereka, melihat sesuatu yang indah, yang baik.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Sabtu 26 Juni 2021: Katakan Saja Sepatah Kata Maka Hambaku Akan Sembuh
Saat dalam keterpurukan, kelumpuhan, orang tak mampu menjadi motivator bagi dirinya. Ia membutuhkan orang lain untuk menjadi motivator bagi dirinya.*
Renungan Harian Katolik lainnya