Oleh : Wardy Kedy, Peneliti di Bidang Psikologi Sosial
POS-KUPANG.COM - Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia saat ini. Salah satu akibat adanya internet adalah perubahan signifikan dalam pola interaksi sosial primer antar individu.
Percakapan konvensional seperti tatap muka telah digantikan peranannya dengan internet message, video call dan social media.
Hal ini dimungkinkan karena kekurangan-kekurangan yang dimiliki komunikasi konvensional seperti jarak dan waktu dapat ditutupi oleh internet (Hampton, Lauren, & Eun, 2011).
Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh internet secara tidak langsung menyebabkan seseorang memiliki tingkat kecanduan terhadap internet menjadi tinggi dan cenderung menunjukkan gejala kecanduan atau addict.
Baca juga: Kode Redeem FF Hari Ini 10 Juni 2021, Segera Klaim Kode Redeem Free Fire Terbaru
Baca juga: Perkemi Sumba Timur Siap Ikut Kejuaraan Kempo Antar Pelajar se-NTT
Keberadaan internet merubah perilaku seseorang dalam banyak aspek kehidupan, misalnya dalam hal penggalian suatu informasi, perilaku belanja, menghabiskan waktu luang, serta terutama dalam hal bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain, terlebih di masa pandemi.
Para pengguna internet berinteraksi dengan orang lain melalui salah satu jenis situs yang cukup populer, yaitu situs jejaring sosial atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai media sosial (medsos).
Berdasarkan laporan tahunan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2019-2020, mengungkapkan bahwa terdapat 196,7 juta pengguna (73,7 persen) pengguna aktif internet pada kuartal II. Jumlah ini naik 64,8 persen di tahun sebelumnya, (Buletin APJII Edisi 74 November 2020).
Banyak media sosial yang digunakan pengguna internet saat ini, seperti Facebook, Twitter, You Tube, Instagram, Line dan Whats-Up. Namun, media sosial yang paling popular saat ini adalah Facebook, Instagram dan Twitter.
Banyaknya media sosial yang hadir mendorong pengguna internet memiliki lebih dari satu akun media sosial. Semakin banyak akun yang dikelola seorang pengguna internet, maka durasi waktu yang digunakan untuk mengakses media sosial juga akan semakin meningkat.
Baca juga: Ketua KRBF : Jangan Lindungi Kasus Korupsi dengan Alasan Kekurangan Anggaran
Baca juga: Dana Stimulan Untuk Perbaikan Rumah Akibat Seroja di Kota Kupang Belum Dicairkan BNPB
Hal ini disebabkan karena pengguna media sosial akan berusaha memelihara pertemanan secara intens di masing-masing akun media sosial (Raacke & Jennifer 2008). Terdapat indikasi yang signifikan di mana pengguna menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk mengakses media sosial. Hal tersebut terjadi karena adanya keinginan untuk terkoneksi lebih lama dengan media sosial.
Keinginan untuk terkoneksi dengan media sosial secara terus-menerus tersebut disebabkan karena adanya rasa takut kehilangan moment penting. Rasa takut kehilangan moment penting itu dikenal dengan istilah fear of missing out (FoMO).
Dalam kajian ilmu Psikologi, Przybylski, Murayama, DeHaan, dan Gladwell (2013) mengemukakan bahwa fear of missing out adalah perasaan cemas, gelisah dan takut akan kehilangan momen berharga/penting yang dimiliki teman atau kelompok teman sebaya, sementara ia tidak dapat terlibat di dalamnya. FoMO merupakan isu baru dari perilaku individu di dunia cyber psychology.
Penelitian secara konseptual baru dilakukan oleh dua pihak yaitu: JWT Intelligence tahun 2012 dan oleh Andrew Przybylski tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh JWT-Intelligence, sebanyak 40 persen pengguna internet di dunia mengalami fear of missing out (JWT-Intelligence, 2012). Fear of missing out (FoMO) merupakan salah satu bentuk gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder) yang ditandai dengan adanya keinginan untuk selalu mengetahui apa yang orang lain lakukan terutama melalui media sosial (Przybylski et al., 2013).