"Pemerintah Korea mempersulit izin bangunan Gereja Shincheonji, Shincheonji tidak diperbolehkan membeli atau menyewa gedung yang besar, sehingga dengan anggota yang banyak tetapi ruangan sempit mereka terpaksa duduk di lantai tanpa kursi saat beribadah."
Pelecehan dan diskriminasi
Selain memberikan klarifikasi, Shincheonji juga mengungkap anggota Gereja tersebut mendapat pelecehan dan diskriminasi.
Dalam siaran persnya Shincheonji merujuk pada laporan Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat, di mana laporan ke PBB mengatakan anggota Shincheonji menderita pelecehan dari pemerintah dan masyarakat Korea Selatan.
"Meskipun beberapa langkah pemerintah tampaknya didorong oleh masalah kesehatan masyarakat yang sah, yang lain tampaknya membesar-besarkan peran Gereja dalam wabah tersebut."
"Pemerintah Seoul menutup Gereja- Gereja Shincheonji di ibu kota, dan beberapa kelompok Protestan garis utama menuduh Gereja (Shincheonji) sengaja menyebarkan penyakit itu."
Diskriminasi lain yang didapat jemaat Shincheonji adalah disebarnya data-data pribadi mereka di internet.
Shincheonji memiliki 250.000 anggota di "Negeri Ginseng" dan 50.000 anggota di luar negeri.
• Dikenal Harmonis Inul Daratista Malah Unggah Foto Wanita Mahal Ada Aroma Perselingkuhan? Cek Fakta
Semua dimintai data pribadi oleh otoritas setempat saat awal wabah virus Corona di Korsel, tetapi data-data pribadi itu disebar di internet.
Padahal, jemaat Gereja lainnya hanya yang positif Corona saja yang dimintai datanya, itu pun tidak disebar di internet.
Sementara itu Ketua Gereja Yesus Shincheonji dan HWPL, Lee Man-hee, dalam siaran pers mengatakan ada motif politik dalam penindasan ini.
"Menggunakan kami ( Shincheonji ), para korban Covid-19, sebagai kambing hitam mereka untuk menyembunyikan kesalahan mereka sendiri."
Dia menambahkan, "Menganiaya organisasi perdamaian, organisasi keagamaan, dan melanggar hak asasi manusia harus dihentikan di Korea." (*)