Kisah Sengsara dan Wafat Yesus Berdasarkan Injil Yohanes, Nonton Filmnya

Penulis: Agustinus Sape
Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Adegan Yesus memikul Salib dalam film The Passion of Christ.

Namun nyatanya Yesus malah mati secara mengenaskan. Kematian-Nya sempat mengguncang harapan para pengikut-Nya. Bahkan mereka semakin putus asa ketika mendapati makam Yesus yang kosong. Mereka mengira jenazah Yesus telah dicuri orang.

Harapan para murid kembali muncul ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka. Namun Tomas tidak percaya dengan apa yang dialami oleh murid-murid yang lain. Ia kemudian percaya setelah ia mengalami perjumpaan yang luar biasa dengan Yesus yang sudah bangkit itu. Peristiwa kebangkitan itulah yang menjadi dasar pewartaan kabar gembira bahwa semua orang yang percaya kepada-Nya akan mati bersama Dia dan bangkit bersama Dia.

1. Wafat Yesus sebagai karya penyelamatan Wafat Yesus merupakan karya penyelamatan Allah bagi manusia yang berdosa. Dalam hal ini dipakai kata
“penyelamatan” dan bukan “keselamatan”. Kata “penyelamatan”
mengungkapkan bahwa manusia dibebaskan dari situasi kedosaan oleh Allah. Karena dosa yang dilakukan oleh manusia, relasi antara Allah dan manusia menjadi tidak harmonis sehingga manusia tidak mendapat perlindungan Allah.

Kemudian, Ia melepaskan manusia dari situasi kegelapan agar dapat bersatu kembali dengan Dia. Dalam hal ini Allah menjadi pemeran utama (bdk. Kol 1:3). Sebaliknya,
kata “keselamatan” Penyaliban Yesus merupakan suatu peristiwa yang mengejutkan dan kontroversial. Hukuman salib biasanya dijatuhkan pada para penjahat kelas kakap.

Namun, hukuman itu ternyata dijatuhkan juga kepada Yesus. Padahal, Yesus adalah orang baik. Ia selalu berkeliling untuk menyembuhkan orang sakit dan Allah menyertai-Nya (Kis 10:38). Maka, penyaliban Yesus merupakan penyaliban terhadap orang baik atau orang tak bersalah. Namun, apakah pemerintah Romawi menghukum mati orang yang tidak bersalah?

Ternyata, pemerintah Romawi menganggap Yesus sebagai pemberontak dan penjahat yang membahayakan keamanan dan ketertiban. Keberanian-Nya dalam mengusir orang yang berjual-beli di Bait Allah menimbulkan kehebohan. Tindakan ini menjadi salah satu alasan bahwa Yesus dapat membahayakan keamanan dan ketertiban.

Selain itu, banyak orang Yahudi yang membenci Yesus, khususnya orang-orang Farisi, Saduki, dan Ahli Taurat. Mereka menganggap bahwa Yesus memang harus dihukum mati karena Ia telah menghujat Allah (bdk. Mrk 14:64). Hukuman mati merupakan hukuman yang sesuai dengan penghujatan itu.

Meskipun orang Romawi dan Yahudi menganggap Yesus sebagai orang jahat, orang-orang Kristiani menganggap bahwa Yesus adalah orang yang benar. Wafat-Nya menjadi karya penyelamatan Allah bagi manusia yang berdosa. Kematian Yesus bukanlah suatu kesia-siaan atau kebodohan melainkan kekuatan Allah (bdk. 1Kor 1:18). Yesus wafat untuk menanggung segala dosa manusia agar manusia diselamatkan (Rm 5:9-10). Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan-
Nya, “

Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mrk 10:45). Dengan pemahaman ini, Yesus tidak mati konyol. Kematian-Nya menjadi puncak pengabdian-Nya, karena Ia diutus untuk membawa kembali mereka yang diserahkan Bapa kepada-Nya (bdk. Yoh 18:9).

2. Kebangkitan Yesus mengejutkan para pengikut-Nya sebagaimana kematian-Nya yang mengejutkan. Waktu berkabung belum berakhir, mereka malah dihadapkan dengan hilangnya jenazah Yesus. Hal ini sempat membuat pengikut-nya menangis (bdk. Yoh 20:11).

Namun, Yesus menampakkan diri kepada para pengikut-Nya dan mengatakan bahwa Ia sudah bangkit. Kebangkitan-Nya bukanlah kebangkitan yang dapat mati lagi seperti Lazarus, pemuda dari Nain, dan anak perempuan Yairus. Setelah kebangkitan-Nya, Ia tidak akan mati lagi dan maut tidak berkuasa atas-Nya (Rm 6:9). Kebangkitan-Nya menjadi peristiwa sukacita. Peristiwa kebangkitan Yesus juga meneguhkan iman dan harapan para pengikut-Nya. “ Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia” (Rm 6:8).

Berita Terkini