Di bawah kaki salib Yesus berdirilah Maria ibu-Nya, Maria istri Kleopas, dan Maria Magdalena serta Yohanes murid-Nya. Lalu Yesus mempercayakan murid yang dikasihi-Nya (semua murid yang dipanggil untuk mengikuti Yesus) kepada ibu-Nya (mewakili umat Allah atau Gereja). Supaya tergenapilah apa yang tertulis dalam Kitab Suci,
Yesus berkata “Aku haus”. Lalu para prajurit mencucukkan anggur asam ke mulut Yesus.
Setelah meminum anggur asam itu, Ia berkata “Sudah selesai”. Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Karena pada hari itu merupakan hari persiapan Paskah bagi orang Yahudi, maka untuk mempercepat kematian orang-orang yang disalibkan itu, para prajurit mematahkan kaki dua penjahat. Namun karena Yesus sudah wafat, maka mereka menikam lambung-Nya dengan tombak.
Yusuf dari Arimatea meminta jenazah Yesus kepada Pilatus untuk dimakamkan. Setelah mendapat izin dari Pilatus, ia bersama Nikodemus menurunkan jenazah Yesus. Lalu mereka bersama para wanita yang mengikuti Yesus mengafani-Nya dengan kain lenan dan membubuhi-Nya dengan rempah-rempah.
Hal itu memperlihatkan bahwa Yesus dimakamkan layaknya seorang raja. Sementara itu di dekat tempat Yesus disalibkan, ada sebuah taman yang di dalamnya terdapat kubur baru dan di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. Maka mereka membaringkan jenazah Yesus di situ.
Makna Teologis Wafat Yesus
1. Wafat Yesus sebagai kurban penebusan dosa-dosa umat manusia Dari sudut sejarah, kematian Yesus merupakan suatu peristiwa pembunuhan. Tetapi dari sudut iman Kristiani, kematian Yesus merupakan kurban untuk melunasi dosa-dosa manusia. Manusia berdosa.
Dosa itu berawal dari kejatuhan Adam dan Hawa sehingga setiap orang yang lahir di dunia ini terkena situasi kedosaan tersebut. Dosa ini biasa disebut dosa asal. Dalam perkembangan selanjutnya, manusia terus jatuh ke dalam dosa sehingga merusak relasi yang harmonis antara Allah dengan manusia. Dalam situasi seperti itu, Allah mengutus Yesus Kristus, Putra-Nya ke dunia untuk memulihkan relasi yang telah rusak tersebut.
2. Wafat Yesus sebagai Ketaatan-Nya kepada Bapa Wafat Yesus merupakan ungkapan ketaatan dan penyerahan diri yang total kepada Bapa-Nya. Bagi-Nya, kehendak Bapa adalah yang utama. Ia pernah bersabda “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4:34).
Dengan ketaatan itu, Yesus ingin menunjukkan bahwa hanya dengan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Bapalah keselamatan itu terjadi.
3. Wafat Yesus sebagai solidaritas-Nya dengan orang mati Kematian bagi banyak orang merupakan peristiwa duka yang harus diratapi dan ditangisi. Selain itu kematian juga merupakan peristiwa yang menakutkan bagi banyak orang. Kematian menjadi pengalaman kesepian, keadaan tanpa komunikasi, keadaan didiamkan, dan keterasingan. Kematian menjadi hal terburuk bagi manusia karena pengalaman dan keadaan itu. Oleh karenanya, banyak orang menolak dan takut pada kematian. Wafat Yesus merupakan bentuk solidaritas-Nya dengan orang-orang yang telah meninggal.
Dengan kematian-Nya, Yesus solider dan mau mengalami pengalaman dan keadaan terburuk manusia.
Sebelum mendalami makna teologis sengsara dan wafat Yesus, hal pertama yang mesti diperhatikan ialah mengapa Yesus dibunuh. Ada tiga versi alasan mengenai hal ini.
Pertama, versi orang Romawi. Kematian Yesus merupakan bentuk hukuman pemerintahan Romawi atas desakan para pemuka Yahudi. Penderitaan dan kematian merupakan suatu keharusan dan kepastian bagi manusia.
Meskipun demikian, banyak orang yang berusaha menghindari kematian. Oleh karena itu, konsekuensi yang harus dialami oleh Yesus sebagai manusia ialah menderita dan wafat.
Misteri Wafat dan Kebangkitan Yesus sebagai Jantung Warta Gembira
Bagi para pengikut-Nya, wafat Yesus merupakan suatu pukulan yang sangat besar. Padahal bagi mereka, Yesus dianggap sebagai nabi dan penyelamat. Mukjizat-mukjizat dan pewartaan yang dilakukan oleh Yesus semakin meyakinkan mereka bahwa Yesus memang benar-benar penyelamat yang akan membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi.