Sedangkan Viktor Laiskodat sukses menggunakan bahasa kampung untuk menyebut tanaman moringga. Inilah momentum yang mengundang perhatian penonton.
"Ketika pak Viktor menggunakan kata daun kelor. Saya kira, pemirsa di NTT pasti suka. Karena menggunakan kata yang populer dan sangat dikenal masyarakat NTT.
Bahwa gisi buruk bisa diatasi jika pemerintah mendorong sayur kelor menjadi sayur unggulan di semua wilayah adalah sebuah solusi sederhana yang masuk akal," katanya.
Tetapi, lanjutnya yang juga menarik di sesi ini adalah jawaban dari Emi Nomleni.
"Emi sukses di sesi ini karena berani menentang semua pendapat bahwa masalah gizi buruk hanyalah soal mindset. Dia mengatakan gizi buruk adalah masalah ekonomi.
Jadi penyelesaiannya juga butuh intervensi soal ekonomi.
Dalam bagian lahan kering, saya lihat jawaban Viktor cukup bagus, yakni metode irigasi tetes dari Israel adalah solusi yang bagus, tapi sayangnya tak ada paslon yang mendebat pernyataan ini misalnya menanyakan soal biaya dan lain," ujarnya.
Baca: Jemaat Kalvari Kupang Bekeras tolak Mutasi Pendetanya, Ini Sikap Sekretaris Sinode GMIT
Dia mengharapkan debat itu perlu dievaluasi karena ada kesan paslon tertentu sudah siap dengan jawaban.
"Artinya kalau ada yang sudah tahu soal pertanyaan yang akan diajukan maka semoga saja itu karena kebetulan. Jika ada faktor lainnya yang bermain maka harus dievaluasi oleh KPU.
Butuh kerahasiaan dan objektivitas karena publik bisa saja curiga dengan acara debat tersebut," ujarnya. (*)