Breaking News

Opini

Opini: Balada Negeri Tabola Bale

Gaung kemerdekaan terkesan hanya repetisi dan formalitas belaka tetapi substansi kemerdekaan masih jauh dari harapan.

Editor: Dion DB Putra
Tangkap Layar Youtube
ILUSTRASI - Video klip lagu Tabola Bale. 

Oleh:  Jondry Siki, S.Fil
Alumnus Fakultas Filsafat Unwira Kupang, Tinggal di Purukcahu, Kalimantan Tengah

POS-KUPANG.COM - Masa depan Indonesia sulit ditebak ke mana arah perginya. 

Namun setelah melihat pemerintahan berganti dari partai ke partai, dari sipil ke militer, bisa dipastikan bahwa kedaulatan sesungguhnya bukan di tangan rakyat tetapi di tangan partai politik dan kepala negara terlihat bukanlah Presiden tetapi DPR. 

Konsep demokrasi yang menarasikan bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat sepertinya hanya slogan indah nan kosong karangan Abraham Lincoln untuk membujuk negara-negara dunia ketiga menghindari ideologi komunisme.

Indonesia sedang bergerak menuju nubuatan Mendiang Presiden RI pertama Ir. Soekarno yang pernah berujar "perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah tetapi perjuanganmu lebih sulit karena akan melawan bangsamu sendiri". 

Baca juga: Opini: Istana Merdeka Tabola Bale

Kalimat ini semacam satu penerawangan Sang Proklamator akan nasib bangsa ini ke depan. Dan seiring berjalannya waktu perkataan itu terbukti dan sedang relevan dengan situasi Indonesia saat ini.

Diskriminasi, pembabatan hutan, penambangan liar, intoleransi, korupsi dan pengambilan kebijakan yang penuh lelucon dan dinilai sangat merugikan masyarakat.

Itulah sederetan balada sendu negeri kaya raya yang membentang luas dengan pemandangan yang menakjubkan namun, di hari ulang tahunnya yang ke-80 ada sejumlah kado yang cukup mengejutkan bagi segenap rakyat Indonesia. Kado itu tidak lain adalah satu bentuk "kegagalan". 

Kegagalan dalam menyejahterakan rakyat tetapi berhasil dalam menyenangkan hati pejabat. 

Situasi ini menjadi bahan permenungan bersama ke mana arah perjalanan Republik Indonesia di usia 80 tahun dan tahun-tahun yang akan datang?

Kesejahteraan Rakyat vs Kesejahteraan Wakil Rakyat

Setelah perayaan HUT ke-80 RI, para legislator mengeluarkan kebijakan yang dinilai keliru dan bertentangan dengan situasi rakyat Indonesia yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak karena keterbatasan lapangan kerja. 

Negara seharusnya mencari solusi bukan polusi dengan sibuk membuat undang-undang dan kebijakan yang sangat merugikan rakyat kecil.

Kebijakan yang dikeluarkan DPR RI seperti penaikkan tarif pajak, penambahan tunjangan DPR seperti beras yang sebelumnya Rp 10 juta menjadi Rp 12 juta per bulan dan BBM yang sebelumnya Rp 4 juta menjadi Rp 7 juta. 

Situasi ini tidak sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat namun sebaliknya membuat rakyat menderita dengan menaikan tarif pajak.

Rakyat menderita dan wakilnya hidup dalam kemewahan. Ini merupakan satu keprihatinan terhadap negara sudah tidak lagi berjalan dalam cita-cita luhur bangsa. 

Di usia 80 tahun Republik ini, infrastruktur masih tertinggal, lapangan kerja sulit dan korupsi meningkat.

Kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat menderita semestinya ditolak karena tidak sejalan maksud asali negara ini dibentuk yakni kesejahteraan dan kecerdasaan generasi masa depan bangsa.

Negeri Tabola Bale

Lagu " Tabola Bale "  yang sedang viral di media sosial tidak sekadar lagu untuk hiburan tetapi mengandung satu refleksi filosofis yang mendalam terkait realitas kehidupan bangsa ini.

Salah satu kenyataan yang bisa disaksikan adalah pengambil keputusan yang kurang sejalan dengan hati nurani rakyat itu sendiri. 

Semua keputusan terasa memutarbalikkan harapan rakyat akan masa depan bangsa ini. 

Negara " Tabola Bale" adalah istilah untuk menggambarkan situasi negara ini di mana keputusan yang diambil sifatnya " Tabola Bale" atau terbolak-balik dari situasi yang ada di tengah masyarakat.

Keputusan negara Tabola Bale sungguh terasa hingga akar rumput di mana rakyat kecil dikobarkan sedangkan pejabatnya hidup berkelimpahan dengan tunjangan-tunjangan tanpa memikirkan bagaimana cara menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat. 

Mental " Tabola Bale" harus diluruskan kembali ke jalan yang benar sebagaimana cita-cita luhur para bapa bangsa yang telah berjuang untuk memproklamasikan kemerdekaan negeri ini.

Rakyat semestinya bergerak untuk memutarbalikan arah perjalanan bangsa ini agar kembali ke rel yang benar. 

Jika hal ini terus dibiarkan maka pejabat dan para koruptor terus menghisap negari ini dengan politik kotor dan balada negeri tabola bale menjadi kenyataan dan kemudian dinormalisasi hingga ke jantung pemerintahan ini dan lambat laun nama Indonesia tinggal kenangan. Selamatkan negeri ini dari tangan-tangan nista.

Remisi & Abolisi demi bisnis politik

Balada lain dari Negeri Tabola Bale adalah bisnis politik remisi dan abolisi. Sejumlah pejabat yang terjejat kasus korupsi mendapatkan remisi dan abolisi dari pemegang kekuasaan negeri “ Tabola bale”. 

Sejumlah pihak menilai remisi dan abolisi untuk pejabat yang terjerat kasus korupsi adalah satu bisnis politik agar pertarungan 2029-2034 bisa berjalan mulus sehingga lawan politik bisa mengalah dan mengurung niat untuk bertarung. Demokrasi terasa seperti permainan petak umpat.

Upaya perangi korupsi sepertinya tidak lagi bergaung bahkan pengejaran hingga Antartika serasa hanya slogan dan dongeng semata. 

Jika para koruptor diberi remisi maka mereka akan keenakan untuk terus melanjutkan aksinya ketika sudah bebas. 

Negara ini terlalu menormalisasi para koruptor untuk kembali ke panggung politik dan ini jika dibiarkan terus menerus nasib masa depan Indonesia akan seperti Yugoslavia.

Remisi dan Abolisi pasca HUT RI 80 adalah satu pukulan hebat bagi penegakan hukum tindak pidana korupsi. 

Jika dicermati dengan baik, ini bukan sekadar belas kasih seorang kepala negara tetapi semacam manuver politik untuk pertarungan di Pemilu yang akan datang. 

Bisa jadi remisi dan abolisi hanya tameng untuk memperbaiki citra di hadapan lawan politik agar isu pelanggaran HAM masa lalu dan keputusan MK terkait pencalonan wakil presiden tidak terus digugat.

80 Tahun Merdeka Namun Masih "Terjajah"

Perayaan HUT kemerdekaan Indonesia yang dirayakan setiap tahun semakin ke sini semakin kehilangan maknanya. 

Gaung kemerdekaan terkesan hanya repetisi dan formalitas belaka tetapi substansi kemerdekaan masih jauh dari harapan. 

Rakyat miskin Indonesia terus bertambah setiap tahun, lapangan kerja sulit, tetapi pemerintah disibuk mengurus dapur negara orang. 

Masih banyak rakyat Indonesia yang membutuhkan uluran tangan pemerintah berupa logistik, layanan kesehatan dan pendidikan yang layak.

Selain itu kasus-kasus intoleransi terus meningkat, putra dan puteri bangsa yang ingin menyembah Tuhannya digrebek bak penjahat, pembangunan rumah ibadat dipersulit bahkan oleh pemerintah setempat sendiri. 

Sebenarnya negara ini negara satu agama atau negara yang mengakui beberapa agama. 

Ini adalah realitas Indonesia di usia 80 tahun dan rasa terjajah masih berjalan terus bukan oleh bangsa asing tetapi oleh saudara sebangsa dan setanah air yang hanya karena beda agama didiskriminasi baik di lingkungan pendidikan maupun tempat kerja.

Indonesia mari bersatu berdaulat agar rakyat sejahtera sehingga negeri ini maju. Mari tinggalkan isu perbedaan-perbedaan yang memecah belah bangsa ini. 

Kita kembalikan marwah kemerdekaan Indonesia ke jalan yang benar sehingg terciptalah rakyat hidup makmur dan sentosa. 

“Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. Dirgahayu Republik Indonesia. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved