Lembata Terkini
Kelas Demokrasi Nimo Tafa Institut di Lembata Buka Ruang Refleksi Tentang Kemerdekaan
Ia menambahkan, meski kemerdekaan sebagai tujuan telah tercapai, kemerdekaan sebagai prasyarat dalam berbagai aspek kehidupan masih menjadi tantangan.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Nimo Tafa Institute kembali menyelenggarakan Kelas Demokrasi Batch #7 bertajuk "Bincang Kemerdekaan: Pengetahuan Lokal dan Cetusan Ekspresi Kemerdekaan".
Kegiatan tersebut digelar di Aula Dekenat Lembata, Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada jam 18.30 WITA, dan dihadiri oleh perwakilan komunitas, aktivis, penggiat pemilu, jurnalis, hingga tokoh perempuan.
Acara ini dipandu oleh Ben Assan, anggota Nimo Tafa Institute dan Emanuel Krova, sebagai pemateri. Dalam pemaparannya, Emanuel mengulas makna kemerdekaan dari perspektif sosial-budaya.
Ia mempertanyakan frasa "dan lain-lain" dalam teks Proklamasi, yang menurutnya mencakup dimensi di luar pemindahan kekuasaan politik.
"Ignas Kleden dalam tulisannya menjelaskan bahwa 'dan lain-lain' itu merujuk pada kemerdekaan secara budaya. Artinya, kemerdekaan bukan sekadar peristiwa politik, melainkan juga ekspresi total dalam kehidupan sosial dan budaya," jelas Eman.
Ia menambahkan, meski kemerdekaan sebagai tujuan telah tercapai, kemerdekaan sebagai prasyarat dalam berbagai aspek kehidupan masih menjadi tantangan.
"Setiap tahun kita merayakan, tetapi masih ada kegelisahan seperti kelangkaan minyak tanah, kenaikan harga, atau stagnasi pendapatan ASN. Ini paradoks," ujarnya.
Dia juga menyoroti kebijakan ekonomi yang berdampak pada pendapatan daerah.
"Jika pertumbuhan ekonomi baik, basis pajak dan retribusi akan membaik. Namun, ini perlu didukung oleh program yang menggerakkan aktivitas ekonomi secara berkualitas," tegasnya.
Baca juga: Kelas Demokrasi Nimo Tafa Institute, Eman Krova: Status Warga Lebih Tinggi dari Anggota Parpol
Diskusi dari Berbagai Perspektif
Fred Wahon, jurnalis senior yang hadir dalam forum itu menekankan pentingnya hasil diskusi diwujudkan dalam gerakan rakyat untuk mendorong perubahan di Lembata.
Sementara itu, Alexander Taum, jurnalis Media Indonesia, berpendapat ide-ide brilian dari Kelas Demokrasi tak harus menjadi rekomendasi formal, melainkan dapat menjadi pedoman hidup individu.
"Biarkan ide-ide itu tumbuh dalam pikiran kita," kata Taum.
Tokoh perempuan Indah Purnama Dewi mempertanyakan apakah pemilih dalam Pemilu dan Pilkada lebih mengutamakan visi-misi atau kedekatan emosional.
Nefri Eken, aktivis HIV/AIDS, menyoroti penanganan HIV/AIDS di Lembata, sementara Maria Loka dari PERMATA mengangkat persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Pandu Budaya Lembata Gelar FGD: Pemkab Lembata Komitmen Majukan Produk Inovasi Pangan Lokal |
![]() |
---|
Sahabat Baca Desa Kalikur Juara Pertama Lomba Perpustakaan Desa dan Kelurahan |
![]() |
---|
Festival Muro Mulai Digelar, Pemprov NTT Beri Apresiasi |
![]() |
---|
Pada Jadi Pioner Desa Moderasi Pasca FKUB Lembata Bentuk Pokja Kerukunan |
![]() |
---|
FKUB Lembata Bentuk Pokja Kerukunan, Desa Pada Jadi Pioner Desa Moderasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.