Opini

Opini: Rantai Pelayanan atau Lingkar Kekuasaan, Sebuah Refleksi Etis

Artinya pemerintahan hadir untuk menjawab persoalan konkret masyarakat, bukan untuk memperbesar lingkar kuasa. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI CHANDRA I.W ROHI
Chandra Iktias Widiastuti Rohi 

Fenomena ini adalah peringatan bahwa pemerintah seakan kehilangan nilai kenabian seperti keadilan, kebijaksanaan, dan keberpihakan pada rakyat. 

Narasi digital ini menunjukkan resistensi masyarakat, lahir sebagai bahasa simbolik yang menggugat ketidakadilan struktural dan sinyal defisit legitimasi yang mana komunikasi pemerintah gagal mengimbangi ekspektasi publik, sehingga ruang digital menjadi arena kritik dan delegitimasi.

Menjelang Agustus 2025, bendera Jolly Roger berkibar di ruang publik. Simbol bajak laut dari manga dan anime populer One Piece yang dipakai rakyat sebagai bahasa protes. 

Fenomena ini merupakan teguran moral bagi pemerintah yang dipanggil untuk menjadi terang, bukan bayangan gelap. 

Ini merupakan ekspresi kolektif rakyat yang menggunakan simbol populer untuk melawan ketidakadilan. 

Pengibaran bendera ini adalah kritik terhadap rapuhnya legitimasi, birokrasi yang gagal mendengar aspirasi akan dilawan dengan simbol alternatif yang lebih mengena di hati rakyat.

Panggilan sebagai Pengabdian

Pemerintahan, sejatinya lahir dari fondasi iman dan roh kenabian yang adil, bijaksana, dan berani memikul tanggung jawab besar. 

Tanpa itu, ia justru menjadi sumber persoalan bagi masyarakat. Kuasa politik pada dasarnya adalah mandat spiritual yang dilahirkan bukan untuk memperbesar lingkar kekuasaan, melainkan untuk memberi jawaban nyata atas kebutuhan masyarakat yang bernaung di bawahnya.

Karena itu, tidaklah tepat bila pemerintahan diisi oleh orang-orang yang kehilangan nilai ketuhanan dan abai pada perilaku kenabian. 

Pemerintah dipanggil untuk tampil sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana, bahkan lebih dari itu, menjadi penyelamat atas persoalan rakyatnya. 

Roma 13 mengingatkan, tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; bahkan Paulus menyebut pemerintah sebagai diakonos, pelayan Allah. 

Kuasa sejati bukanlah puncak kejayaan, melainkan kerendahan hati untuk mengabdi.

Oeripan Notohamidjojo telah lama mengingatkan: bangsa ini tidak kekurangan pemimpin, melainkan kekurangan pengabdi yang bekerja dalam sunyi demi kesejahteraan bersama. 

Maka kemerdekaan ke-80 harus dimaknai sebagai panggilan untuk kembali pada roh pengabdian yang menjadi diakon di tengah masyarakat, menyalakan terang di tengah gelap, dan meneguhkan kemerdekaan sebagai rahmat yang nyata bagi semua. (*)

Biodata penulis

1.  Alfandy Florian Manuain adalah Dosen Dosen Prodi Ilmu Administrasi Publik, Fisip Undana Kupang.

2. Chandra Iktias Widiastuti Rohi adalah Mahasiswa Magister Sosiologi Agama, Fakultas Teologi, UKSW Salatiga.

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMOObjgswqIKhAw?hl=id&ceid=ID:id≷=ID

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved