Opini
Opini: Setitik Optimisme Dari Kota Karang di Tengah Kemuraman Nasional
Tata kelola pemerintahan adalah jantung utama yang akan menentukan “mood” masyarakat secara umum.
Pada puncaknya adalah bagaimana semua bentuk protes, sindiran, kecaman dari para pemuda yang seolah hanya menguap naik ke udara dan ditelan langit.
Tak ada satu pun yang didengar atau bahkan ditanggapi positif. Setiap kecaman dan protes pemuda hanya ditanggapi dengan sindiran,
celaan, bahkan direpresi oleh penguasa. Seolah tak ada telinga yang mendengar keluhan para pemuda.
Tak ada sosok yang merangkul dan menenangkan para pemuda dengan segala keresahannya yang bukan tidak berdasar. Semuanya itu berkontribusi terhadap meningkatnya kemuraman dan pesimisme terhadap negara.
Setitik Optimisme dari Kota Karang
Taraf pesimisme warga negara terhadap pemerintahnya sangat bergantung pada bagaimana pemerintah mengelola hal tersebut.
Keadaan pelik yang dialami oleh warga harusnya menjadi suatu input bagi pemerintah untuk memformulasikan kebijakan-kebijakan tepat guna yang partisipatif dalam prosesnya sehingga dapat diimplementasikan dengan baik dan diharapkan menjadi solusi bagi kehidupan real masyarakat sehari-hari.
Singkatnya, saat-saat sekarang ini masyarakat sedang membutuhkan pemerintah yang memiliki kepekaan dan cukup rendah hati untuk mendengar dan mengakomodasi kepentingan masyarakat dalam perumusan-perumusan kebijakannya.
Bagaimana caranya agar suatu pemerintahan dapat memiliki kepekaan dan kemampuan mengakomodasi kepentingan rakyat?
Tentu ini suatu pertanyaan yang akan menghasilkan lebih dari seribu jawaban.
Tapi sebagai sebuah bentuk pembelajaran, penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat apa yang terjadi di Pemerintah Kota Kupang saat ini.
Pemerintahan baru Kota Kupang hadir dengan membawa slogan “To Govern is To Serve” atau dalam terjemahan mudahnya bisa diartikan dengan “Memerintah adalah melayani”.
Memerintah adalah melayani sesungguhnya sudah sangat klise terdengar. Apalagi sejak tahun 2000-an awal ketika paradigma Administrasi Publik bergeser menjadi New Public Service (NPS) yang terkenal dengan prinsip: “Serving, not Steering” (melayani, bukan mengendalikan).
Sehingga kata-kata “pelayanan publik” dan “pelayan publik” sangat jamak dan masif digunakan baik itu oleh aktor pemerintah maupun politisi.
Sebagai sebuah niat mulia untuk menempatkan rakyat sebagai pihak yang dilayani, menjadi subjek penuh yang perlu diperhatikan dalam tujuan berpemerintahan.
Sayangnya konteks saat ini berbalik arah ketika pemerintahan menjadi sangat self-centered dan aspirasi-aspirasi masyarakat hanya dianggap angin lalu sehingga menimbulkan pesimisme dan kemuraman.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.