NTT Terkini
Sekolah Gratis dari SLB hingga SMKN di NTT Terbukti Ada, Siswa Dapat Tambahan Uang
Gubernur NTT Melki Laka Lena yang hadir dalam kegiatan itu memberi kesempatan untuk para sekolah gratis membagi pengalaman.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sekolah-sekolah di Nusa Tenggara Timur (NTT) ternyata banyak yang tidak menarik iuran apapun. Bahkan, keuntungan dari produksi di sekolah, bisa dibagi ke siswa untuk uang sekolah maupun untuk keperluan lain.
Salah satu sekolah itu adalah SMKS St Pius X Insana - Bitauni di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Guru dari sekolah itu, Rm. Dicky Mau menjelaskan di sekolahnya, dari setiap program keahlian diterapkan skema pembagian hasil yakni 60 persen untuk siswa, 20 persen untuk sekolah, dan 20 persen lainnya dikembalikan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sebanyak 75 persen siswa tidak lagi membayar uang sekolah karena sekolah mengedepankan konsep pemberdayaan melalui produksi. Hasil bersih dari kegiatan usaha di sekolah digunakan untuk memberdayakan siswa agar mandiri secara finansial," ujarnya, Kamis (24/7/2025) dalam kegiatan Rekonsiliasi dana BOSP Tahap I tahun 2025 dan sisa dana BOSP Tahun 2024.
Adapun kegiatan itu dilaksanakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT di Aula Komodo, kantor setempat.
Baca juga: Bupati TTU Instruksikan Periksa Ulang Pegawai Dinas Komdigi yang Tersandung Kasus Dugaan Perzinahan
Gubernur NTT Melki Laka Lena yang hadir dalam kegiatan itu memberi kesempatan untuk para sekolah gratis membagi pengalaman.
Tujuannya adalah mendorong semangat kemandirian dan inovasi dalam pengelolaan pendidikan, tanpa harus terlalu bergantung pada iuran peserta didik.
Contoh sekolah gratis juga diterapkan SMK Negeri 2 Loli, Kabupaten Sumba Barat. Sekolah ini memiliki jurusan unggulan : Agribisnis Ternak Unggas dan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Hasil produksi dibagi dengan proporsi 45 persen untuk siswa, 35 persen untuk pengelola, 10 persen untuk tambahan APBD, dan 10 persen untuk modal usaha. Dengan skema ini, para siswa tidak lagi dikenakan biaya sekolah.
Sementara itu, SMK Negeri 1 Sabu Barat juga melaksanakan praktik yang sama. Di jurusan Peternakan Air Tawar, siswa beternak ikan lele dan hasil penjualannya digunakan untuk membiayai kebutuhan sekolah siswa itu sendiri.
Kemudian, SMK Negeri Situmean di Kabupaten Malaka pun sama halnya. Sekolah itu tidak ada pungutan apapun bagi siswa. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang sangat memprihatinkan.
Baca juga: SMK Negeri Kolbano di TTS Terapkan Sekolah Gratis, Ini Langkah yang Ditempuh Pihak Sekolah
Sekolah memberdayakan siswa melalui ternak kambing dan budidaya ayam lokal untuk menopang kegiatan belajar mengajar.
Kemudian contoh lain dari Kota Kupang, SLB Asuhan Kasih juga menerapkan konsep sekolah gratis, baik di sekolah maupun di asrama.
SLB ini membekali peserta didiknya dengan keterampilan tata boga dan tata busana. Tata boga dikembangkan melalui pesanan makanan untuk kegiatan pesta dan rapat instansi, sementara tata busana dilakukan melalui produksi dan penjualan pakaian bermotif daerah.
"Setiap sekolah memiliki karakter yang berbeda-beda, tergantung pada visi dan misi pendirinya, kondisi lingkungan sekitar, serta latar belakang mayoritas siswanya. Namun, ada satu tujuan yang sama. kita semua ingin menghadirkan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak kita," kata Melki Laka Lena mendengar pemaparan itu.
Politikus Golkar itu mengatakan, salah satu aspek mendasar dalam mewujudkan kualitas pendidikan adalah kemampuan sekolah untuk menyejahterakan guru-gurunya serta memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pembelajaran.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi mendorong agar setiap sekolah mampu membangun kemandirian dan ketangguhan dalam pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya.
"Prinsip utamanya adalah kreativitas dan inovasi dari pihak sekolah. Sekolah harus berani berinovasi dan memaksimalkan potensi yang dimiliki," katanya.
Melki Laka Lena juga menyinggung dua program strategis Pemprov NTT yakni Gerakan Beli NTT dan program One Village One Product (OVOP). Dia mengajak seluruh Kepala Sekolah untuk ambil bagian dengan melahirkan inovasi lokal dari lingkungan sekolah.
"Saya mengajak setiap sekolah menciptakan minimal satu produk unggulan. 'One School One Product'. Kembangkan sesuai potensi sekolahnya," katanya.
Diketahui, belakangan ini di Provinsi NTT marak terjadi praktik pungutan dari IPP maupun sumbangan lainnya dari siswa oleh sekolah. Dalam satu tahun, satu sekolah mampu mengelola lebih dari Rp 5 miliar hasil IPP.
Padahal, dalam dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ikut mengatur uang pendidikan bagi setiap siswa yang bersekolah. Tambahan dari IPP maupun sumbangan lainnya di sekolah berpeluang terjadi penyalahgunaan.
Contoh ini seperti yang terjadi di SMKN 2 Kupang. Hasil sumbangan maupun IPP dibagi-bagi pimpinan hingga komite sekolah. Persoalan itu telah mendapat atensi dari Gubernur maupun Wakil Gubernur NTT.
Gubernur Melki menyebut, pihaknya sedang menyusun Peraturan Gubernur sebagai panduan agar partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan (IPP) memiliki dasar hukum yang jelas, baik dari sisi aturan, syarat, maupun bentuk kolaborasi yang memungkinkan terhadap penggunaan dana BOSP, namun tetap berpedoman pada Permendikbudristek Nomor 8 Tahun 2025. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.