Opini

Opini: Societas Verbi Divini, Oase di Savana Iman Sumba

Keberadaan Societas Verbi Divini di Sumba tentu saja melalui perjalanan panjang penuh makna untuk melakukan karya misi. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Ignasius Sara 

Gedung sekolah juga digunakan sebagai gereja sementara. Pada tahun yang sama juga dibangun fondasi untuk pembangunan gereja berukuran gedung gereja katedral (baca: gereja Katedral Roh Kudus Weetebula). 

Orang Katolik Sumba pun merayakan Pesta Natal dengan penuh sukacita bersama misionaris Societas Verbi Divini dalam sebuah gereja sederhana di Weetebula pada tanggal 25 Desember 1929. 

Betapa tidak, mereka tak pernah merayakan Pesta Natal selama tiga dekade sejak kepergian para misionaris Societas Iesu. Saat itu, Pesta Natal dimaknai sebagai perayaan “kelahiran baru” bagi iman umat Katolik di sana.

Pada tahun-tahun selanjutnya, sejumlah misionaris Societas Verbi Divini berdatangan ke Sumba. 

Mereka adalah Bruder Arnold Streng, SVD; Pater Jan Wolters, SVD; Pater Piet de Zwart, SVD; Pater Gaudens Vickermann, SVD; Pater Van Stockhom, SVD; Pater Gerard Mezenberg, SVD; Pater Aloysius de Rechter, SVD; Pater C. Kale Bale, SVD; Pater Egbert Künhe, SVD; Pater Marianus Krol, SVD; dan Pater Anton Donkers, SVD. 

Para misionaris tersebut melakukan karya misi berupa membaptis orang-orang Sumba, membangun sejumlah sekolah, dan mendirikan paroki-paroki beserta gedung-gedung gereja semi permanen pada beberapa wilayah di Sumba. 

Selain itu, mereka juga melakukan pembangunan di sektor pertanian, peternakan, perbengkelan, dan penggilingan padi. 

Dengan adanya usaha-usaha pembangunan dari misionaris Societas Verbi Divini, Weetebula menjadi salah satu pusat perdagangan di Sumba bagian barat kala itu. 

Perjalanan karya misi mengalami rintangan ketika Tentara Jepang menduduki Weetebula pada awal tahun 1942 sampai dengan tahun 1945. Para imam ditawan. 

Bangunan gereja dan sekolah dijarah, lalu digunakan sebagai tempat penyimpanan senjata. Sedangkan, para siswa dipulangkan kembali ke orang tua masing-masing. 

Sekali lagi, umat Katolik Sumba melanjutkan kehidupan iman tanpa imam. Saat itu, kelanjutan karya misi Katolik diperbantukan oleh kaum awam dalam sebuah Dewan Gereja (Kerkbestuur) yang beranggotakan Arnold Fernandez yang adalah seorang Kepala Sekolah di Weetebula. 

Selain itu, Josep Nudu yang berprofesi sebagai guru, A. Lewa yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, dan J. Ngongo Routa yang bekerja sebagai katekis. 

Dalam kegamangan itu, beruntung iman mereka masih sempat mendapatkan peneguhan oleh Pater C. Kale Bale dalam sebuah kunjungan ke Sumba pada bulan Juni 1943.

Dua tahun kemudian, angin segar menghampiri umat Katolik Sumba setelah Jepang mengumumkan penyerahan tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. 

Para misionaris Societas Verbi Divini yang sempat ditawan kembali melanjutkan misi Sumba sejak 13 Desember 1945 hingga Kongregasi Propaganda Fide mengeluarkan dekrit yang berisikan tentang penyerahan misi Katolik di Sumba dan Sumbawa kepada Congregatio Sanctissima Redemptoris tahun 1957. 

Adapun dekrit itu merupakan hasil dari usulan yang disampaikan oleh Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil, Mgr. Heinrich Leven, SVD kepada Congregatio de Propaganda Fide di Roma pada tahun 1948. 

Usulan tersebut adalah hasil keputusan musyawarah bersama para petinggi Societas Verbi Divini yang mengalami kekurangan tenaga imam dan sarana untuk melanjutkan misi Sumba. 

Sebagai tindak lanjut terkait dekrit itu, maka Societas Verbi Divini secara resmi menyerahkan misi Sumba dan Sumbawa kepada Congregatio Sanctissima Redemptoris dalam sebuah perayaan Ekaristi Agung yang dipimpin oleh Pater Egbert Künhe, SVD pada tanggal 26 Mei 1957.
 
Karya yang dihasilkan Societas Verbi Divini sepanjang perjalanan transformatif misi Katolik Sumba dan kemudian diserahkan kepada Congregatio Sanctissima Redemptoris saat itu, antara lain: satu Dekenat yang berpusat di Weetebula dengan jumlah umat sebanyak 9.500 orang, lima paroki (Homba Karipit, Kalembu Weri, Waikabubak, Waingapu, dan Katikuloku), puluhan stasi termasuk dua stasi di Pulau Sumbawa. 

Selain itu, ada sebanyak dua puluh tujuh sekolah dengan total murid sebanyak 3.075 orang, jumlah guru sebanyak 79 orang, dan total jumlah guru agama sebanyak 58 orang. Ada pula perbengkelan dengan sejumlah motor, bangunan, pertanian, dan peternakan.  

Societas Verbi Divini Kembali Menyingsing di Timur Pulau Sumba (1985 – Sekarang)

Setelah dua puluh delapan tahun meninggalkan Sumba, Societas Verbi Divini kembali lagi ke wilayah itu untuk melakukan karya misi Katolik pada periode kedua. 

Kehadiran tarekat tersebut dimulai ketika Pater Berthold Ney, CSsR menyerahkan karya misi di Paroki Melolo kepada Societas Verbi Divini sekaligus melantik Pater Zenon Stezycky, SVD sebagai pastor paroki di sana pada tanggal 9 Oktober 1985. 

Sementara itu, Pater Yosef Banamtuan, SVD dan Pater Vincent Jolasa, SVD dilantik menjadi pastor vikaris. Peristiwa berahmat itu disaksikan oleh Provinsial Societas Verbi Divini Ruteng, Pater Gerulfus Kherubim Pareira, SVD. 

Para misionaris tersebut masing-masing berasal dari tiga provinsi Societas Verbi Divini yang berbeda, yaitu Pater Zenon (Provinsi SVD Timor), Pater Yosef (Provinsi SVD Ruteng), dan Pater Vincent (Provinsi SVD Ende). 

Melolo yang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur itu nyaris berada di ujung timur Pulau Sumba

Saat itu, pelayanan pastoral Paroki Melolo mencakup empat kecamatan di wilayah administratif Pemerintah Kabupaten Sumba Timur, yakni Kecamatan Umalulu, Kecamatan Pahunga Lodu, Kecamatan Paberiwai, dan Kecamatan Karera. 

Pada periode ini, Societas Verbi Divini menyingsing kembali setelah sebelumnya “tenggelam” di Weetebula, Sumba bagian barat. 

Dengan spirit yang baru, para misionaris tarekat itu siap memberikan seberkas sinar dengan sejuta harapan akan perkembangan iman Katolik dari timur Pulau Sumba

Meskipun medan pelayanan sulit karena infrastruktur jalan yang sangat menantang, namun semangat misi yang tinggi mendorong para misionaris tersebut menakluk lumpur pada musim hujan dan mengakrabi debu pada musim kemarau di jalanan. 

Selama kurang lebih lima belas jam setiap hari, Pater Yosef dan Pater Vincent pergi menyapa orang-orang yang belum mengenal agama Katolik. 

Mereka juga menghabiskan waktu bersama umat yang telah dibaptis di semua tempat pelayanan dalam wilayah Paroki Melolo. Sementara itu, Pater Zenon sebagai yang tertua mengurus berbagai keperluan lain terkait tugas pastoral di pastoran.  

Adapun, pendekatan pastoral yang dijalankan saat itu adalah para misionaris hidup berdampingan dan menyelaraskan budaya setempat dengan ajaran Katolik. Selebihnya, kesuksesan karya misi ditunjang kesabaran, ketenangan, dan fokus pada tujuan utama. 

Untuk menunjang misi di Sumba saat itu, beberapa misionaris Societas Verbi Divini lainnya diutus ke sana pada tahun 1986. 

Mereka adalah Pater Gabriel Meo, SVD yang diangkat menjadi Pastor Paroki Lewa, Pater Yakobus Modho, SVD yang berkarya di Paroki Kalembu Weri, dan Pater Yakobus Weke, SVD yang bermisi di Paroki Melolo. Pater Yakobus menggantikan Pater Zenon dan Pater Vincent.

Selanjutnya, Pater Romaldus Pitan, SVD menduduki jabatan sebagai Rektor Seminari Sinar Buana sekaligus Kepala Sekolah Menengah Atas Santo Thomas Aquinas di Weetebula pada tahun 1987. 

Selain itu, ada Pater Aloysius Logos, SVD yang diperbantukan di Paroki Homba Karipit. 

Pimpinan Societas Verbi Divini juga mengirim Bruder Andreas Rali, SVD untuk melakukan tahun orientasi di Paroki Melolo pada tahun 1988. 

Pada saat yang sama, Pater Lukas Larun, SVD diangkat menjadi Rektor Seminari Sinar Buana sekaligus Kepala Sekolah Menengah Atas Santo Thomas Aquinas. 

Ia menggantikan Pater Romaldus. Kemudian, Bruder Aloysius Lanang, SVD dipercayakan untuk mengurus pembangunan rumah rektorat Societas Verbi Divini di Tambolaka.

Sejak rumah rektorat itu mulai ditempati pada tahun 1991, ada sejumlah misionaris tarekat tersebut yang datang bermisi di Sumba. Banyak di antara mereka juga harus meninggalkan Sumba karena ada kebutuhan tenaga imam di tempat misi lain. 

Namun, ada dua misionaris Societas Verbi Divini awal periode kedua yang masih menetap di Weetebula sampai dengan saat ini. 

Mereka adalah Pater Yosef yang tinggal di Seminari Menengah Santo Fransiskus Asisi Sinar Buana dan Pater Gabriel yang menetap di Rumah Sakit Karitas. Keduanya masih aktif melakukan pelayanan pastoral di tempat tinggal masing-masing.  

Societas Verbi Divini Kini dan yang Dinantikan 

Komunitas Rektorat Societas Verbi Divini telah diagi menjadi dua bagian sejak tahun 2023, yaitu: Pertama, Komunitas Distrik yang terdiri dari sejumlah misionaris Societas Verbi Divini yang bekerja di paroki dan atau lembaga milik Keuskupan Weetebula, juga Rumah Sakit Karitas. 

Ada tiga paroki yang dilayani oleh imam dari Komunitas Distrik, yakni Paroki Santo Arnoldus Janssen Tambolaka dengan jumlah umat sebanyak 10.954 orang per 31 Desember 2024.

Paroki Sang Sabda Lewa dengan jumlah umat sebanyak 3.283 orang per 31 Desember 2024, dan Paroki Santa Maria Magdalena Nggongi dengan jumlah umat sebanyak 1.829 orang per 31 Desember 2024. 

Total jumlah umat dari ketiga paroki yang dilayani para misionaris Societas Verbi Divini adalah sebanyak 16.066 orang per 31 Desember 2024. 

Angka jumlah umat yang sangat besar itu merupakan buah yang dipanen Keuskupan Weetebula dari karya Roh Kudus melalui keuletan para misionaris Societas Verbi Divini di masa silam dan masa kini. 
 
Kedua, Komunitas Pendidikan Santo Josef Freinademetz Tambolaka yang terdiri dari beberapa misionaris Societas Verbi Divini yang menangani bidang pendidikan, antara lain: 

Sekolah Menengah Pertama Katolik Santo Josef Freinademetz dan Sekolah Menengah Atas Katolik Santo Josef Freinademetz di Tambolaka - Sumba Barat Daya.  

Dua lembaga pendidikan tersebut bukan hanya mendidik anak-anak Sumba yang beragama Katolik, namun ada juga siswa-siswi dari agama lain.

Pada saat ini, ada sebanyak 16 misionaris Societas Verbi Divini yang berkarya di Sumba, terdiri dari 15 orang imam dan seorang bruder. 

Mereka berikhtiar untuk meningkatkan mutu iman umat Katolik. Selain itu, fokus utama para misionaris tersebut adalah mencerdaskan anak-anak Sumba melalui peningkatan mutu pendidikan yang bernafas Societas Verbi Divini

Kita menantikan terobosan-terobosan karya misi dari Societas Verbi Divini untuk mutu iman Katolik dan mutu pendidikan yang lebih baik di Sumba. 

Vivat Deus Unus et Trinus in Cordibus Nostris et in Cordibus Hominum. (*)

Sumber Bahan Tulisan:

  1. Buku: Sejarah Gereja Katolik di Sumba dan Sumbawa.
  2. Karya yang Tidak Diterbitkan: A Time Of Hope: Sebuah Kenangan Penuh Syukur 25 Tahun SVD di Sumba; Jejak-Jejak SVD Sebagai Serikat Religius-Misioner di Sumba.
  3. Wawancara dengan narasumber antara lain: Pater Ferdinandus Ganti, SVD (Pastor Paroki Santo Arnoldus Janssen Tambolaka); Pater Fransiskus Mansen, SVD (Kepala Sekolah Menengah Pertama Katolik Santo Josef Freinademetz Tambolaka); Pater Fransiskus Seda, SVD (Kepala Sekolah Menengah Atas Katolik Santo Josef Freinademetz Tambolaka); Pater Yosef Banamtuan, SVD (Misionaris Societas Verbi Divini yang berkarya di Seminari Menengah Santo Fransiskus Asisi Sinar Buana Weetebula).


Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved