Opini

Opini: Anak Dalam Ruang Digital, Lindungi Hati Mereka

Dunia digital bagaikan pedang bermata dua, menawarkan konektivitas global dan akses informasi tak terhingga, namun di balik itu tersimpan ancaman  

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Inosensius Enryco Mokos 

Oleh: Inosensius Enryco Mokos
Dosen Ilmu Komunikasi ISBI Bandung

POS-KUPANG.COM - Setiap tanggal 23 Juli, bangsa Indonesia merayakan Hari Anak Nasional, sebuah momentum krusial untuk mengukuhkan kembali komitmen terhadap pemenuhan hak dan perlindungan kesejahteraan anak-anak. 

Namun, di tengah gelombang revolusi digital yang tak terbendung, definisi perlindungan anak telah meluas, tidak lagi hanya mencakup ruang fisik semata, melainkan juga ranah siber yang penuh dinamika. 

Internet, dengan segala potensi transformatifnya, hadir sebagai anugerah sekaligus tantangan, membuka gerbang pengetahuan tak terbatas namun juga menyembunyikan berbagai ancaman yang dapat membahayakan keselamatan dan tumbuh kembang generasi penerus.

Baca juga: Pemerintah Kota Kupang Gelar Lomba Kreatif Sambut Hari Anak Nasional 2025

Dalam konteks ini, pertanyaan mendasar muncul: bagaimana kita dapat memastikan anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang secara optimal di era digital yang kompleks ini, terlindungi dari bahaya siber, sekaligus mampu memanfaatkan potensi positif teknologi secara cerdas dan bertanggung jawab?

Ancaman Digital dan Fondasi Literasi

Dunia digital bagaikan pedang bermata dua, menawarkan konektivitas global dan akses informasi tak terhingga, namun di balik itu tersimpan ancaman serius. 

Salah satu bahaya merusak adalah perundungan siber atau cyberbullying. Survei U-Report UNICEF menunjukkan 45 persen anak muda Indonesia (14-24 tahun) pernah mengalami perundungan daring, dengan 45 persen melalui aplikasi chatting dan 41 persen melalui penyebaran foto/video pribadi tanpa izin. 

Tragisnya, mantan Menteri Sosial mengungkapkan hingga 40 persen kasus bunuh diri pada anak di Indonesia terkait perundungan.

Selain itu, paparan konten tidak pantas menjadi ancaman nyata; KPI mencatat 5,5 juta kasus pornografi anak, dan Kemen PPPA menyatakan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia pernah menyaksikan konten seksual daring. 

KPAI bahkan menyebut 90 persen anak terpapar pornografi internet pada usia 11 tahun. 

Tidak kalah mengkhawatirkan adalah risiko penipuan online dan eksploitasi, di mana anak-anak, dengan kepolosan dan minimnya pengalaman, kerap menjadi target empuk. 

Menko PMK Pratikno juga menyoroti rata-rata waktu layar anak Indonesia kini mencapai 7,5 jam per hari, durasi yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada perilaku dan kesehatan mental.

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, kunci utama terletak pada penguasaan literasi digital. 

Literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis, melainkan pemahaman mendalam tentang cara kerja informasi, etika berinteraksi aman, serta kemampuan membedakan validitas informasi di dunia maya. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved