NTT Terkini

Deford Nasareno Lakapu Ingatkan Kesiapan Sistemik Daerah untuk Koperasi Merah Putih

Peresmian Koperasi Merah Putih (KMP) oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai sebagai langkah strategis yang menunjukkan komitmen

POS-KUPANG. COM/TARI
DEFORD - Deford Nasareno Lakapu, MM, ahli Pengembangan System Manajemen Risiko yang juga tenaga pengajar prodi Magister Studi Pembangunan Undana 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Peresmian Koperasi Merah Putih (KMP) oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai sebagai langkah strategis yang menunjukkan komitmen politik tinggi pemerintah dalam mendorong percepatan ekonomi masyarakat.

Namun, pengamat manajemen risiko, Dr. Deford Nasareno Lakapu, MM, mengingatkan pentingnya kesiapan sistemik untuk menghindari risiko simbolik tanpa dampak nyata di lapangan.

Dr. Deford Nasareno Lakapu, MM selaku Ahli Pengembangan System Manajemen Risiko mengatakan, peresmian ini adalah sinyal kuat komitmen politik, dan kita perlu apresiasi. 

"Tapi kalau tidak didukung kesiapan operasional hingga akar rumput, hal ini bisa menjadi event risk, yakni risiko yang muncul karena tindakan simbolik tanpa kesiapan sistemik," ujar Deford Nasareno Lakapu, yang juga sebagai Tenaga pengajar prodi Magister Studi Pembangunan Undana, Senin (21/7). 

Baca juga: LIPSUS: PD Flobamor dan KIB di NTT Nol Deviden, 300 BUMD Rugi Rp5,5 Triliun

Menurut Deford Nasarena Lakapu, untuk mengelola risiko ini, diperlukan integrasi antara desain kebijakan nasional dengan kesiapan daerah.

Deford Nasareno Lakapu menyebutkan, bahwa sebagian besar KMP di NTT sudah terbentuk, namun belum dapat beroperasi karena berbagai kendala seperti belum adanya NPWP lembaga, kurangnya modal, dan belum adanya SOP yang jelas.

“Ini mencerminkan adanya gap antara perencanaan dan eksekusi, yang dalam manajemen risiko disebut operational risk. Bisa karena kapasitas SDM yang rendah, SOP yang belum jelas, atau lemahnya dukungan kelembagaan,” jelas Deford Nasareno Lakapu.

Kondisi KMP yang belum memiliki NPWP pribadi maupun lembaga juga disebut sebagai bentuk compliance risk dan financial risk. Tanpa NPWP, koperasi tidak bisa membuka rekening, mengakses dana, atau menjalankan fungsi keuangan secara formal.

"Pemenuhan persyaratan administrasi harus dipercepat melalui pendekatan risk-based support system, artinya intervensi pemerintah harus disesuaikan dengan tingkat kesiapan masing-masing koperasi," ujar Deford Nasareno Lakapu.

Terkait lambatnya operasionalisasi KMP di sejumlah daerah, ia menilai penyebab utama adalah lemahnya koordinasi antar lembaga, keterbatasan SDM lokal, dan asymmetry of information. 

Baca juga: LIPSUS: 145.268 Anak NTT Tidak Sekolah, Cita-cita Api Ingin Jadi Polisi Pupus di Pasar

“Kalau instruksi pusat tidak dibarengi dengan kapasitas daerah, maka akan terjadi implementation delay. Untuk itu, perlu pendekatan manajemen risiko yang terdesentralisasi dan adaptif,” kata Deford Nasareno Lakapu.

Untuk mempercepat efektivitas KMP, Deford Nasareno Lakapu menyarankan agar pemerintah daerah menyusun risk mitigation plan, antara lain dengan membentuk tim percepatan lintas sektor, melakukan audit kesiapan administrasi tiap koperasi, memberikan pelatihan intensif kepada pengurus koperasi. 

Selain itu, membangun dashboard pengawasan berbasis data, menyediakan early warning system untuk mendeteksi kendala sejak dini. 

Dalam hal efektivitas jangka panjang, Deford Nasareno Lakapu menyebutkan beberapa indikator keberhasilan KMP secara nasional, di antaranya jumlah koperasi aktif secara operasional dan administratif, jumlah anggota dan transaksi.

Baca juga: LIPSUS: Massa Lempar Polisi dengan Ban Bekas  Ratusan Sopir Pikap Demo di Kantor Gubernur NTT 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved