Rote Ndao Terkini
Gemuruh Lonceng dan Syair Leluhur: Festival Hus Ndeo Menggema di Tanah Nusak Lailete
Lonceng-lonceng kecil yang terikat di kaki kuda berbunyi nyaring, seolah menari mengikuti irama tanah leluhur.
Penulis: Mario Giovani Teti | Editor: Apolonia Matilde
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Mario Giovani Teti
POS-KUPANG.COM, BA'A - Lonceng-lonceng kecil yang terikat di kaki kuda berbunyi nyaring, seolah menari mengikuti irama tanah leluhur.
Siang itu, Rabu (9/7/2025), di Dusun Oelaen, Desa Tasilo, Kecamatan Loaholu, Kabupaten Rote Ndao, ribuan pasang mata tertuju pada pemandangan yang begitu memesona, parade kuda hias bertabur warna, dipadu semangat tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.
Inilah Festival Hus Ndeo, denyut sakral dari jantung budaya Rote Ndao.
Meski harus menempuh perjalanan sejauh 27 kilometer dari Kota Ba'a, ibu kota kabupaten, tak satupun lelah yang dirasa. Sebab yang datang bukan hanya untuk menonton, tapi untuk menghidupkan kenangan, mengenang leluhur dan meneguhkan rasa memiliki atas warisan budaya.
Matahari bersinar hangat ketika anak-anak berlarian di sisi lapangan, bersorak saat deretan kuda melintas. Para joki tampak gagah mengenakan Ti'i Langga, topi khas kebanggaan masyarakat Rote, serta selimut adat sebagai sarung.
Kuda-kuda itu tidak hanya dihias dengan warna-warni kain tenun, tapi juga dilengkapi lonceng-lonceng yang mengeluarkan bunyi nyaring, mengiringi setiap langkah yang menyerupai gerakan tarian adat Foti.
"Ini bukan sekadar parade. Ini adalah tarian doa dan syukur kepada Sang Pencipta," ujar Dominggus Fanggi, Kepala Desa Boni sekaligus keturunan langsung dari tokoh adat Suku Luna Fando, penyelenggara utama ritual Hus Nde'o.
Hus Nde'o, dijelaskan Dominggus, bukan sekadar festival budaya. Ia adalah ritual adat penuh makna, digelar setiap tahun pada bulan Juli saat purnama muncul di langit Rote.
Acara ini adalah bentuk persembahan syukur atas hasil panen dan ternak serta seruan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa demi keberkahan tahun-tahun yang akan datang.
"Saya hanya melanjutkan amanah dari leluhur," ucap Dominggus lirih, mengenang tanggung jawab berat sebagai Mane Lilo (pembagi nasi dan daging dalam ritual).
Dirinya bersama dua tokoh kunci lainnya, yakni Mane Hello dari Suku Elo dan Mane No dari suku Tasioe. Mereka menjaga sakralitas tradisi yang kini mulai tergeser zaman.
Sayangnya, kata Dominggus, tak semua unsur ritual bisa dipertahankan. Seiring waktu, beberapa tokoh adat telah meninggal dunia dan keturunannya tak lagi melanjutkan peran sakral itu. Meski demikian, semangat pelestarian tetap dijaga, salah satunya lewat format festival budaya.
Festival ini mempertemukan sembilan suku besar dari wilayah adat Lailete, terbagi ke dalam dua kelompok besar.
Leo Kalima atau Lima Suku yakni Elo, Luna, Fando, Bolu dan Tasioe.
Leo Kaha atau Empat Suku, Todak, Mbauleo, Leseleon dan Leoanak. Semua hadir, menyatu dalam nuansa kebersamaan dan haru.
"Di sinilah makna kekeluargaan itu tumbuh. Semua sanak saudara dari berbagai penjuru Rote kembali berkumpul," ungkap Dominggus.
Bupati Rote Ndao, Paulus Henuk, hadir langsung membuka Festival Hus Nde'o. Ia menekankan bahwa festival ini bukan hanya acara budaya, tapi juga simbol identitas masyarakat Rote.
"Hus Kuda adalah bukti bahwa kita masih terhubung erat dengan akar budaya kita. Pemerintah berkomitmen menjadikannya bagian penting dari promosi pariwisata berkelanjutan," ujar Paulus.
Ia mengaku, betapa pentingnya melibatkan generasi muda dalam pelestarian budaya, sembari mengajak masyarakat menjaga ketertiban dan kebersihan selama acara berlangsung.
Festival ini tidak hanya menghadirkan hiburan dari silat kampung, tarian Foti, hingga pertunjukan seni daerah, namun lebih dari itu, ia menjadi jembatan waktu, menghubungkan generasi sekarang dengan suara-suara leluhur yang dulu bersenandung di bawah sinar bulan purnama.
Di Tanah Nde'o, kuda-kuda bukan hanya tunggangan, tetapi pembawa doa dan pengikat sejarah. Dan selama lonceng-lonceng itu terus berdentang, selama anak-anak masih menari mengikuti irama Foti, maka Hus Nde'o akan tetap menggema, bukan hanya di tanah Rote, tapi juga di hati setiap anak bangsa yang mencintai budayanya. (rio)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.