Opini

Opini: Pembiayaan Pendidikan yang Transparan, Akuntabel dan Obyektif

Sebuah angka yang bagi khalayak cukup besar sehingga dicurigai sebagai bentuk "pemalakan" kepada orangtua.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Adrianus Ngongo 

Oleh: Adrianus Ngongo
Guru SMK Negeri 2 Kupang, Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Viralnya biaya masuk sekolah di SMA/SMK Kota Kupang hari-hari belakangan ini perlu didiskusikan lebih lanjut. 

SMA Negeri 5 Kota Kupang sebagai salah satu sekolah yang menunjukkan perubahan signifikan lewat tangan dingin Ibu Veronika Wawo, S.Pd., M.Pd kali ini mendapat sorotan tajam di media. 

Dengan menetapkan biaya masuk sebesar Rp 2.200.000 per siswa baru, total dana yang terkumpul nyaris mencapai satu miliar rupiah. 

Sebuah angka yang bagi khalayak cukup besar sehingga dicurigai sebagai bentuk "pemalakan" kepada orangtua.

Bila kita telusuri sekolah-sekolah negeri yang lain, jumlah dana yang diminta SMA Negeri 5 bahkan lebih kecil. Ada beberapa sekolah favorit yang meminta dana lebih dari Rp 2.200.000 per siswa. 

Artinya penerimaan sekolah tersebut akan melebihi satu miliar rupiah. Apalagi jika jumlah siswa yang diterima lebih dari 500 orang, tentu penerimaan akan lebih besar lagi. Sayang, sekolah-sekolah tersebut uput dari mata media.

Masukan publik terkait pembiayaan pendidikan bagi penulis merupakan suatu bentuk sikap tanggung jawab dan kritis publik atas penyelenggaraan pendidikan. 

Kekritisan ini perlu diapresiasi dengan mempertanggungjawabkan setiap rupiah dana publik secara transparan sehingga menjadi terang benderang dan tidak menimbulkan kecurigaan publik terhadap sekolah.

Pertanggungjawaban ini sangat bernilai dalam membangun kepercayaan public bahwa dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, transparan, akuntabel dan obyektif. 

Itu berarti bahwa bukan soal berapa nilai uang yang ditentukan tetapi apakah nilai uang tersebut berasal dari hasil perhitungan yang dilakukan secara cermat, teliti dan selaras dengan kebutuhan riil di sekolah. 

Sepanjang nilai uang yang ditentukan sesuai dengan realitas kebutuhan anak didik di sekolah maka itu bukanlah sebuah isu.

Standar Pembiayaan Pendidikan

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2023 Pasal 1 Ayat 1 tertulis bahwa Standar Pembiayaan adalah kriteria minimal komponen pembiayaan pendidikan pada Satuan Pendidikan. 

Standar Pembiayaan digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Satuan Pendidikan, dan Masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pembiayaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan (Pasal 2 Ayat 1).

Lebih lanjut pada Pasal 1 ayat 4 tertulis bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas dua kenis biaya: Biaya Investasi dan Biaya Operasional. 

Biaya Investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan barang dan jasa yang umurnya lebih dari 1 (satu) tahun untuk penyelenggaraan Pendidikan di dalam Satuan Pendidikan (Pasal 1 Ayat 5). 

Biaya Investasi meliputi komponen biaya: investasi lahan; penyediaan sarana dan prasarana; penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia; dan modal kerja tetap.

Biaya Operasional adalah biaya yang dibutuhkan secara rutin dan berulang paling lama 1 (satu) tahun atau memiliki nilai nominal yang tidak dapat dikapitalisasi untuk mendukung terlaksananya layanan pendidikan (Pasal 1 Ayat 6). 

Biaya Operasional meliputi komponen biaya: personalia; dan nonpersonalia. 

Biaya Operasional personalia merupakan penghasilan yang diberikan kepada Tenaga Kependidikan berupa gaji dan tunjangan sebagai imbalan jasa Tenaga Kependidikan sesuai dengan undangan.

Biaya Operasional nonpersonalia adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan bahan dan perlengkapan habis pakai, peralatan, pemeliharaan sarana dan prasarana, daya dan jasa, serta bentuk komponen lainnya yang memiliki masa pakai paling lama 1 (satu) tahun atau memiliki nilai nominal yang tidak dapat dikapitalisasi terlaksananya layanan pendidikan.

Pembiayaan pendidikan dapat bersumber dari: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah; dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pembiayaan dari pemerintah pusat sudah sangat jelas lewat Dana BOS, sementara dari pemerintah daerah juga lewat BOSDA sebagaimana sudah dipraktikkan beberapa daerah di Indonesia. 

Kategori sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan seperti misalnya iuran pendidikan.

Transparan, akuntabel dan obyektif

Penentuan besaran pembiayaan pendidikan harus dilakukan di atas prinsip transparansi, akuntabilitas dan obyektifitas. 

Prinsip transparansi bermakna adanya keterbukaan informasi terkait perencanaan, pengelolaan, dan penggunaan dana pendidikan. 

Transparansi memastikan bahwa setiap alokasi anggaran dapat dipertanggungjawabkan dan diketahui oleh semua pihak, termasuk masyarakat, orang tua siswa, dan lembaga pengawas.

Dengan prinsip ini akan mencegah penyalahgunaan dana, meningkatkan akuntabilitas, serta mendorong partisipasi publik dalam pengawasan. 

Selain itu, kepercayaan terhadap sistem pendidikan meningkat, dan pemanfaatan dana menjadi lebih efektif dan efisien dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan di seluruh jenjang dan wilayah Indonesia.

Prinsip akuntabel dalam pembiayaan pendidikan di Indonesia mengandung makna bahwa setiap penggunaan dana pendidikan harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, jujur, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 

Akuntabilitas mencakup semua tahapan, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan. 

Setiap pihak yang terlibat, baik pemerintah, sekolah, maupun lembaga pendidikan lainnya, wajib menyampaikan laporan penggunaan dana secara transparan dan tepat waktu.

Tujuan dari prinsip ini adalah untuk memastikan bahwa dana pendidikan benar-benar digunakan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan, menghindari pemborosan, dan mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaran. 

Dengan penerapan prinsip akuntabel, masyarakat dapat turut mengawasi dan menilai efektivitas penggunaan dana pendidikan. 

Hal ini juga memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan nasional serta mendorong terciptanya tata kelola keuangan Pendidikan yang baik, bersih, dan berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Prinsip obyektif dalam pembiayaan pendidikan berarti bahwa alokasi dan penggunaan dana pendidikan harus didasarkan pada kebutuhan nyata, data yang valid, serta pertimbangan rasional dan adil. 

Pengambilan keputusan dalam pembiayaan tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, kelompok, atau tekanan politik, melainkan harus mengedepankan kepentingan pendidikan secara menyeluruh. 

Dengan prinsip obyektif, dana pendidikan dapat diarahkan secara tepat sasaran, misalnya untuk meningkatkan kualitas guru, sarana prasarana, dan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.

Prinsip ini juga mendorong efisiensi serta efektivitas dalam pengelolaan keuangan pendidikan. 

Dalam jangka panjang, penerapan prinsip obyektif akan membantu menciptakan sistem pendidikan yang lebih merata, berkualitas, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia, sesuai  tujuan pembangunan nasional di bidang pendidikan.  

Akhirnya, besaran pembiayaan pendidikan yang ditentukan berasaskan prinsip transparan, akuntabel dan obyektif dapat menjadi pijakan untuk mendorong kereta pendidikan Indonesia selangkah lebih maju. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved