Opini

Opini: Cegah Korupsi Sejak Dini, Mulai dari Sekolah Dasar

Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan lewat hukuman. Ia harus dicegah melalui pendidikan karakter yang dimulai sejak dini. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRI
Yulsy M. Nitte, SH.,M.Pd 

Oleh: Yulsy M. Nitte, SH.,M.Pd
Dosen dan Peneliti Pendidikan pada Prodi PGSD FKIP Universitas Citra Bangsa Kupang - Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Korupsi bukan hanya persoalan hukum, ia adalah penyakit karakter. Ia tumbuh bukan semata karena kurangnya pengawasan, tetapi karena lemahnya kesadaran moral. 

Indonesia telah menggelontorkan miliaran rupiah untuk pemberantasan korupsi. 

Lembaga demi Lembaga dibentuk, undang-undang diperketat, namun kasus korupsi terus saja bermunculan. Maka pertanyaannya: mungkinkah kita sedang berperang di medan yang salah?

Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan lewat hukuman. Ia harus dicegah melalui pendidikan karakter yang dimulai sejak dini. 

Jika akar masalahnya adalah moralitas, maka jawabannya harus dimulai dari ruang kelas, bukan hanya ruang sidang. Dan ruang kelas itu adalah sekolah dasar tempat karakter dasar manusia dibentuk.

Survei Transparency International menempatkan Indonesia di posisi ke-110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (2022). 

Ini bukan sekadar angka, tetapi cermin rapuhnya sistem nilai. Dalam masyarakat yang menganggap “asal pintar bisa atur,” korupsi bukan lagi aib, melainkan jalan pintas.

Itulah sebabnya program pendidikan karakter anti korupsi di sekolah dasar seperti yang dilakukan oleh tim pengabdian masyarakat Universitas Citra Bangsa di SD GMIT Kolhua, Kupang, menjadi sangat relevan. 

Anak-anak diperkenalkan pada nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian untuk menolak kecurangan. 

Bukan lewat ceramah hukum, tapi lewat diskusi, kuis, dan keteladanan yang menyentuh hati dan logika mereka.

Kita terlalu lama menjadikan pendidikan sebagai ajang kejar target akademik, bukan pembentukan manusia utuh. Padahal, masa depan bangsa lebih ditentukan oleh integritas warganya, bukan hanya indeks prestasi. 

Pendidikan anti korupsi di sekolah dasar bukan tentang menghafal definisi korupsi, tetapi membentuk kebiasaan baik yang kelak akan menjadi prinsip hidup.

Nilai-nilai seperti jujur, adil, tidak mengambil hak orang lain, dan peduli sesama adalah fondasi karakter bangsa. 

Anak-anak perlu diajak memahami bahwa “curang itu salah” bukan karena takut dihukum, tapi karena itu melukai rasa keadilan.

Pendidikan karakter tidak akan berhasil tanpa keteladanan. Di sinilah guru memainkan peran sentral. Mereka bukan sekadar pengajar, tetapi pembentuk peradaban. 

Ketika guru mengajarkan kejujuran, tapi memalsukan data rapor; ketika sekolah bicara karakter, tapi memberi ruang untuk mencontek saat ujian apa yang sesungguhnya sedang ditanamkan?

Sekolah harus menjadi miniatur masyarakat jujur. Tata tertib, pembelajaran, hingga interaksi antarwarga sekolah harus menjadi sarana pembiasaan nilai-nilai anti korupsi. 

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK)  telah mengembangkan sembilan nilai anti korupsi, seperti jujur, tanggung jawab, disiplin, dan sederhana. Sayangnya, belum banyak sekolah yang menjadikannya sebagai budaya hidup sehari-hari.

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan pentingnya pendidikan anti korupsi di semua jenjang. Namun, implementasi di sekolah dasar masih minim, sporadis, dan belum sistematis. 

Padahal, anak usia SD adalah fase emas masa di mana nilai dan karakter lebih mudah dibentuk daripada diubah.

Bayangkan jika setiap siswa SD di NTT terbiasa berkata “tidak” pada kecurangan, terbiasa membela yang benar meski sendiri, dan terbiasa jujur meski itu membuatnya tidak populer.

Dua puluh tahun dari sekarang, mereka akan menjadi pemimpin yang tak mudah dibeli, birokrat yang menolak korupsi berjubah aturan, dan warga negara yang menjaga integritas meski tak ada kamera yang merekam.

Korupsi bukan sekadar kejahatan, ia adalah kegagalan dalam membentuk manusia yang punya nurani. Dan jika itu akar persoalannya, maka penyembuhannya harus dimulai dari sekolah tempat nilai ditanam sebelum ambisi tumbuh. 

Kita boleh membangun gedung pengadilan, memperkuat lembaga hukum, atau menggandakan anggaran pengawasan. Tapi jika anak-anak kita tumbuh tanpa karakter, korupsi akan selalu menemukan jalan pulangnya.

Sekolah adalah ladang strategis, tempat menabur kejujuran sebelum tipu daya merajalela. Dan pendidikan dasar bukan tahap awal, tapi fondasi yang menentukan arah. 

Maka, siapa pun yang peduli pada masa depan Indonesia, harus menjadikan pendidikan karakter anti korupsi sebagai prioritas bukan pelengkap. Karena di sanalah, pertarungan masa depan sedang dimulai: antara integritas dan pembiaran.

Karena itu, mari kita mulai dari tempat yang sering terlupakan: ruang-ruang kecil di pelosok sekolah dasar. Di sana, benih perubahan sejati bisa ditanam sebelum korupsi tumbuh menjadi budaya. 

Mencegah lebih dari sekadar menghukum; membentuk karakter jujur sejak dini jauh lebih murah, lebih mendalam, dan lebih menyelamatkan masa depan bangsa dibanding terus-menerus menambal kebobrokan yang sudah terlanjur mapan. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved