Opini
Opini: Program Koperasi Merah Putih, Pembelajaran dari Satu Dekade Korupsi Desa di Indonesia
Hal inidapat menjadi momentum kebangkitan koperasi dan UMKM di tingkat desa sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

Namun, realitas empiris menunjukkan ironi yang tajam. Data ICW mengungkapkan bahwa
sektor desa konsisten menempati peringkat teratas dalam kasus korupsi sejak 2015, tepat
setelah implementasi UU Desa No. 6/2014.
Ini mengindikasikan bahwa peningkatan alokasi
dana desa tidak berbanding lurus dengan perbaikan tata kelola dan akuntabilitas.
Beberapa faktor struktural yang berkontribusi pada fenomena ini meliputi:
Kapasitas Kelembagaan yang Terbatas: Banyak aparatur desa belum memiliki kompetensi memadai dalam pengelolaan keuangan dan administrasi program berskala besar.
Keterbatasan SDM ini menciptakan celah untuk penyalahgunaan anggaran.
Sistem Pengawasan yang Lemah: Mekanisme kontrol dan monitoring di tingkat desa
seringkali tidak efektif karena keterbatasan infrastruktur, teknologi, dan sumber daya
pengawas.
Jarak geografis dan aksesibilitas juga menjadi kendala pengawasan eksternal.
Kultur Paternalistik: Struktur sosial desa yang masih kental dengan pola paternalistik
dapat menghambat transparansi dan akuntabilitas.
Posisi kepala desa yang dominan seringkali meminimalisir kontrol sosial dari masyarakat.
Risiko dan Peluang Program Desa/Kelurahan Merah Putih
Risiko Sistemik Dengan anggaran sebesar Rp550 triliun yang dialokasikan ke 80.000 desa/kelurahan, potensi
kerugian negara akibat korupsi bisa mencapai magnitude yang mengkhawatirkan.
Jika asumsi tingkat kebocoran mengikuti pola historis, kerugian bisa mencapai puluhan hingga ratusan
triliun rupiah.
Proses pembentukan badan hukum melalui notaris hingga 30 Juni 2025 juga berpotensi
menjadi celah korupsi baru, terutama dalam biaya notariil dan perizinan yang tidak transparan.
Percepatan timeline implementasi dapat mengorbankan aspek kehati-hatian dalam desain
sistem pengawasan.
Peluang Transformasi
Di sisi lain, program ini dapat menjadi momentum perbaikan tata kelola desa jika disertai
dengan reformasi sistemik. Digitalisasi proses administrasi dan keuangan desa dapat
meningkatkan transparansi dan memudahkan pengawasan real-time.
Penggunaan teknologi
blockchain atau sistem informasi terintegrasi dapat meminimalisir manipulasi data keuangan.
Pemberdayaan masyarakat sipil dan penguatan peran BPD (Badan Permusyawaratan Desa)
sebagai watchdog dapat menciptakan sistem checks and balances yang efektif. Keterlibatan
aktif organisasi masyarakat sipil dan media lokal dalam monitoring juga dapat meningkatkan
akuntabilitas sosial.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.