Resensi Buku

Resensi Buku: Menguak Tabir Menerjang Badai

Fakta lain menunjukkan litani panjang kerusakan lingkungan berkorelasi dengan produktivitas lahan terus berkurang karena gagal tanam dan gagal panen. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-KIRIMAN MARTHEN DUAN
Buku Menguak Tabir Menerjang Badai karya Marthen Duan. 

Kesewenangan aparatur negara terhadap rakyat kecil di Oeluan mencapai puncak memilukan yang ditandai dengan putusan sidang pengadilan tingkat pertama dan kasasi. Negara kalah. 

Perlawanan rakyat secara terbuka dari gerbang batas negara RI - Tiles itu tersirat dalam merebut  Maesmolo - Naijan Pusuf Kelef memberi shock therapi. 

Mantan aparatur dan tokoh maasyarakat terperangah dan insaf jika kesewenangan masa lalu sedang mengalami ujian berat.  

Menyusul delegasi kewenangan pusat kepada daerah yang disebut otonomi daerah memberi tanda tidak ada ambisi menumpuk kuasa di pusat pemerintahan melainkan  membuka ruang membangun dengan  kultur lokal kemudian terlibas oleh gerbong oligarki yang sarat korupsi kolusi dan nepotisme. 

Ada tanda bahaya kolonialisme berwajah baru. Dan Banul di  Popnam menempati nominasi pengelolaan kawasan hutan yang sangat heroik dan terukur dampaknya bagi sumber mata air  dan keane-ragaman hayati terjaga rawat. 

Masyarakat sipil peduli perubahan bernama Lembaga Swadaya Masyarakat teguh dan setia bersama rakyat kecil dengan segala kekurangan dan kelebihannya. 

LSM patut diakui sebagai sebuah  konstruksi sosial dan terus mengkontruksi diri  dibingkai monolog “Potret LSM di  Timur”  antara imajinasi dan  kesaksian. 

Bab IV Jalan tengah bukan kalah menang mengkonfirmasi asumsi pengelolaan hutan tanah dan air  berbasis kultural. 

Demokrasi  Biinmaffo, dalam tradisi tutur dan karya nyata memberi jawaban. 

Kultur demokrasi demikian sangat menginspirasi pola pengambilan keputusan pemerintahan lokal sekaligus  penyelesaian masalah kehidupan umumnya.

Perumusan aturan dan perundangan sepatutnya mempertimbangkan  histori dan sosiologi masyarakat setempat untuk selanjutnya  dijadikan pijakan  pada tataran operasional.  

Bagian ini mengambil ancang-ancang  menuju klimaks pertarungan kepentingan buku ini. Akan tetapi bukan soal  kalah bukan juga soal menang melainkan mulai dengan membangun fokus sudut pandang bersama. 

Review keutamaan kerja keras kerja tuntas dengan prinsip pengelolaan  hutan, tanah dan air bersama masyarakat dan berbasis masyarakat dan formula pengelolaan sumber daya hutan tanah dan air kolaboratif mutual.  

Bab V  Penutup. Bagian akhir seketika menjadi closing statement  isi buku secara keseluruhan.  Bagian ini  menjadi  general ending gagasan yang terpola dalam wujud kesimpulan dan  saran. 

Tarik menarik kepentingan antara masyarakat lokal dan kepentingan negara ibarat tali pusar dengan  sang ibunda yang menandai kehidupan.    

Tidak hendak menampilkan kesan buku siap  saji untuk  disantap saja. Benar ada upaya nekad  mendorong pola pikir dan membuat  refleksi. 

Adakah tradisional knowledges dan tradisional wisdoms telah menginspirasi  aturan hukum dan perundangan-undangan negeri untuk  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Adakah  keadilan ekologis,  adakah peningkatan pendapatan masyarakat  setempat yang terukur  antara ketahanan pangan dan kedaulatan pangan secara berkelanjutan. 

Sudahkah ruang partisipasi  dibangun seluas-luasnya tanpa mengabaikan kepentingan warga lokal  dan sebaliknya warga lokal membuka diri untuk perubahan dan kebaikan  bersama.                         

Menguak Tabir Menerjang Badai serasa menantang  untuk berguru dan belajar tanpa intrik berselaput propaganda mencari sensasi murahan. 

Menguak Tabir Menerjang Badai  berkhabar  reportasi investigasi kegelisahan atas  posisi dan kondisi komunitas lokal,  sesama anak negeri yang lazim tidak terdengar suara itu kini mengalun rindu kehadiran bapa bangsa dan bunda pertiwi. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved