Resensi Buku

Resensi Buku: Menguak Tabir Menerjang Badai

Fakta lain menunjukkan litani panjang kerusakan lingkungan berkorelasi dengan produktivitas lahan terus berkurang karena gagal tanam dan gagal panen. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-KIRIMAN MARTHEN DUAN
Buku Menguak Tabir Menerjang Badai karya Marthen Duan. 

Judul    : Menguak Tabir Menerjang Badai

Penulis: Marthen Duan

Prolog  : Asc. Prof. Gregor Neonbasu, SVD, PhD.

Epilog  :  Dr.  Kotan. Yohanes St. SH. M. Hum.

Tebal   : 194 halaman

ISBN    :  978-979-1158-16-9 

POS-KUPANG.COM - Kemiskinan  sudah menjadi fakta berulang bagi warga pedesaan. 

Kemiskinan tidak selesai dengan urusan  sandang, pangan dan pakan melainkan ada sangkut paut dengan ketimpangan penguasaan  dan kesemrawutan pengelolaan   sumber daya alam hutan tanah dan air selama ini. 

Mengurai kemiskinan sama dengan  memetakan aktor utama atau  yang paling bertangggung jawab sampai mengidentifikasi  siapa  yang paling rentan untuk harus mendapat hak hidup layak.  

Begitu pula halnya siapa saja pelaku dan siapa saja yang paling mengalami kerugian  menjadi pihak yang  berkepentingan  untuk mendapat perhatian lebih dalam pengelolaan  sumber daya alam, hutan tanah dan air.  

Fakta lain menunjukkan litani panjang kerusakan lingkungan berkorelasi dengan produktivitas lahan terus berkurang karena gagal tanam dan gagal panen. 

Konservasi lahan terabaikan dan berharap pada kemurahan alam, ternak sapi tidak lagi signifikan menjadi sumber pendapatan yang menempati rating produksi andalan orang Timor bagian barat; kekurangan air baku dan  semakin sulit memperoleh air bersih. 

Kemiskinan ekstrem berwajah lain dalam rupa stunting menjadi tren kemiskinan menyusuli varian covid-19 yang sangat ampuh mencabut nyawa  umat manusia. 

Kematian begitu cepat dan menyebar ke seluruh jagat  membuat abai berpikir rasional bahwa pandemi covid berkaitan dengan kekebalan tubuh yang dipengaruhi pola hidup sehat melampaui jumlah dan mutu nutrisi yang dipasok ke tubuh.  

Variabel lingkungan hidup  menunjukkan lingkungan sosial dan alam raya apapun kondisinya bertakar perubahan iklim global  (climate change) paralel dengan mitigasi dan adaptasi  berbagai pemangku kepentingan.    

Ruang Lingkup Buku 

Pembahasan  buku berjudul Menguak Tabir Menerjang Badai karya Marthen Duan ini mencakup  ruang lingkup sebagai berikut.

Pertama, kearifan komunitas lokal meliputi sistem kepercayaan  masyarakat lokal  yang mempengaruhi  cara  pandang  dan prilaku masyarakat lokal dalam mengelola  sumber   ekonomi alamiah yang lasimnya disebut sumber daya alam hutan, tanah dan air dan dampaknya. 

Daftar Isi Buku Menguak Tabir Menerjang Badai karya Marthen Duan.
Daftar Isi Buku Menguak Tabir Menerjang Badai karya Marthen Duan. (POS-KUPANG.COM/HO-MARTHEN DUAN)

Kedua, konsep negara  terhadap sumber   daya  alam hutan, tanah dan air dan pola pengelolaan yang dilakukan oleh negara serta hasil dan dampaknya. 

Ketiga, respons para pemangku kepentingan atas apa  yang dilakukan masyarakat lokal maupun penguasa negara. 

Seterusnya  bagaimana mendesain-bangun model pengelolaan sumber daya  alam hutan, tanah dan air agar memberikan manfaat-guna  bagi   orang lokal  maupun bagi   orang banyak  secara berkelanjutan. 

Bahwasanya ada sesuatu yang sudah ada lebih dahulu  dan sudah ada di tempat orang lokal yang memiliki tata cara hidup. 

Benar, tata kelola hidup bersifat teknis dalam ruang yang terbatas akan tetapi tidak bisa tidak bersentuhan dengan kekekuasaan negara ini. 

Ruang - lingkungan fisik  atau dengan bahasa lain yang menjadi  area  studi  dan kajian buku ini adalah wilayah administrasi Kabupaten  Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Cakupan wilayah tersebut lazimnya secara adat dan budaya dikenal dengan  budaya  atoin meto atau juga Dawan. 

Pembatasan area semata-mata hendak mendapat fokus analisis lebih tanpa  sedikitpun  niat mengabaikan orang  Dawan yang menghuni wilayah lain di pulau Timor bagian barat dan  Distrik Ambenu, Timor Leste.       

Adapun tujuan penulis buku ini adalah mendokumentasikan secara  tertulis dalam bentuk buku  tentang  sistem keyakinan dan kepercayaan  masyarakat lokal  yang mempengaruhi cara  pandang  dan perilaku masyarakat lokal  dalam mengelola   sumber   daya alam hutan, tanah dan air.

Penulis juga mendeskripsikan konsep negara  terhadap sumber  daya  alam hutan, tanah dan air meliputi  kedudukan yuridis  dan program pengelolaan  sumber   daya alam hutan, tanah dan air untuk memperoleh gambaran sejauhmana aturan hukum negara mempertimbangkan kearifan lokal.  Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Maksud penulis yaitu mendorong  model pengelolaan sumber daya hutan tanah dan air   yang  mengakomodir  kearifan  masyarakat lokal dan pengalaman para pihak. 

Sedapatnya mempengaruhi perumusan aturan hukum negara yang mengakomodir dan mempertimbangkan  kearifan  masyarakat lokal bagi kemanfaatan  sosial ekonomis  dan sosial ekologis secara berkelanjutan.

Mendorong inovasi dan pengembangan pengelolaan sumber daya alam, dan mendorong kajian lanjutan dan penelitian terkait pengelolaan sumber daya alam berbasis keatrifan lokal. 

Hidup Atoni Meto

Buku ini terdiri dari lima bab.  Prolog dari Pastor Gregor Neonbasu, SVD, Ph.D dengan perspektif antropologis – sosiologis menghantar masuk ke alam - hidup atoni meto.

Pengalaman  rohani yang spesisifik yang didukung dengan mengalami sendiri secara langsung sebagai anak tanah sukses   memberikan pencerahan dengan prolog  “Membangun persepsi atas karya manusia.” 

Sumber daya hutan  tanah dan air  sebagai bagian dari lingkungan sosial masyarakat  lokal tidak bisa terpisahkan dari globalisasi. 

Tuntutan  reformasi dengan otonomi daerah memantik Doktor Johan Kotan menukik  tajam dengan perspektif hukum tata negara.   

Sistem hukum dan aturan perundangan memungkinkan tata bangun kebijakan publik yang tidak boleh mengabaikan kearifan lokal seketika itu juga memperhitungkan nilai-nilai universal agar mampu bersaing dalam tuntutan masyarakat internasional. 

Demikian epilog bertajuk “Perumusan kebijakan publik berbasis  kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam hutan tanah dan air  berbasis kearifan lokal.” 

Bab I bagian Pendahuluan, menggambarkan latar belakang permasalahan, ruang lingkup,  maksud dan tujuan, metodologi dan sistimatika. 

Bab II Pengelolaan sumber daya alam hutan  tanah dan air tanggung jawab bersama. Mulai dari Atoni Meto  merangkai kata dan mengukir hidup dari keyakinan yang mempengaruhi cara pandang dan paktik hidup. 

Pada  saat bersamaan kekuasaan  negara  dengan kedudukan yuridis dan kebijakan pengelolaan  hutan tanah dan air mengisyaratkan jalan terjal menuju hak asasi manusia. 

Bab III  Simpang siur pengelolaan  hutan, tanah dan air, seakan di persimpangan jalan. 

Ke mana arah? Soal tanah dan reposisi militer  di batas negara memicu  reaksi perlawanan masyarakat sipil. 

Perlawanan verbal dalam bentuk deklarasi dan resolusi. Tradisi membuka kebun ladang baru memicu tokoh adat bernama Tobe diseret ke penjara melalui peradilan kontroversi. 

Aparatur bermuka dua bahkan menginisiasi pengambilan tanah rakyat kemudian  terjadi perlawanan terbuka dari rakyat. 

Kesewenangan aparatur negara terhadap rakyat kecil di Oeluan mencapai puncak memilukan yang ditandai dengan putusan sidang pengadilan tingkat pertama dan kasasi. Negara kalah. 

Perlawanan rakyat secara terbuka dari gerbang batas negara RI - Tiles itu tersirat dalam merebut  Maesmolo - Naijan Pusuf Kelef memberi shock therapi. 

Mantan aparatur dan tokoh maasyarakat terperangah dan insaf jika kesewenangan masa lalu sedang mengalami ujian berat.  

Menyusul delegasi kewenangan pusat kepada daerah yang disebut otonomi daerah memberi tanda tidak ada ambisi menumpuk kuasa di pusat pemerintahan melainkan  membuka ruang membangun dengan  kultur lokal kemudian terlibas oleh gerbong oligarki yang sarat korupsi kolusi dan nepotisme. 

Ada tanda bahaya kolonialisme berwajah baru. Dan Banul di  Popnam menempati nominasi pengelolaan kawasan hutan yang sangat heroik dan terukur dampaknya bagi sumber mata air  dan keane-ragaman hayati terjaga rawat. 

Masyarakat sipil peduli perubahan bernama Lembaga Swadaya Masyarakat teguh dan setia bersama rakyat kecil dengan segala kekurangan dan kelebihannya. 

LSM patut diakui sebagai sebuah  konstruksi sosial dan terus mengkontruksi diri  dibingkai monolog “Potret LSM di  Timur”  antara imajinasi dan  kesaksian. 

Bab IV Jalan tengah bukan kalah menang mengkonfirmasi asumsi pengelolaan hutan tanah dan air  berbasis kultural. 

Demokrasi  Biinmaffo, dalam tradisi tutur dan karya nyata memberi jawaban. 

Kultur demokrasi demikian sangat menginspirasi pola pengambilan keputusan pemerintahan lokal sekaligus  penyelesaian masalah kehidupan umumnya.

Perumusan aturan dan perundangan sepatutnya mempertimbangkan  histori dan sosiologi masyarakat setempat untuk selanjutnya  dijadikan pijakan  pada tataran operasional.  

Bagian ini mengambil ancang-ancang  menuju klimaks pertarungan kepentingan buku ini. Akan tetapi bukan soal  kalah bukan juga soal menang melainkan mulai dengan membangun fokus sudut pandang bersama. 

Review keutamaan kerja keras kerja tuntas dengan prinsip pengelolaan  hutan, tanah dan air bersama masyarakat dan berbasis masyarakat dan formula pengelolaan sumber daya hutan tanah dan air kolaboratif mutual.  

Bab V  Penutup. Bagian akhir seketika menjadi closing statement  isi buku secara keseluruhan.  Bagian ini  menjadi  general ending gagasan yang terpola dalam wujud kesimpulan dan  saran. 

Tarik menarik kepentingan antara masyarakat lokal dan kepentingan negara ibarat tali pusar dengan  sang ibunda yang menandai kehidupan.    

Tidak hendak menampilkan kesan buku siap  saji untuk  disantap saja. Benar ada upaya nekad  mendorong pola pikir dan membuat  refleksi. 

Adakah tradisional knowledges dan tradisional wisdoms telah menginspirasi  aturan hukum dan perundangan-undangan negeri untuk  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Adakah  keadilan ekologis,  adakah peningkatan pendapatan masyarakat  setempat yang terukur  antara ketahanan pangan dan kedaulatan pangan secara berkelanjutan. 

Sudahkah ruang partisipasi  dibangun seluas-luasnya tanpa mengabaikan kepentingan warga lokal  dan sebaliknya warga lokal membuka diri untuk perubahan dan kebaikan  bersama.                         

Menguak Tabir Menerjang Badai serasa menantang  untuk berguru dan belajar tanpa intrik berselaput propaganda mencari sensasi murahan. 

Menguak Tabir Menerjang Badai  berkhabar  reportasi investigasi kegelisahan atas  posisi dan kondisi komunitas lokal,  sesama anak negeri yang lazim tidak terdengar suara itu kini mengalun rindu kehadiran bapa bangsa dan bunda pertiwi. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved