Editorial Pos Kupang
EDITORIAL: Penanganan Stunting Tanggung Jawab Bersama
Lanudal Kupang meluncurkan Satgas Stunting bertepatan dengan peringatan HUT Penerbangan TNI Angkatan Laut di Hanggar Lanudal Kupang
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pangkalan Udara TNI AL (Lanudal) Kupang meluncurkan Satuan Tugas (Satgas) Stunting bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Penerbangan TNI Angkatan Laut yang digelar di Hanggar Lanudal Kupang, Selasa (17/6/2025).
Inisiatif dan inovasi dari Lanudal Kupang membentuk Satgas adalah wujud pertanggungjawaban sosial masyarakat untuk mewujudkan Kota Kupang bebas stunting dan masyarakat yang sehat sejahtera.
Peluncuran Satgas Stunting oleh Lanudal bukan tanpa alasan di mana jumlah anak stunting di NTT dan Kota Kupang khususnya masih sangat tinggi. Walaupun tidak dipungkiri para pejabat pemerintah melakukan berbagai upaya untuk penanggulangan stunting.

Namun, jika melihat data, angka stunting di NTT masih menjadi perhatian serius. Data terbaru menunjukkan prevalensi stunting di NTT mencapai 37,9 persen berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023. Angka ini menempatkan NTT pada posisi tinggi dalam prevalensi stunting di Indonesia.
Begitupun dengan data angka stunting di Kota Kupang. Pada Juni 2024 adalah 18,8 persen, yang berarti ada 4.233 balita yang mengalami stunting, menurut data e-PPGBM.
Selain itu, terdapat juga 11,4 persen balita dengan kategori wasting dan 22,3 persen dengan kategori underweight.
Kecamatan dengan kasus tertinggi adalah Alak yang menyumbang tertinggi pada tahun 2018 dengan 1.140 kasus, menurut BPK RI.
Baca juga: EDITORIAL: Gaji Hakim dan Integritas
Dengan berbagai upaya yang dilakukan tentu menunjukkan keseriusan pemerintah menanggulagi stunting. Namun terlihat belum serius dengan penganggaran dan upaya pengawasan di lapangan.
Bagaimana mungkin bisa mengatasi stunting jika masyarakat masih dihadapkan dengan penyebab utama, seperti sanitasi, ketersediaan air bersih, akses ke fasilitas kesehatan, ketersediaan pangan keluarga dan pengetahuan masyarakat yang belum memadai.
Belum lagi, masyarakat masih dihadapkan dengan pengetahuan yang rendah terkait siklus hidup dari 1000 hari pertama seseorang lahir ke dunia.
Siapa yang disalahkan? Tentu, menjadi kesalahan bersama mulai dari keluarga sebagai fondasi utama pembangunan manusia, masyarakat, lembaga agama, dan pemerintah melalui lembaga dan instansi terkait di lapangan.

Namun, yang terjadi selama ini, pengetahuan masyarakat dalam hal ini keluarga yang rendah tentang pembangunan manusia mulai dari fase kehamilan dan terutama dalam siklus 1000 hari pertama seorang bayi dilahirkan membuat angka stunting ini makin menggila.
Belum lagi, fasilitas kesehatan yang terbatas dan pelayanan tenaga kesehatan yang minimalis menambah panjang persoalan stunting di daerah ini.
Orang mau bekerja kalau ada uang, dan keluarga-keluarga sangat bergantung dengan bantuan sosial dari pemerintah.
Baca juga: Editorial: Kaum Bapak Agar Tahan Diri
Sehingga, lupa memanfaatkan pekarangan rumah atau kebunnya untuk menanam berbagai bahan pangan atau holtikultura yang bisa membantu memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan terutama mengatasi stunting.
Berbagai upaya pemerintah yang selama ini dilakukan hendaknya terus dilakukan walau ada pembatasan anggaran. Dan, pemerintah jangan bekerja sendiri, gandenglah semua stakeholder untuk bersama menanggulangi stunting. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.