Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 1 Juni 2025: Supaya Mereka Menjadi Satu
Perpecahan dalam Gereja, terutama setelah Luther, telah membentuk wajah Gereja yang sangat majemuk.
Oleh: RD. Leo Mali
Rohaniwan dan Dosen Fakultas Filsafat Unwira Kupang - NTT
POS-KUPANG.COM - Pada saat terakhir sebelum sengsara, Yesus mengucapkan sebuah doa yang sangat menyentuh hati:
“Aku berdoa bukan untuk mereka ini saja, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka, supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 17:20–21).
Ini adalah puncak dari doa dan kerinduan Yesus— agar para murid-Nya dan orang-orang yang percaya pada pemberitaan mereka, termasuk kita sekalian, hidup dalam kesatuan, sebagaimana Iadan Bapa adalah satu.
Namun, kenyataan hari ini, memperlihatkan perpecahan pada tubuh Kristus, dengan begitu banyak denominasi, tradisi, bahkan pertentangan di antara saudara- saudari yang mengaku percaya kepada Kristus sebagai Tuhan.
Kenyataan ini kerap menjadi skandal yang melukai kesaksian Injil dan memperlemah daya pikat Gereja di mata dunia.
Perpecahan dalam Gereja
Perpecahan besar pertama tercatat dalam Skisma antara Gereja Timur dan Gereja Barat tahun 1054, ketika Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur resmi berpisah.
Skisma ini dipicu oleh persoalan teologis, politik, budaya, dan bahasa—mulai dari perbedaan dalam Kredo yang mengakui Yesus sebagai Allah Putera (filioque), hingga pertentangan mengenai otoritas serta primat paus di Roma.
Ini menandai retaknya kesatuan Gereja universal yang selama seribu tahunsebelumnya hidup dalam satu komunio, meski dalam keberagaman ritus.
Perpecahan selanjutnya terjadi lima ratus tahun kemudian melalui Reformasi Protestan pada tahun 1517, ketika Martin Luther memprotes berbagai penyimpangan dalam Gereja, termasuk praktik penjualan indulgensi.
Meski awalnya bertujuan membarui Gereja dari dalam, Reformasi ini kemudian berkembang menjadi perpecahan besar yang melahirkan banyak denominasi baru.
Isu-isu teologis seperti pembenaran hanya oleh iman (sola fide) dan otoritas Kitab Suci (sola scriptura) menjadi dasar pemisahan, namun juga menyisakan luka dan kecurigaan yang panjang antara umat Katolik dan Protestan.
Menyusul Luther, hingga hari ini, dunia Kristen terpecah ke dalam ribuan denominasi.
Banyak kali perpecahan terjadi bukan hanya karena doktrin, melainkan karena ego komunitas, ambisi kepemimpinan, dan ketiadaan dialog yang tulus.
Jumlah denominasi Kristen sejak Reformasi Luther sangat beragam dan terus bertambah, tergantung pada bagaimana kita mendefinisikan "denominasi".
Berdasarkan data dari berbagai sumber yang dihimpun dalam Pew Research Center dan World Christian Encyclopedia (David B. Barrett et al.), sampai tahun 2020, diperkirakan ada sekitar 45.000 hingga 50.000 denominasi Gereja Kristen di seluruh dunia.
Saat ini ringkasan presentasi jumlah umat Kristiani sedunia adalah sebagai berikut.
Denominasi Jumlah (juta) Persentase
- Katolik Roma 1.360 56-57 persen
- Protestan 800 33-35 persen
- Ortodoks Timur 230 9-10 persen
- Ortodoks Oriental 70 3 persen
- Lain-lain (Timur, Independen) 10–40 1-2 persen
Katolik Roma (lebih dari 1,3 miliar anggota – satu Gereja universal dengan Paus sebagai pemimpin).
Protestan: terbagi ke dalam 45.000 hingga 50.000 ribu denominasi, dengan beberapa tradisi besar.
Lutheran, Reformed/Presbyterian, Anglikan, Metodis, Baptis, Pentakosta dan Karismatik, Non-denominasi / Evangelikal independen Gereja-Gereja independen Afrika dan Asia, yang berkembang pesat dalam 100 tahun terakhir sebanyak 800 juta orang, Ortodoks Timur (sekitar 230juta anggota ), Ortodoks Oriental (yakni Koptik, Armenia, Suriah, Ethiopia, Eritrea –sekitar 70 juta).
Doa Yesus: Harapan yang Tak Pernah Padam
Perpecahan dalam Gereja, terutama setelah Luther, telah membentuk wajah Gereja yang sangat majemuk.
Sehingga doa Yesus dalam Yohanes 17 tetap menjadi harapan. Ia tidak mendoakan keseragaman, melainkan kesatuan yang mencerminkan kasih Trinitas—persekutuan antara Bapa dan Anak di dalam Roh. (Doa yang sama kita daraskan dalam liturgi Gereja Katolik di malam Paskah.
Tapi kesatuan yang dimaksud Kristus di sini, bukanlah unifikasi struktural belaka, melainkan persekutuan dalam kasih, iman, dan misi bersama.
Yesus mengundang Gereja di setiap zaman untuk menjawab panggilan kesatuan dengan-Nya. Karena IA adalah Alfa dan Omega.
Kristus adalah “Tunas”, atau seperti “bintang Timur yang gilang gemilang” yang mengawali seluruh sejarah Gereja. (bdk. Why.22:12-14.16-17.20).
Dalam kerendahan hati, pertobatan, dan rekonsiliasi, Konsili Vatikan II, melalui dokumen Unitatis Redintegratio, menyatakan secara jujur bahwa perpecahan situasi gereja yang tercerai berai adalah luka Gereja Kristus sendiri.
Dan tidak dapat dipungkiri bahwa semua anggota Gereja punya andil tertentu secara langsung atau tidak dalam situasi perpecahan ini.
Maka langkah awal menuju kesatuan dengan Kristus adalah pertobatan — mengakui dosa-dosa dalam sejarah, termasuk kesombongan rohani dan kegagalan dalam berdialog.
Pertobatan itu kemudian diikuti dengan dialog ekumenis, perjumpaan hati ke hati dengan menghormati perbedaan-perbedaan yang telah menyertai sejarah perjalanan tiap-tiap komunitas.
Dialog ini diperlukan untuk mencari titik temu di bawah terang Injil. Di tengah dunia yang terluka, persatuan adalah kesaksian paling kuat akan kehadiran Kristus.
Kesatuan: Perjalanan harapan
Di dalam doa-Nya, Yesus tidak mendoakan sesuatu yang mustahil. Kesatuan adalah mungkin, tetapi bukan dalam bentuk keseragaman struktural, melainkan dalam semangat saling menghormati, saling belajar, dan saling melayani dalam kasih.
Kesatuan yang dimohonkan Kristus bersumber pada pesekutuan-Nya dengan Bapa.
Ini adalah dasar dari perjalanan sejarah Gereja. Seluruh Gereja adalah bagian dari tubuh Kristus yang satu.
Kita semua dibaptis dalam nama yang sama, mengimani Injil yang sama, dan memanggil Allah yang sama sebagai Bapa.
Perpecahan dalam Gereja menunjukkan bahwa Gereja yang kudus ini adalah persekutuan orang berdosa yang sedang dan akan terus berjalan bersama dalam harapan menuju Allah.
Kesatuan dan kekudusan yang dirindukan dan diperjuangkan oleh Gereja tidak bersumber pada keutamaan manusia melainkan pada diri Yesus sendiri mengarahkan seluruh perhatian kita kepada-Nya.
Kadang kita terjebak dalam fanatisme dan klaim kebenaran dari setiap komunitas.
Fanatisme ini kerapkali membuat kita menutup diri pada kenyataan bahwa kebenaran sesungguhnya adalah Kristus sendiri.
Sementara Gereja harus selalu membebaskan dirinya dari dosa-dosa kesombongan agar dapat semakin mencerminkan kasih Allah yang menyatukan seluruh dunia.
Inilah titipan harapan Yesus dalam doanya untuk kita hari ini:
“Supaya mereka semua menjadi satu… agar dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17:21). (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Renungan Harian Katolik Minggu 31 Agustus 2025, "Karunia dalam Kerendahan Hati" |
![]() |
---|
Renungan Harian Katolik Minggu 31 Agustus 2025, "Orang yang Rendah Hati Diberkati Tuhan" |
![]() |
---|
Renungan Harian Katolik Minggu 31 Agustus 2025, “Siapa Merendahkan Diri akan Ditinggikan" |
![]() |
---|
Renungan Harian Katolik 31 Agustus 2025, "Perjamuan Istimewa Bagi Orang Kecil" |
![]() |
---|
Renungan Harian Katolik Minggu 31 Agustus 2025: Lupa diri dan Hormat yang Sejati |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.