Opini

Opini: Penjurusan Kembali di SMA

Rencana Mendikdasmen dengan harapan dapat memberikan fleksibilitas dan relevansi lebih baik bagi peserta didik dalam menentukan jalur pendidikan

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Ridwan Mahendra 

Oleh: Ridwan Mahendra
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Surakarta

POS-KUPANG.COM - Kementerian Dikdasmen bakal menghidupkan kembali sistem penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Rencana tersebut belakangan menjadi perbincangan hangat di kalangan akademis.

Rencana Mendikdasmen, Abdul Mu'ti, tentu bukan tanpa sebab. Penerapan penjurusan kembali yang meliputi IPA, IPS, dan Bahasa di SMA pada tahun ajaran 2025–2026 itu didasarkan pada keluhan Forum Rektor Indonesia dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia menganggap bahwa banyaknya mahasiswa baru yang tidak sesuai kemampuan akademiknya di SMA.

Rencana Mendikdasmen dengan harapan dapat memberikan fleksibilitas dan relevansi lebih baik bagi peserta didik dalam menentukan jalur pendidikan sesuai dengan minat dan potensi generasi penerus.

Pro dan Kontra

Kebijakan menghidupkan kembali sistem penjurusan di SMA tentu menuai pro-kontra di lingkup pendidikan. Pasalnya, kebijakan tersebut secara formal baru dihapuskan oleh menteri sebelumya, Nadiem Makarim, kurang dari setahun lalu atau mulai tahun ajaran 2024–2025.

Berbicara perubahan di dunia pendidikan, saya meyakini bahwa apa yang digagas oleh Mendikdasmen memiliki dampak yang tak lain adalah memperbarui sistem pendidikan kita menuju ke arah yang lebih baik. 

Sebagai seorang pendidik di sekolah menengah, saya memiliki pandangan tersendiri mengenai kebijakan "menghidupkan" kembali jurusan di SMA tersebut.

Menurut saya, menghidupkan kembali sistem penjurusan di SMA tentu memiliki dampak positif dan negatif. 

Dampak atau sisi positif dalam penghidupan kembali penjurusan di SMA tersebut di antaranya efisiensi belajar, fokus siswa lebih dalam, serta persiapan dalam menempuh pendidikan lanjutan.

Pertama, efisiensi belajar. Efisiensi dalam proses belajar peserta didik menjadi lebih terarah dan sesuai dengan minat siswa. 

Kedua, fokus siswa lebih dalam.  Peserta didik lebih memperdalam materi dan fokus pada mata pelajaran yang relevan.

Ketiga, menempuh pendidikan lanjut. Melalui pendidikan lanjutan, peserta didik lebih optimal dalam memahami pembelajaran dan menjadi bekal yang kuat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Selain sisi positif, saya menilai dengan sistem penjurusan tersebut memiliki dampak yang kurang mendukung atau negatif, di antaranya terlalu cepat mengambil keputusan, stigma dan stereotip serta kurang fleksibel.

Pertama, terlalu cepat mengambil keputusan. Di usia SMA, terkadang peserta didik "dipaksa"  masuk jurusan berdasarkan nilai, bukan potensi atau minat, sehingga peserta didik belum sepenuhnya mengerti mengenai apa yang dikuasai atau diminati.

Kedua, stigma dan stereotip. Penjurusan di SMA, terkadang memiliki anggapan bahwa jurusan IPA lebih pintar, IPS lebih santai, dan Bahasa jarang atau tidak diminati.

Dengan adanya stigma tersebut seharusnya peserta didik lebih dibekali pemahaman yang cukup mengenai minat, bakat serta pilihan karier dan kecocokan jurusan yang diambil sesuai dengan potensinya.

Ketiga, kurang fleksibel. Peserta didik seringkali berpindah jurusan atau mengeksplorasi bidang lain di luar jurusan yang dipilih.

Harapan

Dengan sistem penjurusan yang rencananya akan diterapkan kembali pada tahun
ajaran 2025–2026 itu penulis berharap bahwa langkah yang diambil oleh Mendikdasmen tersebut  tepat dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.

Semoga meningkatkan motivasi siswa untuk berprestasi. Terakhir, dengan penjurusan kembali harapannya dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik. Penjurusan kembali di SMA bukan sekadar perubahan jalur pendidikan, tetapi merupakan bentuk evaluasi bagi peserta didik.

Harapan dari proses ini yakni meningkatkan rasa percaya diri dalam menempuh pendidikan dan merencanakan masa depan mereka. 

Selain itu, dengan penjurusan ini peserta didik lebih leluasa dalam memilih ketertarikan yang sejalan dengan potensi dan bakat.

Ketika potensi dan bakat peserta didik sudah sesuai dan merasa tepat, kepercayaan akan tumbuh secara alami dan penjurusan kembali di SMA menjadi salah satu langkah yang mendukung peserta didik dan siap dalam menghadapi jenjang pendidikan berikutnya. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved