Opini

Opini: Ironi Matahari Kembar

Hari ini, Prabowo memegang legalitas, tetapi Jokowi tampaknya masih menyimpan karisma yang sulit dilawan.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Ernestus Holivil 

Lebih dari itu, ini adalah sinyal gangguan dalam sistem komando pemerintahan.
Pemerintahan efektif membutuhkan kejelasan arah, satu sumber komando yang utuh, dan loyalitas tunggal yang tak dibagi-bagi. 

Ketika para menteri gamang memposisikan diri— antara menghormati masa lalu dan bekerja untuk masa kini—maka potensi disorientasi kebijakan tidak bisa dihindari. 

Program besar Prabowo, seperti makan bergizi gratis atau pertahanan modern, bisa kehilangan arah jika mesin eksekutifnya berjalan dengan loyalitas
yang terbelah.

Situasi ini, bagi saya kian ruwet karena kabinet gemuk memudahkan politik dua kaki. Para menteri memainkan peran ganda—satu untuk Prabowo, satu untuk Jokowi

Di pagi hari, para menteri menyetor laporan prestasi ke Prabowo, lalu mengabari Pak Lurah lewat pesan singkat di malam hari. Inilah diplomasi domestik bergaya janus, menebar senyum pada dua altar.

Dalam literatur teori politik kontemporer, hal ini dikenal sebagai shadow leadership, pemimpin bayangan yang menentukan keputusan tanpa mandat formal. 

Sejarah menggambarkan, dari Perang Troya hingga krisis di Downing Street, bahwa struktur komando ganda kerap berakhir dengan kuda kayu di halaman, bukan kemenangan di gerbang.

Bukankah ini bentuk lain dari sabotase lembut yang terselubung di balik kata loyalitas? Persoalan loyalitas bukan perkara etika pribadi semata, tetapi fondasi kekuasaan negara.

Tanpa loyalitas tunggal, presiden hanya akan menjadi simbol, bukan pemimpin. Dan dalam konteks Indonesia hari ini, presiden simbolik adalah mimpi buruk yang bisa menjatuhkan arah kebijakan nasional ke dalam kekacauan internal. 

Maka tak berlebihan jika kita bertanya: benarkah Prabowo kini sedang memimpin, atau hanya sedang diberi panggung oleh sang aktor lama?

Membangun Jarak

Menyadari sumirnya garis komando, Prabowo butuh satu gebrakan simbolik yang menyapu keraguan. Bukan sekadar reshuffle atau evaluasi teknokratik, tetapi sebuah tindakan simbolik yang kuat. 

Prabowo harus membangun jarak dan meneguhkan kembali dirinya sebagai satu-
satunya matahari politik. 

Ini bukan tentang retorika di media, tetapi tentang menciptakan momen simbolik dan strategis yang membungkam keraguan loyalitas di lingkar dalam kekuasaan.

Peneguhan simbolik ini dapat dilakukan melalui forum-forum resmi kenegaraan yang memperlihatkan kontrol Prabowo terhadap arah kebijakan dan garis komando. 

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved