Human Interest Story
FEATURE : Kisah Sedih Seorang Difabel Hidup Sebatang Kara, Petrus Bani Impikan Punya Tanah Sendiri
Saya ini biar susah pak. Tapi saya harap suatu hari punya tanah dan kalau saya mati juga biar saya mati di dalam rumah sendiri pak.
POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Saya ini biar susah pak. Tapi saya harap suatu hari punya tanah dan kalau saya mati juga biar saya mati di dalam rumah sendiri pak.
Bangunan sederhana seluas 3 X 4 meter di RT 047/003, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara cukup mengiris sukma.
Bangunan ini terletak di belakang beberapa kamar kos. Berdinding seng bekas dan ditopang kayu-kayu yang masih baru. Inilah kamar yang menjadi tempat Petrus Bani (60) menyandarkan kepalanya sekadar melepas penat.
Kondisi Petrus sangat memrihatinkan. Ia merupakan salah satu kaum difabel. Meskipun memiliki keterbatasan, ia tetap bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan bertani.
Petrus Bani mengatakan, saat ini ia tinggal sebatang kara di kamar itu. Tanah tersebut milik seorang pria baik hati bernam Adolf Ampolo. Ia memberikan kesempatan kepada Petrus untuk menetap sementara.
Baca juga: Feature - Dorus Petani di Ngada, Belasan Tahun Konsisten Tanam Cabai Berbuah Manis
Petrus tinggal bersama keluarganya. Ia tidak berkeluarga. Setelah seorang anak angkatnya meninggal dunia, keluarga tidak menerima yang bersangkutan untuk tinggal bersama mereka.
Ia kemudian memutuskan untuk tinggal di sebuah pondok di kebun yang berjarak cukup jauh dari tempat ia tinggal sekarang ini. Petrus kemudian pindah ke salah satu rumah warga yang tidak ditempati lagi.
Setelah beberapa tahun tinggal di rumah ini, Petrus kemudian berpindah ke lokasi di mana ia menetap saat ini karena kondisi rumah sebelumnya semakin rusak dan tidak layak ditempati lagi.
Sebagai petani, Petrus mengolah lahan milik orang lain. Lahan miliknya semua diambil alih oleh keluarganya besarnya. Kebun milik warga lain ini dimanfaatkan Petrus untuk sekadar menghilangkan rasa lapar.
Selain bekerja sebagai petani, ia juga menjual kayu bakar untuk sekedar menambah rupiah.
Ia mengaku sangat sedih dengan kondisi hidup yang dialaminya. Meskipun demikian, ia tetap tabah menghadapi kenyataan ini.
Petrus juga mengaku bersyukur karena bisa menerima bantuan PKH dan BLT yang dibagikan pemerintah Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota Kefamenanu.
Baca juga: FEATURE: Martina dan Empat Anaknya Bertahan di Gubuk Reot, Setiap Hari Santap Jagung Goreng
Sejak menetap sebatang kara, lanjutnya, seorang keluarga (kakak dan adik) dari Petrus tidak pernah mengunjunginya. Sejak masa muda Petrus selalu hidup sendiri.
Sebagai seorang difabel, Petrus selalu berupaya untuk berjuang hidup sendiri di tengah situasi hidup yang sulit. Uang hasil menjual kayu bakar dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari.

"Tidak banyak biar Rp 5.000 atau Rp10.000 untuk makan minum pak," ujarnya dengan raut wajah sedih.
Ia mengaku sudah melewati semua kehidupan sulit yang mungkin tidak pernah dirasakan orang lain. Pondok di mana ia tinggal sebelumnya adalah rumah tempat orang berteduh ketika membakar batu merah.
Rumah tersebut sangat memprihatinkan. Petrus tidur di atas papan beralaskan tikar lusuh. Ia juga mencuci pakaian di kali yang tidak jauh dari pondok itu.
"Saya ini biar susah pak. Tapi saya harap suatu hari punya tanah dan kalau saya mati juga biar saya mati di dalam rumah sendiri pak," ungkapnya.
Baca juga: FEATURE: Ziarah Pengharapan di Wilayah Utara Ende, Arak Arca Bunda Maria Keliling 14 Paroki
Octo Naisau, seorang tetangga yang sering memperhatikan Petrus Bani mengaku sudah biasa membantu. Baginya, tidak ada masalah jika ia dan istrinya harus membantu konsumsi dan kebutuhan Petrus.
Selain masyarakat setempat, kata Octo, para suster The Daughters of Divine Zeal (Figlie del Divino Zelo;FDZ, dalam bahasa Italia); Putri-putri Panggilan Semangat Ilahi juga selalu membantu konsumen Petrus.
"Sekarang suster mereka setiap hari memperhatikan Bapa Petrus," ungkapnya.
Setiap siang seorang suster selalu mengantar makanan untuk Petrus Bani.
Makanan ini ia sisakan untuk dikonsumsi pada malam hari. Sementara itu pada pagi hari, Petrus selalu memasak makanannya sendiri.
Kamar tersebut, kata Octo, dibangun dari swadaya masyarakat sekitar dan Ikatan Keluarga Besar BGR, Tubuhue. Mereka bahu membahu membangun rumah ini dalam kurun waktu sehari.
Baca juga: FEATURE: Mama Olla Warga NTT Kembangkan Pasaran Warisan Tenun NTT di Nunukan Barat
Sedangkan atap dan dinding seng diberikan suster FDZ dan beberapa orang warga. Warga setempat menganggap Petrus Bani sebagai keluarga.
Mereka mengumpulkan uang untuk membayar iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dari Petrus Bani. Hal ini dimaksudkan agar ia bisa berobat ketika sakit.
"Ini Bapak Adolf Ampolo izinkan tanahnya untuk kami bangun kamar sederhana untuk bapak Petrus," ujarnya.
Ikatan Keluarga Besar BGR, Tubuhue juga memiliki kontribusi besar membantu pembangunan kamar untuk Petrus Bani. Octo menegaskan tidak akan meninggalkan Petrus Bani.
"Kami sudah pesan, kalau bapak ada butuh apa sampaikan saja," pungkasnya. (bbr)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
FEATURE: Merry Christin Umbudjima Temukan Jiwanya dalam Kafe No Limit Kupang |
![]() |
---|
FEATURE: Reaksi Mahasiswa FKKH Undana Saat Terima Beasiswa dari Radhiyan Pet & Care |
![]() |
---|
FEATURE: Festival Golo Koe 2025, JNE Beri Program Khusus Voucher Ongkir |
![]() |
---|
FEATURE: Dokter di RSUD WZ Johannes Berhasil Lakukan Operasi Kembar Siam Asal TTU |
![]() |
---|
FEATURE: Lewat Misi Mengalirkan Kebaikan, 1.380 KK di Adonara Rasakan Air Bersih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.