Lembata Terkini
Dugaan Malapraktik di RSUD Lewoleba Lembata, Pasien Meninggal Setelah Nakes Suntik Obat
Dugaan Malpraktik di RSUD Lewoleba Lembata, seorang pasien meninggal dunia setelah Nakes suntik obat
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Adiana Ahmad
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dugaan malpraktik terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lewoleba Kabupaten Lembata.
Sebab, seorang pasien dinyatakan meninggal dunia setelah tenaga kesehatan (nakes) menyuntik obat ke selang infus pasien.
RW (31) warga Ile Ape Kabupaten Lembata meninggal dunia pada Rabu (5/3/2025) lalu. RW dirujuk dari Puskesmas Waipukang Ile Ape ke RSUD Lewoleba pada 3 Maret 2025. RW sendiri tengah hamil dan hendak melahirkan.
“Tanggal 3 Maret kami dari Puskemas Waipukang menuju RSUD Lewoleba langsung melakukan USG dan pihak RSUD memerintahkan untuk tinggal dulu, selanjutnya pada tanggal 4 dokter melakukan pemeriksaan terhadap kakak dan masih meminta kami untuk tinggal di RSUD Lewoleba,” kata JB, keluarga RW, Minggu (9/3/2025) dituturkan kembali keluarga lainnya, Sipri Tua Betekeneng.
Baca juga: Warga Lembata NTT Dengar Gemuruh dan Dentuman Gunung Ile Lewotolok Setiap Hari
Pada Rabu pagi, dokter melakukan USG kepada RW. Siang harinya harus dilakukan operasi karena diagnosa dokter, melemahnya kondisi jantung bayi.
Operasi berjalan normal. RW juga berangsur pulih. Sekitar pukul 21.00 WITA, Rabu (5/3/2025) RW membaik. RW bahkan sempat meminta JB untuk memotret anaknya.
“Sekitar pukul 22.00 (wita) malam ada petugas datang menyuntikan obat melalui selang infus yang ada di bagian tangan (korban), lalu kakak juga juga sempat bertanya kepada petugas tersebut obat apa yang disuntikan kenapa saya langsung mual-mual, namun tidak dijawab oleh petugas tersebut,” kata Sipri mengulang cerita JB.
Bahkan, RW sempat menarik tangan petugas saat menyuntik obat itu. Karena panik, nakes itu meminta keluarga RW untuk memanggil nakes lain dan dokter.
“Setelah beberapa waktu dilakukan penanganan, sekitar pukul 23.00 (wita) malam tanggal 5 Maret 2025 kakak dinyatakan meninggal dunia,” katanya.
Oleh dokter, kata Sipri, justru memvonis kematian RW akibat serangan jantung. Namun, RW sendiri tidak memiliki riwayat penyakit jantung selama ini. Keluarga curiga dengan pernyataan dokter itu.
Keluarga terpukul dengan kejadian tersebut. Keluarga meminta pertanggungjawaban dari manajemen RSUD Lewoleba. Pihaknya akan membuat pengaduan ke instansi berwenang jika tidak ada klarifikasi RSUD Lewoleba.
Baca juga: Bupati Lembata Fokus Pengendalian Harga,Inflasi dan Makan Bergizi Gratis pada 100 Hari Pertama Kerja
“Kami minta secepatnya pihak RUSD untuk klarifikasi dan menjelaskan kenapa sampai terjadi hal ini. Pihak dinkes kabupaten Lembata untuk bisa memeriksa pihak yang menangani pasien disaat itu," katanya.
Bupati Lembata, Kanis Tuaq yang dihubungi terpisah, menyebut Pemerintah sedang melakukan koordinasi. Dia memastikan akan mengusut tuntas persoalan itu.
"Sdg ambil langkah2 koordinasi jika ada unsur kesengajaan, akan usut tuntas.. pemda di belakang," tulis dia dalam pesa WhatsApp.
Namun, langkah koordinasi yang dimaksud tidak diberitahu. Kanis mengaku bakal menyampaikan lebih lengkap pada Senin (10/3/2025).
"Besok baru detail," tulis mantan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lembata itu.
Investigasi RSUD Lewoleba
Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton yang dihubungi, mengaku sudah melakukan koordinasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata.
"Kepada kami, direktur RSUD Lewoleba mengatakan sedang Klarifikasi ke ruangan dan akan menyampaikan penjelasan klarifikasi sebagaimana permintaan keluarga pada hari Senin (10/3)," kata Darius, Minggu.
Ombudsman NTT mendorong Komite Medik RSUD Lewoleba segera melakukan investigasi lebih lanjut untuk memeriksa rekam medik pasien.
Selain itu, Komite Medik juga perlu memastikan, petugas kesehatan yang melakukan tindakan injeksi obat ke pasien telah mematuhi alur.
Disamping itu, kata Darius, pihaknya ikut memastikan prosedur layanan tindakan medis sesuai SOP rumah sakit dan telah melakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien secara memadai sebelum tindakan suntik obat dilakukan.
Jika terbukti ada kelalaian dalam penerapan SOP rumah sakit dan mengarah ke malapraktik maka pihak keluarga diminta untuk menyampaikan laporan resmi kepada MKEK selaku lembaga penegak etika profesi kedokteran atau kepada MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia).
Dua lembaga itu berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, melalui dinas kesehatan Kabupaten Lembata.
"Penegakan etika profesi kedokteran oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) telah diatur dalam Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia," kata Darius.
Dia menjelaskan, dokter yang melakukan malpraktik adalah dokter yang lalai dalam menjalankan tugasnya atau karena kesalahannya mengakibatkan orang luka berat atau meninggal.
Sehingga, dapat dikatakan tindakan malapraktik medik dapat berupa kealpaan dokter yang dalam KUHP terdapat dalam pasal 359-361 tentang kealpaan.
"Laporan keluarga pasien kami pandang perlu dilakukan," tegasnya.
Sebab, negara telah menyediakan bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktek kedokteran sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran, yaitu berupa pemberian hak kepada korban malpraktek untuk melakukan upaya hukum pengaduan kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Sidang MKDKI akan memutuskan apakah telah terjadi malpraktek atau tidak dalam kasus kematian ibu pasca operasi di RSUD Lewoleba.
"Ombudsman RI Provinsi NTT akan terus memonitor perkembangan penyelesaian permasalahan ini oleh pihak RSUD Lewoleba, termasuk jika ditempuh upaya mediasi sebelum dibawa ke MKEK/MKDKI," kata Darius. (fan)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.