Ende Terkini

Warga Dua Desa di Ende Menyeberang Kali Lowolaka Saat Banjir, Ancaman Bagi Pelajar dan Ibu Hamil

Apabila musim hujan dan terjadi banjir di Kali Lowolaka, warga dua desa tersebut terpaksa nekat menerobos kali sepanjang kurang lebih 40 meter. 

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO-ISAK DO
PELAJAR SEBERANGI KALI - Dua orang pelajar SD di Desa Fataatu Timur, Kecamatan Wewaria saat menyeberangi kali Lowolaka saat sedang banjir untuk pergi ke sekolah. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Albert Aquinaldo

POS-KUPANG.COM, ENDE -  Ketiadaan infrastruktur jembatan di sungai Lowolaka yang menghubungkan Desa Fataatu Timur dan Desa Aendoko di Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengharuskan warga setempat menyeberangi kali tersebut. 

Apabila musim hujan dan terjadi banjir di Kali Lowolaka, warga dua desa tersebut terpaksa nekat menerobos kali sepanjang kurang lebih 40 meter. 

Kepala Desa Fataatu Timur, Isak Abel Do mengatakan, jalur melalui kali tersebut merupakan akses paling dekat menuju ibu kota Kecamatan Wewaria dan puskesmas Welomosa.

"Jalur ini lintas kecamatan termasuk satu-satunya akses paling dekat kalau dia aksesnya bagus, itu ke Kecamatan Detukeli dan Kecamatan Maurole, jalur ini digunakan oleh warga Desa Aendoko, Fataatu Timur, dari Desa Aelipo sebagian dan Woloau da Wolobuku sebagian, itu masyarakatnya menggunakan jalur di kali ini," ungkap Isak kepada TribunFlores.com, Sabtu, 8 Maret 2025 sore.

Meski ada jalur alternatif lain berupa jalan rabat yang dikerjakan menggunakan dana desa pada tahun 2018 lalu, namun jaraknya cukup jauh dan memakan waktu kurang lebih 4 jam. Sedangkan melewati Kali Lowolaka hanya memakan waktu kurang lebih 10 menit.

Baca juga: Dikunjungi Bupati Ende, Pedagang Ikan Keluhkan Fasilitas Pasar Mbongawani


"Kalau musim panas masih aman, tapi kalau musim hujan begini warga sangat menderita, karena disebelah itu di Lewombaga mau tidak mau, suka tidak suka harus lewat karena di sebelah itu ada pusat gereja, pusat budaya dan membawahi ada tujuh desa dan tiga kecamatan, ada sekolah, SD dua buah, SMP 1 buah dan TK/Paud 1 buah, jadi mau ke Aendoko, Wolomuku, Aelipo atau Woloau, itu harus lewat jalur ini karena jalur paling dekat," ujar Isak.

Dijelaskan Isak Abel Do, jumlah jiwa di Desa Fataatu Timur yang sering mengakses kali Lowolaka berjumlah 1.200 jiwa, 297 KK. Sedangkan jumlah pelajar di dua SD di wilayah itu berjumlah kurang lebih 100 lebih anak, SMP 98 anak dan TK/Paud berjumlah kurang lebih 50 anak.

"Kalau musim hujan, anak sekolah itu kadang mereka sampai di kali, banjir, ya mereka terpaksa pulang atau pada saat di sekolah dan mendung, ya terpaksa gurunya kasih pulang lebih awal karena takut banjir di kali Lowolaka inikan dia tidak bisa lewat," ungkap Isak Abel Do.

Kondisi itu juga, lanjut Isak kerap juga dialami pasien gawat darurat atau ibu hamil yang hendak melahirkan. 

Diceritakan Isak, pada tahun 2016 silam, dirinya pernah membawa pasien seorang ibu hamil yang hendak melahirkan di Puskesmas Welamosa yang berjarak kurang lebih 10 kilometer lebih dari Desa Fataatu Timur. Saat itu sedang terjadi banjir di kali Lowolaka dan mobil berukuran kecil tidak kuat menerobos.

Dirinya terpaksa membawa sebuah mobil truk dan mengangkut ibu hamil tersebut dan nekat menerobos banjir. 

Baca juga: Hasil ETMC XXXIII Kupang, Perse Ende Menang Tipis dari BMU Alor Pantar Skor 3-2

"Jadi saat saya terobos kali baru sekitar 10 menit dan lewat kali itu baru sekitar 200 meter, langsung ibu itu melahirkan didalam mobil yang saya bawa, kebetulan melahirkan itu sudah di sebelah kali jadi kita tolong dulu baru dibawa ke puskesmas," kenang Isak.

Ia juga mengaku, bahkan ada beberapa ibu hamil yang hendak melahirkan saat musim hujan dan harus melewati kali Lowolaka, terpaksa digendong. Bahkan, ada warga Desa Aendoko yang mengalami sakit dan harus dirujuk ke Puskesmas Welamosa pada malam hari terpaksa digotong ke seberang kali dan selanjutnya menggunakan mobil menuju puskesmas.

Dikatakan Isak, selain membuka akses jalan alternatif yang jarak tempuh ke ibu kota kecamatan kurang lebih empat jam perjalanan, dirinya juga sudah berkomunikasi dengan pemerintah kabupaten melalui Musrenbangcam dan Musrenbangkab dan pemberitaan di media-media online.

Namun, kata Isak, hingga saat ini belum ada realisasi meskipun pada tahun 2022 lalu, tim dari Satker PJN dan Kadis PUPR Kabupaten Ende telah meninjau kondisi di kali Lowolaka.

"Hanya datang lihat saja sampai hari ini belum ada lanjutan informasi berkaitan dengan keluhan dan kebutuhan kami sehingga kami pada saat musim hujan ini sangat sengsara, saya itu kuatir kalau terjadi banjir seperti sekarang ada pasien maka kalau ada warga saya yang hamil atau sakit, saya langsung sampaikan memang supaya mereka bisa istirahat di rumah keluarga yang dekat dengan fasilitas kesehatan," kata Isak Abel Do yang mengaku rumahnya berdekatan dengan kali Lowolaka.

Ia berharap kondisi infrastruktur di wilayah itu mendapat perhatian serius dari pemerintah Kabupaten Ende dengan kehadiran pemimpin Ende baru.

Kondisi ini juga dikeluhkan Kepala Desa Aendoko, Vinsentius A. Kami kepada TribunFlores.com, Sabtu, 8 Maret 2025.

"Jalur untuk mau ke pasar, mau ke kota kecamatan, satu-satunya harus lewat kali Lowolaka ini, sekarang juga sementara banjir besar, jadi kita kalau ada urusan keluar misalnya ke kecamatan itu harus melintasi dua kali yang ada disini, kita ini desa yang paling terakhir sudah setelah Desa Fataatu Timur baru ke Aendoko," ujar Vinsentius.

Kondisi ini, kata dia, sudah terjadi sejak lama dan saat musim hujan seperti saat ini, warga Desa Aendoko seperti terisolir dan kesulitan beraktivitas di luar wilayah itu. Jarak tempuh dari ibu kota kecamatan ke Desa Aendoko kurang lebih 12 kilometer.

"Pokoknya kalau sudah hujan berarti tidak bisa lewat memang, yang sudah keluar dari Aendoko juga tetap berada di luar Aendoko begitu juga sebaliknya," kata Vinsentius.

Di Desa Aendoko sendiri terdapat gedung sekolah berupa SD dan TL/Paud serta fasilitas kesehatan berupa Polindes serta kantor desa. Jumlah jiwa di Desa Aendoko sendiri berjumlah 800 lebih dengan 130 KK.

Apabila ada pasien gawat darurat atau ada ibu hamil yang hendak melahirkan pada saat musim hujan seperti ini, warga terpaksa menggendong menyeberangi kali Lowolaka.

"Bukan hanya satu kali tapi harus lewati dua kali, di sebelah Fataatu Timur juga harus kita seberangi kali dan harus gendong lagi pasien atau ibu hamil yang mau melahirkan," ujar dia. 

Upaya yang telah dilakukan sejauh ini, kata Vinsentius yakni mengerahkan warga Desa Aendoko untuk membuka akses jalan khusus untuk kendaraan roda dua secara bergotong royong. Selain itu, usulan pada setiap kali pelaksanaan Musrenbangcam dan Musrenbangcam menjadi prioritas dan sudah sering kali diusulkan, namun hingga saat ini, warga Desa Aendoko sama sekali belum merasakan pembangunan infrastruktur di wilayah mereka. 

Dia berharap, pemerintah tingkat atas memberikan perhatian yang serius terkait kondisi infrastruktur di wilayah itu. 

"Harapan kami, pemerintah kabupaten dan provinsi bisa melihat kondisi kami yang selama ini masyarakat sudah sangat menderita sekian tahun, sebelum-sebelumnya sudah ada banyak dari dinas yang datang, datang foto-foto lalu survei lokasi lalu ambil gambar, tapi sampai dengan hari ini mungkin dengan keterbatasan anggaran belum bisa bisa realisasikan," kata Vinsentius. (bet)  

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved