Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Kamis 27 Februari 2025, “Jika Garam Menjadi Hambar”

Apakah tindakan kita mencerminkan kasih dan ajaran-Nya, ataukah kita terjebak dalam rutinitas yang membuat iman kita menjadi hambar?

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-BRUDER PIO HAYON SVD
RENUNGAN HARIAN KATOLIK - Bruder Pio Hayon SVD menyampaikan Renungan Harian Katolik Kamis (27/2/2025), “Jika Garam Menjadi Hambar” 

Oleh : Bruder Pio Hayon SVD

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Kamis 27 Februari 2025, “Jika Garam Menjadi Hambar

Br. Pio Hayon, SVD. Hari Kamis  Pekan Biasa VII  
Kamis,  27  Pebruari  2025.  
Bacaan I: Sir. 5: 1-8
Injil:  Mrk.  9: 41-50

Saudari/a yang terkasih dalam Kristus
Salam damai  sejahtera untuk kita semua. Garam adalah salah satu penyedap rasa alamiah yang sudah digunakan turun temurun sejak jaman dulu hingga sekarang. Garam itu rasanya asin. Nah jika makanan atau masakan apapun itu tidak ada garam maka akan terasa hambar. Ketika garam sendiri terasa hambar maka percumalah fungsi garamnya.

Saudari/a terkasih dalam Kristus
Hari ini kita akan merenungkan dua bacaan suci yaitu dari Kitab Putra Sirakh dan dari Injil Markus. Dalam bacaan dari Sirakh ini (Sirakh 5: 1-8), kita diperingatkan untuk tidak mengandalkan diri kita sendiri dan untuk berhati-hati dalam keputusan yang kita ambil.

"Janganlah engkau mengandalkan kekayaanmu pada hari kesusahan." Ini mengingatkan kita bahwa kekayaan dan keamanan duniawi bersifat sementara. Kita diundang untuk bergantung pada kebijaksanaan dan bimbingan Tuhan, serta untuk selalu waspada terhadap godaan yang bisa menjauhkan kita dari-Nya. Di zaman sekarang ini banyak sekali godaan-godaan yang tanpa kita sadari langsung menyerang kebutuhan dasar manusiawi kita. Maka perlulah waspada agar kita tidak gampang  jatuh.

Dalam Injil Markus (Markus 9: 41-50), Yesus menggunakan metafora garam untuk menggambarkan peran kita sebagai pengikut-Nya. Ia berkata, "Jika garam menjadi hambar, dengan apakah ia diasinkan?" Garam memiliki fungsi penting sebagai pengawet dan penambah rasa. Ketika garam kehilangan rasa, ia tidak lagi berguna. Ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita, sebagai pengikut Kristus, harus terus mempertahankan iman dan integritas kita.

Permenungan kita dalam Tema "Jika Garam Menjadi Hambar" mengajak kita untuk mempertanyakan bagaimana kita menjalani iman kita dalam kehidupan sehari-hari. Garam yang hambar mencerminkan kehidupan yang kehilangan makna dan tujuan. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk menjadi garam bagi dunia menjadi sumber pengharapan, kebaikan, dan kasih bagi semua orang yang ada di sekitar kita.

Selain itu, pesan dari Sirakh mengingatkan kita untuk tidak mengandalkan kekuatan atau kekayaan kita. Kita harus tetap rendah hati dan bergantung pada Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita. Ketika kita mengandalkan Tuhan, kita mampu menghadapi tantangan dan godaan dengan bijaksana, sehingga hidup kita tetap berfungsi sebagai garam yang memberi rasa.

Saudari/a terkasih dalam Kristus
Pesan untuk kita, pertama: Kita perlu merenungkan: Apakah kita masih memiliki rasa dalam hidup kita sebagai pengikut Kristus? Apakah tindakan kita mencerminkan kasih dan ajaran-Nya, ataukah kita terjebak dalam rutinitas yang membuat iman kita menjadi hambar?

Kedua, Yesus mengingatkan kita bahwa setiap tindakan kecil yang kita lakukan demi nama-Nya, meskipun tampak sepele, memiliki dampak yang besar.

Ketiga, kita selalu diingatkan untuk tetap mengandalkan Tuhan dalam hidup kita dan bukan diri atau kekayaan kita yang semuanya bersifat sementara belaka. Semoga kita tetap waspada dan tidak gampang tergoda dengan begitu banyak tawaran dan godaan yang memisahkan kita dari Tuhan.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved