Liputan Khusus
Lipsus - Tinggal di Gubuk Reot, Keluarga di Sabu Raijua Tiap Hari Makan Daun Pepaya
Jadi tinggallah dirinya bersama istri dan anak-anaknya di rumah beratap daun peninggalan ayahnya itu.
Beruntungnya, untuk biaya sekolah anak-anaknya, Djara diringankan dengan adanya beasiswa. Setiap hari, anak-anaknya berjalan kaki berkilo-kilo meter menuju SDN Raemude untuk menimba ilmu.
Semen Bantuan Membatu
Selama puluhan tahun tinggal di gubuk ini, baru pada 2017 ia pernah menerima bantuan dari Dinas Sosial, Kabupaten Sabu Raijua berupa material bangunan seperti semen 35 sak, seng 70 lembar dan triplek 35 lembar. Kemudian pernah menerima bantuan PKH pada 2019 setahun penuh hingga pada 2020 hanya menerima sekali kemudian tidak pernah terima lagi.
Berdasarkan informasi yang didapatnya dari pendamping bahwa ada kesalahan nama pada data dan harus diperbaiki. Sementara istrinya baru-baru ini menerima bantuan sembako dari pemerintah setempat.
"Hanya itu saja. Pasir tidak ada. Semen sudah jadi batu. Saya tidak ada biaya untuk beli pasir, beli makan minum. Saya kasih tinggal saja itu barang. Saya beli makan saja susah, apalagi beli itu lagi lebih berat," ungkap Djara.
Hanya seng dan triplek yang bisa dipakai sebagai dinding dan atap untuk kamar tidur di gubuk ini. Sedangkan semen bantuan itu hanya tersisa beberapa sak yang sudah membatu. Sehingga hingga kini Djara beserta istri dan kelima anaknya hanya berlindung di bawah rindangan pohon kesambi.
Sebagai masyarakat kecil yang tidak berdaya, ia tidak berharap lebih kepada pemerintah namun jika ada perhatian, ia akan bersyukur.
Ternyata di wilayah itu kondisi memrihatinkan tidak saja dialami Djara Rohi. Kondisi yang sama juga dialami Walmince Kore (80) yang memilih hidup selibat hingga masa tuanya di rumah daun peninggalan pamannya seorang diri.
Walmince tidur beralaskan selembar tikar berdampingan dengan ember dan panci untuk menadah air hujan agar tak mengenainya. Rumah dari daun yang setengah atapnya sudah bocor dan ditumbuhi rerumputan.
Kondisi miris tersebut tak menyuruti semangat Walmince untuk membersihkan kebunnya dan menanam kacang hijau di sekeliling rumahnya. Rumah yang jaraknya cukup jauh dari jalan raya dan berada di tengah hutan dan kebun itu membuat siapa pun yang ingin mengunjunginya harus berjalan kaki.
Berbeda dengan Djara, Walmince sudah mendapatkan bantuan pemerintah desa berupa BLT Dana Desa dan bantuan lainnya. Namun untuk bantuan rumah layak huni belum pernah.
"Kita yang sendiri ini, urus sendiri. Semua orang sibuk. Jadi, saya tanggung jawab sendiri," ungkapnya.
Walmince sangat bersyukur ketika ada mengunjunginya dan merupakan satu-satu doanya yang terkabul apalagi bisa bercerita banyak tentang masa mudanya.

Bupati Minta Maaf
Saat mengkonfirmasi masalah kondisi Djara Rohi, Bupati Sabu Raijua, Drs Nikodemus N Rihi Heke menegaskan tentu ini merupakan kelemahan pemerintah setempat tidak memantau yang merupakan tugas RT/RW dan memberikan laporan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.