Berita Internasional
Malala Desak Pemimpin Dunia Menantang Taliban yang Represif Terhadap Perempuan
"Taliban menghukum perempuan dan anak-anak perempuan yang berani melanggar hukum mereka dengan memukuli, menahan, dan melukai mereka,” kata Malala.
POS-KUPANG.COM, ISLAMABAD - Peraih hadiah Nobel perdamaian, Malala Yousafzai mendesak para pemimpin muslim di dunia untuk menantang pemerintahan Taliban di Afghanistan yang represif terhadap anak-anak perempuan dan kaum perempuan umumnya.
“Taliban di Afghanistan tidak memandang perempuan sebagai manusia,” kata Malala dalam pertemuan internasional yang diselenggarakan Pakistan terkait pendidikan untuk anak-anak perempuan di negara-negara Islam, sebagaimana dilaporkan BBC, Senin (13/1/2025).
Perempuan berusia 27 tahun itu dievakuasi dari Pakistan pada usia 15 tahun setelah dia ditembak di kepalanya oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan.
Malala disasar karena sering berbicara tentang pendidikan anak-anak perempuan.
Saat berbicara dalam konferensi yang digelar di Islamabad hari Minggu 12 Januari 2025, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2014 itu mengatakan bahwa dia sangat terharu dan bahagia bisa kembali ke negara asalnya.
Sejak serangan tahun 2012 itu, dia sudah kembali ke Pakistan beberapa kali. Dia pertama kali pulang tahun 2018.
Pada hari Minggu kemarin, dia mengatakan pemerintah Taliban telah kembali menciptakan "sistem apartheid berbasis gender”.
"Taliban menghukum perempuan dan anak-anak perempuan yang berani melanggar hukum mereka dengan memukuli, menahan, dan melukai mereka,” kata Malala.
Dia menambahkan, pemerintah menyelubungi kejahatan mereka dengan pembenaran secara budaya dan agama tetapi sebenarnya “bertentangan dengan semua yang diyakini oleh agama kita”.
Taliban menolak permintaan BBC untuk mengomentari pernyataan aktivis itu. Mereka sebelumnya mengatakan menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap budaya Afghanistan dan hukum Islam.
Para pemimpin pemerintahan Taliban diundang ke pertemuan itu yang diselenggarakan oleh Organization of Islamic Cooperation (OIC), pemerintah Pakistan, dan Muslim World League, tetapi Taliban tidak hadir.
Konferensi itu dihadiri oleh puluhan menteri dan cendekiawan dari negara-negara mayoritas muslim yang mengadvokasi pendidikan terhadap anak-anak perempuan.
Sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan tahun 2021, pemerintahannya belum diakui secara resmi oleh satu pun negara di dunia.
Negara-negara Barat mengatakan, kebijakan mereka yang membatasi perempuan perlu diubah.
Afghanistan kini satu-satunya negara di dunia di mana kaum perempuan dan anak perempuan dilarang mengakses pendidikan menengah dan tinggi. Dampaknya adalah sekitar satu setengah juta orang dilarang bersekolah.
Kisah Menarik dari Jepang yang Mulai Kewalahan karena Populasi Turun Drastis |
![]() |
---|
Hyundai Engineering Minta Maaf Atas Musibah Ambruknya Jembatan yang Tewaskan 4 Orang |
![]() |
---|
Bandara Turkiye Ditutup Selama 1 Jam Gara-gara Penampakan Benda Langit Diduga UFO |
![]() |
---|
Bus Masuk Jurang di Bolivia Menelan Korban Jiwa 30 Orang |
![]() |
---|
Istri Bung Karno, Ratna Sari Dewi Melepas Status WNI Demi Jadi Caleg Jepang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.