Berita Kota Kupang

Testimoni Nelayan di Kota Kupang, Dampak Cuaca Buruk Bisa Menganggur hingga Empat Bulan 

Dewa menuturkan, hutan mangrove dimanfaatkan untuk mengamankan kapal, tetapi kapasitasnya terbatas. 

Penulis: Ray Rebon | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/RAY REBON
Kapal nelayan yang terparkir di pesisir pantai Oesapa, Kota Kupang, Provinsi NTT yang tidak melaut akibat cuaca buruk. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Rebon

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dampak dari cuaca buruk akibat musim hujan berkepanjangan, memaksa para nelayan di pesisir pantai Kelurahan Oesapa, Kota Kupang, Provinsi NTT berhenti melaut bisa selama tiga hingga empat bulan. 

Ketua Nelayan Angsa Laut, Mohammad Mansur Dokeng, yang akrab disapa Dewa, menjelaskan bahwa kondisi ini sudah menjadi fenomena tahunan yang rutin dihadapi nelayan.

"Berdasarkan prakiraan BMKG, ada dua bibit siklon yang muncul di Samudra Hindia. Karena itu, kami memutuskan untuk tidak melaut demi menghindari risiko besar. Kapal-kapal nelayan pun telah diamankan di pantai," kata Dewa belum lama ini.

Dewa menuturkan, hutan mangrove dimanfaatkan untuk mengamankan kapal, tetapi kapasitasnya terbatas. 

Jika kapal dipaksakan masuk, bisa menyebabkan kerusakan pada mangrove dan kapal, serta tumpahan minyak yang mengancam ekosistem. 

Oleh karena itu, ia mengimbau nelayan mencari tempat perlindungan lain untuk menjaga keselamatan kapal.

"Dampak cuaca buruk biasanya berlangsung dari akhir Desember hingga awal Maret. Jadi, teman-teman nelayan terpaksa menganggur selama tiga hingga empat bulan," tambahnya.

Sejak berhenti melaut pada 7 Desember 2024, para nelayan mencari penghasilan tambahan dengan bekerja serabutan. 

Baca juga: Dampak Cuaca Buruk, Nelayan di Kota Kupang NTT Alami Kerugian Mencapai Rp 3 Miliar

Mereka mengumpulkan hasil bumi seperti jambu mete dari berbagai wilayah, termasuk Baumata, Amfoang, Semau, Rote Ndao, TTU, dan Kabupaten Belu.

Harga jambu mete saat ini mencapai Rp 17.500 per kilogram, lebih rendah dibandingkan musim panas yang mencapai Rp 22.500 per kilogram. 

Hasil panen ini kemudian dikirim ke Maumere. Selain itu, kata dia beberapa nelayan juga bekerja di sektor bangunan, bengkel las, atau pekerjaan lainnya.

"Dampak paling besar akibat cuaca buruk ini adalah pengangguran karena tidak ada penghasilan tetap. Banyak nelayan terpaksa mencari pekerjaan lain untuk bertahan hidup," ungkap Dewa.

Cuaca buruk juga menimbulkan kerusakan pada kapal nelayan akibat gelombang tinggi. Pada tahun 2023, tercatat empat kapal rusak dengan kerugian mencapai Rp 200 juta.

"Kami selalu menghadapi kendala yang sama setiap tahun, yaitu tidak adanya tempat perlindungan kapal yang memadai. Solusi jangka panjang sangat diperlukan agar nelayan tidak terus-menerus mengalami kerugian," tutup Dewa.

Ditambahkan musim barat yang melanda akhir tahun hingga awal tahun menjadi tantangan besar bagi mereka.

Mereka berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved